Share

Bab 5

Author: Nabila
Hati Cahyani langsung tenggelam ketika mendengar Satya ingin menginap. Terutama ketika melihat sikap arogan Satya yang seolah-olah sedang memberi anugerah kepadanya, apakah Satya benar-benar merasa dirinya bagaikan hadiah yang diincar orang-orang?

Cahyani justru sangat berharap Satya selalu menghabiskan waktu di Paviliun Hujan bersama Ningsih dan segera memiliki anak.

Melihat Cahyani diam saja, Satya mengira Cahyani begitu gembira hingga tidak tahu harus berkata apa. Bagaimanapun juga, dia telah menunggu hari ini selama dua tahun.

Namun, Cahyani mendongak untuk menatap Satya dan berdiri tegak. Matanya terlihat tenang dan tidak mengandung emosi apa pun.

"Tubuh Kakak berangsur-angsur membusuk setiap harinya. Jenderal, kamu harus fokus pada Kakak Ipar. Aku baik-baik saja di sini."

Cahyani sangat bijaksana. Akan tetapi, entah kenapa, Satya malah merasakan kegelisahan yang aneh. Dia duduk dan melirik hidangan mewah di atas meja. Ada ayam goreng, sup ikan, dan beberapa hidangan yang tak bisa dia sebutkan namanya, tetapi terlihat sangat mahal.

Satya belum makan, tetapi tidak ada pelayan yang menyediakan peralatan makannya. Orang-orang dari Paviliun Ombak ini benar-benar tak tahu sopan santun. Kemudian, dia teringat pada hidangan di Paviliun Hujan. Dibandingkan dengan hidangan di sini, hidangan di sana benar-benar kalah telak.

Satya pun merasa tidak puas dan berujar, "Ibu bilang, kamu mau beli obat penguat tubuh untuk Kakak Ipar. Dia suka sarang burung walet dari Toko Gunung Timur, belilah yang lebih banyak."

"Selain itu, mulai sekarang, hidangan di Paviliun Hujan harus sama dengan hidangan yang kamu makan. Jangan sampai tersebar rumor bahwa Kediaman Adipati pilih kasih dan memperlakukan menantu yang sudah janda dengan tidak baik ...."

Maya pun mengomel dalam hati. Yang mengurus biaya rumah tangga adalah Sekar. Uang bulanan yang diberikannya untuk setiap paviliun sangatlah sedikit. Makanan di Paviliun Ombak bisa semewah ini karena dibiayai oleh Cahyani sendiri. Atas dasar apa Paviliun Ombak harus membiayai pengeluaran Paviliun Hujan?

"Jenderal, uangnya tidak ada sebanyak itu," tolak Cahyani mentah-mentah.

Suara Satya tiba-tiba meninggi. "Mana mungkin!"

"Kalau tidak percaya, kamu boleh periksa buku keuangan."

"Bukankah toko keluarga kita selalu menghasilkan uang?"

Cahyani menjawab dengan tenang, "Aku penasaran dari mana Jenderal mendengar tentang itu. Tapi nyatanya, yang menghasilkan uang hanya toko-toko di bawah namaku. Toko-toko di bawah Kediaman Adipati hampir tidak menghasilkan uang."

"Sebulan yang lalu, Ayah baru diperintahkan untuk pergi melakukan inspeksi di Wilayah Selatan dan mengambil sejumlah besar uang. Sekarang, kita terlilit utang dan bahkan belum bayar upah para pekerja ...."

Satya membenci pekerjaan menghitung keuangan.

"Tidak perlu kasih tahu aku soal itu. Kenapa harus begitu perhitungan di antara keluarga? Kediaman Adipati mungkin tidak punya uang, tapi kamu pasti punya. Gunakan dulu uangmu untuk menutupinya. Aku akan membayarmu nanti. Saat ini, situasi Kakak Ipar lebih penting."

Cahyani mempertahankan senyum lembutnya dan berujar, "Jenderal mungkin tidak tahu, tapi semua uangku sudah digunakan untuk membelikan Kakak peti mati giok dan es batu."

Satya mengerutkan kening.

