LOGINMyli sudah bersiap dan berpakaian rapi. Yang dilakukannya sedari tadi di kamarnya adalah berjalan ke sana ke mari tanpa henti.
Jantungnya berdegup sangat kencang, tangannya sudah dingin, dan kepala rasanya pusing. Ini yang dirasakannya ketika gugup. Myli mendongak, menatap jam dinding. Tidak ingin terlambat, Myli berangkat. “Tumben sekali kau sangat rapi dan wangi,” Myli tersentak kaget oleh Ibunya yang tiba-tiba di belakangnya. “Ibu…” Ia berbalik dan mendekat ke Reimma yang sudah duduk di Sofa. Dirinya memang sengaja tidak memberitahu Ibunya. Myli memang belum ada niatan bercerita pada sang Ibu. “Kau mau kemana?” Reimma menatap anaknya penuh kecurigaan. Diletakkannya kembali gelas yang sempat dipegang. Myli menatap ke arah lain, memikirkan jawaban bohong. Lalu ia tertawa sendiri, “aku ingin membuang energi negatif di tubuhku. Katanya cara paling ampuh dengan berkeliaran di luar dan menghirup udara segar.” Reimma berdecih, “terlambat sekali, mengapa baru sekarang? Setelah berdiam diri di rumah selama 3 tahun.” Myli merangkul lengan Ibunya, “tidak ada kata terlambat Ibu…yang penting sesekali aku kena sinar matahari kan.” Anak zaman sekarang memang suka sekali membalas perkataan orang tua. Ada saja balasannya. Reimma memegang kepalanya dan ia cium sebentar. “Ya sudah, hati-hati di luar sana, jangan sampai ke tengah jalan. Kalau diajak laki-laki tidak di kenal jangan mau, langsung lari saja ke tempat yang ramai.” Meskipun cerewet, tapi perkataannya selalu dipenuhi oleh kekhawatiran yang dalam. Myli mengangguk, sebelum pergi ia membalas dengan mencium dahi dan pipi Reimma. •••• Keeiko Jevt namanya, pria dewasa yang berumur 28 tahun. Hidupnya selalu disibukkan dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Karena pintar dalam mengolah waktu, sehari-harinya selalu dipenuhi oleh aktivitas yang produktif dan gaya hidup yang sehat. Tetapi… dalam waktu sehari. Keeiko berubah, awalnya tidak peduli oleh asmara lagi. Tiba-tiba saja dia jatuh cinta, setelah pertunangannya batal. Tepatnya ketika ikut pamannya yang sedang bereuni dengan teman-temannya dan di sana ia bertemu Reimma dan anaknya. Myers Linda, perempuan muda yang berusia 22 tahun. Gadis yang berhasil memenuhi pikirannya di setiap harinya. Setelah itu besoknya dengan penuh keberanian, Keeiko berkunjung ke rumah Reimma untuk mempersunting Myli. Kalau diterima, detik itu juga ia akan membawa orang tuanya. Reimma senang saja, apalagi mengenal keponakannya Romli. Saat itu Reimma berjanji akan memberikan jawaban setelah bertanya pada Myli. Merasa diterima dengan baik, Keeiko pun berpikir bahwa gadis pujaannya akan menerimanya. Tetapi salah besar, justru yang diterima adalah penolakan. Meskipun sudah ditolak, Keeiko tetap menunggunya sampai siap. Siapa sangka, di tengah kesibukannya ini. Tiba-tiba saja dihubungi oleh Myli dan yang paling terkejut adalah ia menerimanya. Keeiko sangat senang, bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi bertemu dengannya. Dan di sini lah dirinya sekarang, kafe dengan nuansa semi outdoor. Tempat paling cocok untuk berkomunikasi mengenai hubungan mereka selanjutnya. “Hai.” Suara halus nan lembut itu begitu menenangkan bagi pendengarannya. Myli duduk di depannya. Bertingkah malu-malu kucing, jari-jarinya saling bertautan