Share

Bab 4

Author: Nabila
Sekar merenung lama. Yang dikatakan Cahyani memang masuk akal.

"Kalau begitu, kita pindahkan saja Rangga ke Paviliun Hujan. Untuk memperlambat pembusukan mayatnya, tambahkan lebih banyak es ke peti matinya ...."

Cahyani menyarankan, "Menambahkan es setiap hari pasti akan menimbulkan kecurigaan. Bagaimana kalau kita beli peti mati giok saja?"

Pertama, Cahyani tidak ingin siapa pun masuk ke ruang bawah tanah dan mengganggunya menawarkan racun Rangga. Kedua, racun Rangga bersifat panas. Peti mati giok dapat membantu menawarkan racunnya.

Sekar sangat terkejut. "Peti mati giok? Harganya sangat mahal!"

Cahyani tersenyum dan berujar, "Bukankah ini demi kebaikan bersama? Cahyani rela mengeluarkan uang itu!"

Sekar pun tercekat. Cahyani benar-benar kaya dan murah hati! Namun, mereka tidak dapat menebak kapan Ningsih akan hamil. Mempertahankan mayat adalah prioritas utama.

"Jarang sekali kamu bisa pertimbangkan semuanya dengan matang. Kita lakukan saja semuanya sesuai dengan yang kamu katakan."

"Baik."

Setelah menaruh cangkir tehnya, Sekar berpesan lagi, "Kamu harus lebih baik kepada kakak iparmu. Dia sangat berjasa bagi keluarga kita. Kali ini, Satya bisa naik pangkat berkat Perdana Menteri Indra, ayahnya Ningsih. Kalau Perdana Menteri mengingat kebaikanmu, mungkin saja ayahmu juga bisa meraih kejayaan dan menjadi pedagang kerajaan."

Sikap arogan Sekar membuat Maya geram. Namun, Cahyani hanya tersenyum tenang.

"Apakah Ibu begitu yakin suamiku pasti akan naik pangkat?"

"Tentu saja. Ningsih bilang, demi hal ini, Perdana Menteri Indra sudah memujinya di hadapan Kaisar."

Cahyani tersenyum tanpa berbicara.

Pantas saja Satya rela melepaskan gelar Adipati dengan menyumbangkan benihnya kepada kakak iparnya, dan memberikan gelar tersebut kepada garis keturunan kakaknya. Ternyata, dia merasa yakin bisa menang dan meraih dua gelar untuk satu keluarga.

Cahyani ingin melihat apakah Satya bisa mendapatkan gelar tanpa pengaruh Keluarga Atmadja dan hanya mengandalkan pujian Perdana Menteri.

Melihat Cahyani masih diam saja, Sekar pun mengerutkan kening. "Apa aku harus mengajarimu lagi soal ini? Cepat belikan obat penguat tubuh untuk kakak iparmu."

Cahyani menjawab dengan serbasalah, "Ibu, aku baru keluarkan uang untuk membeli peti mati giok. Uangku yang tersisa benar-benar tidak banyak lagi. Berhubung masih perlu belikan obat penguat tubuh untuk Kakak Ipar, bolehkah aku ambil uangnya dari maskawinku yang Ibu simpan ...."

Pada hari kedua setelah pernikahan Cahyani, Sekar langsung menyimpan maskawinnya dengan alasan mencegah Cahyani menghambur-hamburkannya.

Ekspresi Sekar sedikit berubah. "Bukankah Satya punya tunjangan? Dia tidak memberikannya kepadamu? Suruh dia kemari. Aku akan membelamu. Mana ada suami yang membiarkan istrinya menggunakan maskawinnya untuk menghidupi mereka?"

Cahyani pun tersenyum. Itu berarti Sekar tidak berencana mengembalikan maskawinnya?

Setelah meninggalkan Paviliun Kesatria, Maya akhirnya tidak dapat menahan diri lagi.

"Nona, maskawin Nona sudah disimpan Nyonya Besar selama dua tahun. Setiap kali Nona ungkit soal ini, dia selalu mengganti topik pembicaraan. Kurasa dia hanya ingin memonopolinya!"