Sebelum dia sempat bertanya, Cahyani melanjutkan, "Selain itu, aku juga menggunakannya untuk menyuap beberapa pejabat tinggi dengan harapan mereka bisa bantu kamu dapatkan gelar. Jadi, uang yang tersisa benar-benar tidak banyak lagi."

Mendengar ini, Satya sangat marah. "Aku tidak punya komentar dalam membeli peti mati untuk Kakak, tapi buat apa kamu menyuap para pejabat tinggi? Seorang putri pedagang sepertimu tahu apa soal urusan pejabat?"

"Uang yang kamu habiskan itu sia-sia saja dan masih tidak seberguna pujian Perdana Menteri di depan Kaisar! Lagi pula, dengan adanya bantuan Perdana Menteri, aku sudah pasti bisa dapatkan gelar. Buat apa kamu melakukan hal yang tidak diperlukan?"

Cahyani menjawab sambil tersenyum tipis, "Yang Jenderal bilang benar."

Berhubung Cahyani sudah menyadari kesalahannya, Satya juga tidak melanjutkan masalah itu.

"Kelak, kalau ada yang tidak kamu mengerti, tanyakan saja pada Ibu dan Kakak Ipar. Sekarang, kamu sudah jadi menantu Kediaman Adipati dan istri seorang jenderal. Kamu harus ubah cara berpikirmu yang seperti seorang pedagang itu."

"Aku tidak berharap kamu bisa sehebat Kakak Ipar yang mahir dalam musik, catur, kaligrafi, melukis, dan ilmu pengobatan. Tapi, setidaknya kamu harus punya keahlian. Carilah kegiatan untuk dirimu sendiri daripada selalu melakukan hal-hal tidak berguna."

Maya hampir tak kuasa menahan diri untuk melawan Satya. Majikannya sangat berbakat. Sejak kecil, dia sudah dididik oleh guru-guru ternama. Prestasinya dalam musik, catur, kaligrafi, dan melukis jauh melampaui Ningsih. Hanya saja, majikannya tidak memamerkannya.

Dalam pengobatan, majikannya juga adalah murid Tabib Ajaib Arga! Apa Ningsih benar-benar merasa dirinya sudah mahir hanya dengan membaca beberapa buku? Lagi pula, memangnya majikannya adalah seorang pemalas? Jika dia tidak mengurus pembukuan dan toko, mana mungkin Kediaman Adipati begitu kaya saat ini?

Maya sangat marah hingga ingin menggigit orang. Sementara itu, Cahyani hanya tertawa.

"Apa yang kamu tertawakan?" Satya mengerutkan kening.

Cahyani tiba-tiba menatap Satya. Kilatan dingin melintas di matanya, begitu cepat hingga Satya mengira itu hanya imajinasinya.

Cahyani memang sedang tersenyum, tetapi matanya yang gelap itu tidak dapat dibaca.

"Aku hanya merasa Jenderal akan segera dapatkan gelar. Aku begitu senang sampai-sampai aku tak bisa menahan diri."

Satya tidak curiga dan menyahut, "Aku harus pergi ke istana untuk melapor. Aku tidak bisa makan bersamamu. Meski aku tidak jadi menginap malam ini, aku akan datang menemuimu."

Seusai berbicara, Satya pun bangkit dan pergi. Sampai dia keluar dari gerbang halaman, Cahyani tetap tidak mengundangnya untuk makan bersama.

...

Di dalam rumah.

Maya akhirnya tak kuasa menahan diri lagi.

"Nona, orang seperti apa itu dia! Setiap bicara, dia tidak berhenti membicarakan Ningsih. Orang yang tidak tahu pasti mengira Ningsih itu istrinya! Mau sarang burung dari Toko Gunung Timur lagi! Pintar sekali dia memilih! Apa dia benar-benar mengira Nona itu dewa kekayaan yang bisa menghambur-hamburkan uang untuk mereka setiap hari?"

"Tapi Nona memang hebat! Hanya dengan beberapa patah kata, Nona sudah bisa buat Kediaman Adipati tak punya kesempatan untuk ambil keuntungan dari Nona!"

Memang benar, Cahyani sudah tahu sejak kecil bahwa hartanya tidak boleh sampai jatuh ke tangan orang lain. Dia menyesap tehnya, lalu berkata dengan suara berat, "Kamu sudah beri instruksi kepada para petugas pembukuan?"