dan memilin. “Apa kau ingin memesan sesuatu terlebih dahulu?” Tawar Keeiko. “Tenang saja, aku yang akan membayarnya.” Lanjutnya lagi sembari terkekeh kecil, mencairkan suasana yang tegang. Myli menggeleng, “tidak, terima kasih. Aku ingin langsung saja ke pembahasan inti.” Sebagai seseorang yang menghargai dan tahu bahwa ke kafe berarti harus membeli. Bukan duduk di sana berjam-jam tanpa memesan lalu pulang. Tentu saja sebelum Myli datang, Keeiko sudah memesankannya take away untuknya. Tahu, gadis itu menolak menikmati santapan di meja yang sama. “Kau ingin bertunangan terlebih dahulu apa langsung menikah?” Tanya Keeiko. Pria dewasa selalu berbicara ke topik utama. “Aku serahkan padamu, kau inginnya hubungan seperti apa?” “Aku ingin hubungan yang serius… kalau bertunangan kita bisa pisah dan membatalkannya kapan saja. Menikah pun begitu, bisa bercerai kapan saja. Tapi dengan menikah, kita memiliki ikatan yang kuat dan memiliki alasan untuk mempertahankannya dan merubahnya untuk lebih bertahan selamanya. Sebagai suami, pastinya aku akan selalu berkepala dingin agar tidak ada perceraian di kemudian hari.” Myli menyimak, matanya menatap meja. “Mari kita menikah.” Lirihnya. Keeiko mengajak Myli berjabat tangan sebagai tanda kalau tidak ada yang memaksa apalagi dipaksa, juga tanda kalau hubungan mereka tidak main-main. “Deal.” Ujarnya secara bersamaan. Benar-benar kebahagiaan luar biasa bagi Keeiko. Tidak henti-hentinya kupu-kupu berkumpul di dada dan perutnya. “Setelah menikah kau ingin tinggal dimana, ingin uang bulanan berapa, dan ingin kamar seperti apa. Ingin dekorasi dan souvenir pernikahan seperti apa. Lalu ingin bertemakan apa dan memakai gaun berwarna apa? Beritahu aku ya… agar aku tahu dan bisa memberikan yang sesuai keinginanmu. Atau mau kita membahasnya bersama kedua orang tua kita? Kalau iya, besok aku akan ke rumahmu bersama orang tuaku.” Bertubi-tubi Keeiko memberikan pertanyaan. Myli sangat memahami tentang kewajiban Istri. Tentu saja ketika menikah, ia sudah menjadi tanggung jawab orang lain, bukan orang tuanya lagi. “Aku serahkan padamu semuanya, tetapi… bisa kah kau membantuku?” Myli berhenti, tenggorokannya tercekat, mau melanjutkan kalimatnya sangat berat. Ia tidak enak hati, takut dicap hanya memanfaatkan pria itu. Tapi Myli memiliki alasan dan tidak memiliki pilihan lagi. Pikirannya terlalu buntu. Keeiko mengangguk, “ya, katakan saja padaku. Aku selalu terbuka lebar untukmu.” “Maafkan aku… mau kah kau membantu melunasi hutang Ibuku? Sekali lagi maafkan aku.” Myli menyatukan kedua tangannya, benar-benar merasa tidak enak. “Berapa jumlah uang yang dibutuhkannya.” “27 juta.” Myli meneguk ludahnya susah payah, menurutnya itu nominal sangat banyak. Namun bagi Keeiko itu angka yang sangat kecil sekali. “Nanti akan aku beri 100 juta untuk Ibumu…” Myli tidak bisa berkata-kata, semudah itu mengeluarkan uang? “Maaf, aku tidak bisa menggantinya. Mungkin bisa kalau kau memperbolehkan ku bekerja, nantinya.” “Tidak perlu. Kau cukup menggantinya dengan mencintaiku sebagai suamimu dan di sisi ku sampai maut memisahkan kita.” Keeiko membalas seraya menatapnya lama. Cinta… takut ketika dirinya mulai ketergantungan, ujungnya malah dikhinati. Itu sangat menyakitkan. Namun bukankah cinta itu datang karena