Cahyani tentu saja punya rencana sendiri.

Sepanjang perjalanan, mereka mendengar beberapa pelayan bergunjing.

"Kamu sudah dengar? Semalam, orang dari Paviliun Hujan minta air panas tiga kali untuk bersihkan diri!"

"Tuan Pewaris kelihatan lemah, tapi ternyata begitu hebat."

Sekar merahasiakan kematian Rangga dengan sangat baik sehingga hanya ada beberapa orang yang mengetahuinya. Wajar saja para pelayan berasumsi bahwa orang yang melakukan hubungan intim semalam adalah Rangga. Namun, Cahyani dan Maya sama-sama tahu faktanya.

Maya mengusir para pelayan yang bergosip itu, lalu berbalik dan berseru marah, "Nona, kalau Tuan Pewaris mendengar gunjingan ini, dia pasti akan marah besar sampai hidup kembali!"

Kemudian, dia bertanya dengan hati-hati, "Apa Nona tidak marah?"

Cahyani tidak marah, malah tersenyum. "Kalau dia benar-benar bisa hidup kembali karena marah, itu justru akan hemat waktuku."

"Nona masih punya semangat untuk bercanda? Menurutku, Nona tidak seharusnya ikut campur dalam urusan Kediaman Adipati. Lebih baik Nona langsung cerai saja!"

Maya yang berkepribadian tegas sangat ingin majikannya langsung meninggalkan Kediaman Adipati dan menjauh dari semua kekacauan ini.

Di bawah cahaya matahari, senyum Cahyani langsung lenyap. "Bukan aku yang salah. Jadi, yang seharusnya pergi bukan aku."

Mengabulkan keinginan pasangan tidak tahu malu itu bukanlah gaya bertindak Cahyani. Lagi pula, seorang putri pedagang hampir mustahil dapat menikah dengan keluarga bangsawan.

Arya Atmadja, ayahnya Cahyani, tahu betul mengenai hal ini. Dulu, dia berusaha sekuat tenaga untuk membuat Cahyani menikah masuk ke Kediaman Adipati, dengan harapan Cahyani memiliki kehidupan yang damai dan sejahtera.

Alasannya karena Arya dan Cahyani sama-sama tidak bisa melupakan apa yang terjadi pada kakak laki-laki dan kakak perempuan Cahyani. Berhubung mereka adalah anak pedagang, mereka dijebak dan ditindas orang hingga yang satu menjadi gila, dan yang satunya lagi meninggal secara tragis ....

Kenangan-kenangan itu bermunculan di benak Cahyani. Matanya pun menggelap, tetapi dia memiliki tekad yang teguh. Dia menatap ke depan dan berkata dengan suara berat, "Setelah matahari terbenam, pindahkan 'mayat' Tuan Pewaris ke Paviliun Hujan."

Maya menjadi sangat bersemangat begitu mendengar hal ini.

"Baik, Nona!"

...

Setelah kembali ke Paviliun Ombak, Cahyani pun memeriksa buku keuangan toko.

Ketika masuk, inilah pemandangan yang dilihat Satya. Sejak muda, dia selalu ingin menikahi seorang wanita dari keluarga terpandang. Dia tentu saja tidak terbiasa dengan sikap istrinya yang seperti pedagang. Namun, dia harus mengakui bahwa Cahyani sungguh memesona meskipun hanya duduk diam.

"Jenderal!" Begitu mendongak dan melihat Satya, Maya benar-benar terkejut.

Cahyani segera mengatur ekspresinya, lalu bangkit sambil tersenyum. "Jenderal."

Mendengar sapaan Cahyani yang begitu asing, wajah tampan Satya menunjukkan ketidaksenangan. Dia teringat ketika dia hendak pergi berperang dua tahun lalu, wanita ini memanggilnya "suamiku" dengan tatapan lembut.