"Sejak kemarin, mereka sudah ikuti perintah Nona dan berhenti memberikan uang kepada para pejabat. Aku mau tahu, tanpa campur tangan Nona yang 'tidak berguna', bagaimana suami Nona itu akan nangis nantinya!"

Kemudian, Cahyani melihat ke luar jendela.

"Siapkan semuanya. Malam ini, aku akan berikan pengobatan akupunktur pada Tuan Pewaris. Kalau beruntung, pendengarannya akan segera pulih."

Cahaya aneh muncul di mata Maya. "Kalau begitu, bukankah dia bisa mendengar Jenderal dan Ningsih ...."

Astaga! Membayangkannya saja membuat Maya bersemangat!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 50

    "Cahyani, kalau kamu masih belum sadar akan kesalahanmu dan tetap mau mengincar posisi yang seharusnya adalah milik anak Kakak, aku akan menceraikanmu!" ujar Satya dengan tegas.Wiranto dan Sekar sama-sama terkejut karena Satya membuat keputusan secepat ini.Sekar sangat gembira dan mendukung perceraian ini. Dia tidak pernah menyukai Cahyani. Ditambah dengan kasus pencurian maskawin dan hilangnya kendalinya atas kelola rumah tangga, dia pun makin membenci Cahyani.Orang yang paling bahagia adalah Ningsih. Ketika menyadari keraguan Satya sebelumnya, dia benar-benar khawatir Satya tidak akan bersedia menceraikan Cahyani. Sekarang, dia sangat puas. Siapa suruh Cahyani membuat keributan!Setelah mengucapkan kata "cerai", Satya masih lanjut menatap Cahyani. Kata-katanya itu tidak tulus. Dia hanya ingin memperingatkan Cahyani untuk bersikap patuh. Selama Cahyani menunduk dan mengakui kesalahannya, dia tidak akan mempermasalahkan masalah ini lagi.Namun, Satya tidak melihat kepanikan atau ket

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 49

    Ucapan Cahyani langsung membuat semua orang tercengang. Tidak ada yang menyangka Cahyani akan meminta untuk bercerai!Sekilas kepuasan terpancar di mata Ningsih. Dia berpikir dalam hati, 'Heh! Cahyani akhirnya tidak tahan lagi dan mau mengaku kalah. Bagus! Biarkan saja Satya menceraikannya! Apa dia benar-benar berpikir Satya tidak rela?'Sebenarnya, Satya memang merasa sedikit tidak rela. Dia masih mengingat jelas kemesraannya dengan Cahyani beberapa hari lalu. Mereka jelas-jelas sudah sepakat bahwa Cahyani akan pindah kembali ke Paviliun Ombak malam ini, lalu mereka akan melewati kehidupan rumah tangga dengan baik ....Satya sedang memeluk Ningsih, tetapi tatapannya tertuju pada Cahyani. Matanya dipenuhi amarah dan ketidakberdayaan."Cahyani! Kenapa kamu harus paksa aku untuk buat pilihan!" Bukankah Cahyani seharusnya sangat murah hati? Apakah perubahan Cahyani disebabkan oleh anak ini? Namun, Satya juga hanya asal bicara mengenai hak waris. Jika Cahyani benar-benar bisa memenangkan

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 48

    Tepat ketika Wiranto hendak menetapkan masalah pengalihan status istri Ningsih, seseorang malah tiba-tiba keberatan. Semua orang pun menoleh ke arah datangnya suara.Cahyani berdiri di antara kerumunan dengan ekspresi tegas. Dia melangkah maju dan mengulangi perkataannya kepada Wiranto, "Ayah, Cahyani tidak terima pengalihan status istri ini!"Pada saat ini, semua mata tertuju pada Cahyani.Di antara para tamu, ada beberapa orang yang terlihat bingung."Siapa wanita itu?""Itu menantu Adipati, istri sah Jenderal Satya.""Oh. Dia itu putri pedagang yang menikah dengan Satya dengan mengandalkan jasanya?""Benar!" Raut wajah Wiranto berubah serius. Ada apa dengan Cahyani? Bukankah Satya sudah membicarakan masalah pengalihan status istri ini dengannya?Jangankan Wiranto, bahkan Satya juga tidak mengerti. Kenapa Cahyani tiba-tiba membantah hal ini? Bukankah sebelumnya Cahyani mengatakan akan membantunya membujuk Ratih untuk meminta dekret pernikahan dari Kaisar? Secara logika, Cahyani seha