terbiasa? Lalu untuk apa khawatir? Dan katanya, apabila cinta pria yang lebih besar maka si perempuan itu akan beruntung. Myli dibuat terdiam lagi dengan ketidakpelitannya. Saat berdiri, Keeiko langsung menyodorkan banyak makanan dan papper bag hologram yang entah apa isinya. Dirinya tidak sadar kapan pria itu membawa atau memesannya. “Untukmu.” Keeiko tersenyum pada Myli. “Terima kasih banyak.” Dia mengambil alih. Ucapan selanjutnya dan tangan Keeiko yang memegang tangan Myli, menghentikan pergerakannya. “Tunggu… mau kah kau meluangkan waktu sebentar denganku agar kita saling mengenal?”“Bitch! Kau tidak usah merasa sok cantik. Bangga berlebihan seolah-olah perusahaan ini milikmu. Kalau saja bukan Istri dari Pak Keeiko, selamanya kau tidak akan pernah menginjakkan kaki di sini.” Siapa lagi jika bukan Elsa yang bermulut pedas dan bernada ketus. Entah jalan apa yang ia lewati sampai bertemu demit satu ini. Tetapi Elsa tidak sendiri, di sampingnya ada sosok lain yang malah menyembunyikan tawa darinya. Percuma saja, Myli sudah tahu bahwa itu tawa ejekan. Niatnya ingin jalan-jalan agar dirinya terhibur. Ah, nasib buruk akibat menolak ajakan Keeiko untuk menungguinya meeting. “Oh begitukah? Artinya aku beruntung ya. Selangkah lebih maju dari orang-orang yang mengagumi dan menyukai Keeiko.” Balas Myli tenang dan menganggapnya itu pujian baru untuknya. Ya, dirinya memang beruntung saat ini. Tapi masa depan tidak ada yang tahu kan… Menyebalkan. Elsa sudah siap mejawabnya lagi mendadak urung. Dipuji tidak pantas, dihina tidak tumbang. Kemudian mereka Elsa dan temannya sali
“Keeiko… apa tidak masalah aku datang ke sana? Aku kan tidak memiliki kepentingan sama sekali.” Tanyanya sendu. Sejujurnya ia merasa tidak percaya diri. Sudah pasti di sana tempatnya orang-orang sarjana berkumpul. Dari belakang yang jaraknya sedikit jauh. Myli ikut menelusuri penampilannya melalui kaca full body. Lebih tepatnya baju hari ini, sudah kah serasi atau belum? Ia lebih suka pakaian simple. Kok mirip pembantu ya ketimbang majiikan? Eh. Ia menyalahkan kaca itu yang bermasalah. Kalau dilihat dari cermin lain, ia terlihat sangat cantik kok. “Astaga… mikir apa aku ini!” Dalam batinya ia menggerutu. “Myli, kau pagi-pagi sudah bertingkah seperti orang yang memiliki hutang. Jangan dipukul seperti itu, kalau ada masalah ceritakan padaku…” Tegur Keeiko, dirinya merasa gagal fokus ketika memakai sepatu. Myli hanya menepuk keningnya, itupun pelan. Tidak mungkin menyakiti dirinya sendiri di saat berusaha selflove. Memandang Keeiko yang benar-benar sudah siap dan akan berangkat. Sem
Jari-jarinya sangat lincah dalam memencet keyboard laptop. Fokusnya terpecah, sesekali ia menoleh ke samping, ke arah pintu kamar mandi. Menunggu perempuan yang dicintainya, yang sudah sah menjadi istrinya, menunjukkan diri. Bukan apa, Keeiko itu terbayang Myli menceburkan diri ke bak mandi. Myli mengangkat kedua tangan ke atas kemudian ke bawah. Menenangkan dirinya sendiri yang hampir tremor. Dia berlari ke sini dengan harapan Keeiko tertidur duluan. Kalau begitu kan ia merasa lega selega-leganya. “Takut…” Cicitnya yang saat ini di dalam kamar mandi. “Takut dianu…” Gumamnya lagi. “Eh tapi,” pikirannya melayang ke arah ciuman perdana mereka. Ia pegang bibirnya yang sudah tidak perawan itu. “Hhh, enyah lah…” Myli menggeleng dan menepuk-nepuk pelan kepalanya. Biar segala pemikiran kotor hilang dari otaknya. “Myli, kau sedang apa di sana? Apa terjadi sesuatu?” Keeiko merasa janggal, sudah ia perhatikan istrinya ke kamar mandi sedari pukul 8 dan kini sudah pukul 10. Tidak ada