Satya merasa bahwa Cahyani sepertinya masih marah tentang kejadian semalam. Cahyani sangat mencintainya. Ditambah dengan latar belakang keluarganya yang merupakan pedagang, Cahyani sudah terbiasa hanya berfokus pada keuntungan sesaat yang kecil dan mengabaikan rencana jangka panjang.

Satya duduk sambil mengangkat jubahnya dan bertanya, "Apakah tidurmu nyenyak semalam?"

"Emm," jawab Cahyani.

"Aku akan menginap di sini malam ini."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 50

    "Cahyani, kalau kamu masih belum sadar akan kesalahanmu dan tetap mau mengincar posisi yang seharusnya adalah milik anak Kakak, aku akan menceraikanmu!" ujar Satya dengan tegas.Wiranto dan Sekar sama-sama terkejut karena Satya membuat keputusan secepat ini.Sekar sangat gembira dan mendukung perceraian ini. Dia tidak pernah menyukai Cahyani. Ditambah dengan kasus pencurian maskawin dan hilangnya kendalinya atas kelola rumah tangga, dia pun makin membenci Cahyani.Orang yang paling bahagia adalah Ningsih. Ketika menyadari keraguan Satya sebelumnya, dia benar-benar khawatir Satya tidak akan bersedia menceraikan Cahyani. Sekarang, dia sangat puas. Siapa suruh Cahyani membuat keributan!Setelah mengucapkan kata "cerai", Satya masih lanjut menatap Cahyani. Kata-katanya itu tidak tulus. Dia hanya ingin memperingatkan Cahyani untuk bersikap patuh. Selama Cahyani menunduk dan mengakui kesalahannya, dia tidak akan mempermasalahkan masalah ini lagi.Namun, Satya tidak melihat kepanikan atau ket

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 49

    Ucapan Cahyani langsung membuat semua orang tercengang. Tidak ada yang menyangka Cahyani akan meminta untuk bercerai!Sekilas kepuasan terpancar di mata Ningsih. Dia berpikir dalam hati, 'Heh! Cahyani akhirnya tidak tahan lagi dan mau mengaku kalah. Bagus! Biarkan saja Satya menceraikannya! Apa dia benar-benar berpikir Satya tidak rela?'Sebenarnya, Satya memang merasa sedikit tidak rela. Dia masih mengingat jelas kemesraannya dengan Cahyani beberapa hari lalu. Mereka jelas-jelas sudah sepakat bahwa Cahyani akan pindah kembali ke Paviliun Ombak malam ini, lalu mereka akan melewati kehidupan rumah tangga dengan baik ....Satya sedang memeluk Ningsih, tetapi tatapannya tertuju pada Cahyani. Matanya dipenuhi amarah dan ketidakberdayaan."Cahyani! Kenapa kamu harus paksa aku untuk buat pilihan!" Bukankah Cahyani seharusnya sangat murah hati? Apakah perubahan Cahyani disebabkan oleh anak ini? Namun, Satya juga hanya asal bicara mengenai hak waris. Jika Cahyani benar-benar bisa memenangkan

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 48

    Tepat ketika Wiranto hendak menetapkan masalah pengalihan status istri Ningsih, seseorang malah tiba-tiba keberatan. Semua orang pun menoleh ke arah datangnya suara.Cahyani berdiri di antara kerumunan dengan ekspresi tegas. Dia melangkah maju dan mengulangi perkataannya kepada Wiranto, "Ayah, Cahyani tidak terima pengalihan status istri ini!"Pada saat ini, semua mata tertuju pada Cahyani.Di antara para tamu, ada beberapa orang yang terlihat bingung."Siapa wanita itu?""Itu menantu Adipati, istri sah Jenderal Satya.""Oh. Dia itu putri pedagang yang menikah dengan Satya dengan mengandalkan jasanya?""Benar!" Raut wajah Wiranto berubah serius. Ada apa dengan Cahyani? Bukankah Satya sudah membicarakan masalah pengalihan status istri ini dengannya?Jangankan Wiranto, bahkan Satya juga tidak mengerti. Kenapa Cahyani tiba-tiba membantah hal ini? Bukankah sebelumnya Cahyani mengatakan akan membantunya membujuk Ratih untuk meminta dekret pernikahan dari Kaisar? Secara logika, Cahyani seha