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 47

    "Cepat hentikan Nyonya Pertama!"Para pelayan bereaksi cepat dan segera menghentikan Ningsih. Namun, Ningsih terlihat seperti masih enggan menyerah. Dia melambaikan tangannya untuk meronta."Biarkan aku mati! Biarkan aku mati! Suamiku sudah tiada, bagaimana aku bisa hidup sendiri .... Uwek!"Saat meratap, Ningsih tiba-tiba muntah-muntah kering.Sekar pun tertegun. Mungkinkah dia ....Dengan bunyi gedebuk, Siti berlutut dan memeluk kaki Ningsih sambil berseru, "Jangan, Nyonya! Sekalipun Nyonya tidak memikirkan diri sendiri, pikirkanlah anak dalam kandungan Nyonya! Itu adalah satu-satunya garis keturunan Tuan Pewaris. Demi Tuan Pewaris, Nyonya harus hidup!" Kata-kata Siti langsung menimbulkan kehebohan. Pada saat ini, semua orang baru mengetahui bahwa Ningsih sedang hamil.Indra berdiri, seolah-olah baru mengetahui kabar itu. Dia bertanya dengan ekspresi rumit, "Ningsih, kamu hamil?" Ekspresi Wiranto dan Sekar berubah drastis. Ningsih hamil? Bagaimana mungkin mereka tidak tahu?Terutam

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 46

    Pertanyaan Paman Buyut Ketujuh membangkitkan rasa ingin tahu semua tamu. Meskipun Rangga lemah dan sakit-sakitan, bukankah dia seharusnya tetap menunjukkan diri di jamuan ulang tahun ayahnya?Wiranto pun memasang tampang sedih. "Paman Buyut Ketujuh, Rangga lagi sakit parah akhir-akhir ini. Jamuan ulang tahun yang megah ini juga diadakan untuk mengusir kesialan dan membawakan keberuntungan untuknya."Semua orang langsung mengerti. Sementara itu, Paman Buyut Ketujuh menghela napas, lalu duduk dengan ekspresi penuh kekhawatiran.Jamuan ulang tahun ini pun resmi dimulai.Wiranto duduk di kursi utama. Para tamu bersulang dengannya satu per satu. Orang-orang dari generasi muda bergantian memberikan hadiah dan mengucapkan selamat padanya.Keluarga Permana tidak memiliki banyak keturunan. Berhubung Wiranto dan Sekar hanya memiliki dua orang putra, para tamu kebanyakan mendoakan Wiranto bisa lekas mendapat cucu laki-laki.Orang-orang dari generasi tua menggoda Satya, "Pria sejati bukan hanya ha

  • Dicintai Sepenuh Hati setelah Bertukar Suami   Bab 45

    Malam itu, ada banyak orang yang tidak bisa tidur.Keesokan harinya, Kediaman Adipati mengadakan jamuan ulang tahun. Tamu yang datang sangat banyak.Di pintu masuk utama Kediaman Adipati, Ningsih menemani Sekar menyambut tamu. Dia menunjukkan keanggunan dan tata krama seorang wanita bangsawan. Di sisi lain, Cahyani mengatur tempat duduk untuk para tamu di dalam kediaman.Maya pun merasa kesal."Nona, semua orang mengira Ningsih yang mengatur jamuan ini dan begitu memujinya. Nona tidak lihat betapa lebar senyumannya! Dia kelihatan sangat bangga!" Maya benar-benar geram. Cahyani telah berbuat begitu banyak, tetapi orang-orang di Kediaman Adipati mengabaikan semuanya dan hanya menghujani Ningsih dengan perhatian. Apakah latar belakang keluarga benar-benar sepenting itu? Bahkan setelah menikah dan sama-sama adalah menantu orang, mereka juga tetap akan diperlakukan dengan berbeda? Memangnya orang yang berasal dari kalangan bawah ditakdirkan untuk menjadi budak dan bekerja keras untuk oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status