“Lihat itu. Myli selangkah lebih maju dari kau. Souvenirnya pun mahal dan bermerk, aku sangat iri…” Killyan menyenggol lengan anaknya yang banyak melamun hari ini. Sebagai Ibu ingin yang terbaik untuk anaknya. Kayye memutar bola matanya, “Keeiko itu kaya raya sedari Ibu dan Ayahnya kecil. Wajar saja mewah dan mahal, jangan norak seperti itu.” Tidak bisa disangkal rumah Keeiko membuat Kayye ingin merasakannya juga. “Maka cari lah yang seperti dia. Tinggalkan kekasihmu itu.” “Tidak mau!! Setidaknya aku dan Gion saling mencintai. Sedangkan dia belum tentu dicintai, orang kaya itu seleranya tinggi dan harus setara. Hah… kasihan sekali mempunyai istri seperti itu. Pengangguran, lulusan SMA, dan pas-pasan, benar-benar aib di tengah-tengah keluarga mereka.” Kayye berdecih sinis. Muak sekali banyak yang mengagungkan Myli. Norak!! Tapi jangan salah, justru penampilan orang kaya itu selalu sederhana. Mereka juga tidak memamerkan harta kekayaannya, yang seperti itu malah orang baru k
Yang dulu kedua tangan ini saling berjauhan, kini saling berpegangan. Tangan ini lah yang nantinya akan menuntun Myli menuju ke arah yang lebih baik. Setelah saling berikrar janji suci dan pemakaian cincin. Pemimpin agama memegang tangan keduanya seraya mengucap doa berkat, menyatakan keduanya menjadi suami istri yang sah di hadapan Tuhan juga dipertontonkan oleh mereka semua dan keluarga-keluarga. “Harus kah berciuman?” Tanya Myli, berharap ada kata tidak. Setelah sang pendeta menyuruhnya. Namun Keeiko yang tidak ingin melewatkan hal itu, tentu saja memanfaatkan ketidaktahuannya. “Ya, sebagai penyegelan janji.” Keeiko berkata disertai menahan tawa. Sama-sama ciuman first time, di penutup acara sakral ini. Keeiko mendekatkan wajahnya tanpa bisa disangkal lagi oleh Myli, mereka sudah sah. Dikecupnya sebentar saja bibir Myli yang malu-malu canggung dan kaku. Hingga kejadian itu membuat mereka bersorak gembira dan menggodanya. Myli ingin menghilang saja rasanya, benar-benar sal
Memuncak sudah kekesalannya. Setelah kemarin melihat ada laki-laki asing dan kaya berkunjung ke rumah tetangganya. Sekarang di meja ruang tamunya ada undangan pernikahan wanita itu dengan pria kemarin. Benar-benar tidak bisa dinalar, bagaimana bisa? Kayye kepanasan bukan main. Rasa geram dan kesal sudah mencapai ke ubun-ubunnya. Hanya dirinya saja yang boleh merasakan keberuntungan itu, sedangkan orang lain tidak boleh. Kayye tersenyum smirk, “pasti juga dimanfaatkan saja, cuma bua dipakai lalu dibuang. Tidak mungkin ada orang seganteng itu mau sama wanita biasa saja dan tidak begitu menarik.” Ia semangati dirinya sendiri dan menepis pemikiran jika Myli akan bahagia. Omong kosong!! Kenyataan pahit bahwa pria itu duluan yang menyukai Myli, membuat Kayye setres. Hingga tanpa sadar ia menendang kursi kayu dengan kuat. “Auhss. Sialan, sakit sekali kakiku…” Nyeri dan panas yang dirasakannya. Ya begitu lah, karena banyak tingkah. Nyatanya, setiap individu sudah mendapatkan porsinya