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 47

    "Cepat hentikan Nyonya Pertama!"Para pelayan bereaksi cepat dan segera menghentikan Ningsih. Namun, Ningsih terlihat seperti masih enggan menyerah. Dia melambaikan tangannya untuk meronta."Biarkan aku mati! Biarkan aku mati! Suamiku sudah tiada, bagaimana aku bisa hidup sendiri .... Uwek!"Saat meratap, Ningsih tiba-tiba muntah-muntah kering.Sekar pun tertegun. Mungkinkah dia ....Dengan bunyi gedebuk, Siti berlutut dan memeluk kaki Ningsih sambil berseru, "Jangan, Nyonya! Sekalipun Nyonya tidak memikirkan diri sendiri, pikirkanlah anak dalam kandungan Nyonya! Itu adalah satu-satunya garis keturunan Tuan Pewaris. Demi Tuan Pewaris, Nyonya harus hidup!" Kata-kata Siti langsung menimbulkan kehebohan. Pada saat ini, semua orang baru mengetahui bahwa Ningsih sedang hamil.Indra berdiri, seolah-olah baru mengetahui kabar itu. Dia bertanya dengan ekspresi rumit, "Ningsih, kamu hamil?" Ekspresi Wiranto dan Sekar berubah drastis. Ningsih hamil? Bagaimana mungkin mereka tidak tahu?Terutam

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 46

    Pertanyaan Paman Buyut Ketujuh membangkitkan rasa ingin tahu semua tamu. Meskipun Rangga lemah dan sakit-sakitan, bukankah dia seharusnya tetap menunjukkan diri di jamuan ulang tahun ayahnya?Wiranto pun memasang tampang sedih. "Paman Buyut Ketujuh, Rangga lagi sakit parah akhir-akhir ini. Jamuan ulang tahun yang megah ini juga diadakan untuk mengusir kesialan dan membawakan keberuntungan untuknya."Semua orang langsung mengerti. Sementara itu, Paman Buyut Ketujuh menghela napas, lalu duduk dengan ekspresi penuh kekhawatiran.Jamuan ulang tahun ini pun resmi dimulai.Wiranto duduk di kursi utama. Para tamu bersulang dengannya satu per satu. Orang-orang dari generasi muda bergantian memberikan hadiah dan mengucapkan selamat padanya.Keluarga Permana tidak memiliki banyak keturunan. Berhubung Wiranto dan Sekar hanya memiliki dua orang putra, para tamu kebanyakan mendoakan Wiranto bisa lekas mendapat cucu laki-laki.Orang-orang dari generasi tua menggoda Satya, "Pria sejati bukan hanya ha

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 45

    Malam itu, ada banyak orang yang tidak bisa tidur.Keesokan harinya, Kediaman Adipati mengadakan jamuan ulang tahun. Tamu yang datang sangat banyak.Di pintu masuk utama Kediaman Adipati, Ningsih menemani Sekar menyambut tamu. Dia menunjukkan keanggunan dan tata krama seorang wanita bangsawan. Di sisi lain, Cahyani mengatur tempat duduk untuk para tamu di dalam kediaman.Maya pun merasa kesal."Nona, semua orang mengira Ningsih yang mengatur jamuan ini dan begitu memujinya. Nona tidak lihat betapa lebar senyumannya! Dia kelihatan sangat bangga!" Maya benar-benar geram. Cahyani telah berbuat begitu banyak, tetapi orang-orang di Kediaman Adipati mengabaikan semuanya dan hanya menghujani Ningsih dengan perhatian. Apakah latar belakang keluarga benar-benar sepenting itu? Bahkan setelah menikah dan sama-sama adalah menantu orang, mereka juga tetap akan diperlakukan dengan berbeda? Memangnya orang yang berasal dari kalangan bawah ditakdirkan untuk menjadi budak dan bekerja keras untuk oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status