LOGINYang dulu kedua tangan ini saling berjauhan, kini saling berpegangan. Tangan ini lah yang nantinya akan menuntun Myli menuju ke arah yang lebih baik.
Setelah saling berikrar janji suci dan pemakaian cincin. Pemimpin agama memegang tangan keduanya seraya mengucap doa berkat, menyatakan keduanya menjadi suami istri yang sah di hadapan Tuhan juga dipertontonkan oleh mereka semua dan keluarga-keluarga. “Harus kah berciuman?” Tanya Myli, berharap ada kata tidak. Setelah sang pendeta menyuruhnya. Namun Keeiko yang tidak ingin melewatkan hal itu, tentu saja memanfaatkan ketidaktahuannya. “Ya, sebagai penyegelan janji.” Keeiko berkata disertai menahan tawa. Sama-sama ciuman first time, di penutup acara sakral ini. Keeiko mendekatkan wajahnya tanpa bisa disangkal lagi oleh Myli, mereka sudah sah. Dikecupnya sebentar saja bibir Myli yang malu-malu canggung dan kaku. Hingga kejadian itu membuat mereka bersorak gembira dan menggodanya. Myli ingin menghilang saja rasanya, benar-benar salah tingkah dan pengalaman baru dalam hidupnya. “Selamat atas pernikahan kalian…” Reimma segera memeluk anaknya dengan haru yang menggebu-gebu. Ada rasa sedih juga di hatinya. Anaknya sudah menjadi milik orang lain dan tentunya akan jauh darinya. Dulu masih ada digenggamannya, kini sudah menjadi genggaman suaminya. “Ibu,” Myli ingin menangis rasanya. Reimma datang bersama Jems— Ayah sambungnya. “Senang menyaksikan kebahagiaan kalian,” Jems pun ikut memeluknya. Hubungan mereka tidak begitu dekat tetapi juga tidak begitu jauh. “Terima kasih Ayah, Ibu…” Maime dan Klein, kedua orang tua Keeiko datang dengan hebohnya. “Akhirnya kau laku juga, anakku…” Ujar sang Ayah. Sesama laki-laki pastinya chill dan gaul. Tersenyum lebar lalu tertawa pendek khas pria miliarder, ia tepuk pundak anaknya itu. “Pesona anakku memang tidak main-main,” timpal Maime. Pesonanya memang sangat memabukkan dan membuat Myli kelabakan. “Ini semua berkat Ayah dan Ibu yang luar biasa dalam membesarkanku.” Tanpa orang tua hebat, dirinya hanya lah pria yang tanpa arah dan tidak memiliki kehidupan seperti ini. Keeiko peluk Ibunya, yang sampai kapanpun ia tetap lah anak kecil di mata Maime. Datang lah si Kayye dan Ibunya— Killyan. “Wow Mily, habis ini hidupmu akan sejahtera dan sukses!! Jangan lupakan kami tetanggamu yang pernah memberimu makan dan uang.” Killyan tersenyum setelah berbicara seperti itu, dengan menjabat tangan Mily. Kayye pun ikut angkat bersuara, mengingatkan hubungan mereka dulu. “Jangan lupakan aku juga kalau kau sudah sukses. Aku dulu yang selalu menemanimu.” Hanya sebentar, lalu tanpa penjelasan menjauhinya. Apa masih pantas disebut teman? Mily yang memang tidak bisa tegas, seperti menimpalinya dengan kasar. Perempuan itu pun hanya tersenyum dan berkata terima kasih. Walau berat bersikap seperti itu, tersenyum seolah baik-baik saja. Myli tahu dan melihat, tatapan Kayye terpanah dengan Keeiko. “Ada apa dengan suamiku?” Myli menggandeng lengan Keeiko. Ia hapus jauh-jauh rasa gengsi itu demi membalas sedikit si Kayye. Seperti kucing yang dikasih ikan, Keeiko malah semakin menjadi dan memancing pelototan dari Myli. Haha. Kayye tersadar dari lamunannya dan pergi begitu saja. “Jangan dilepas…” Ujar Keeiko menahan tangan Myli yang akan menjauh itu. Terjebak oleh tingkahnya sendiri, tapi sangat nyaman. Bukan hotel ataupun gedung. Tapi rumah megahnya yang disulap begitu indah dan meriah untuk acara pernikahannya. Karpet merah beludru dan tebal dari depan hingga taman belakang— spot utama, memanjang layaknya acara red carpet. Lalu saat memasuki taman belakang yang luas, gerbang menjulang tinggi dihiasi oleh bunga lily dan mawar putih, serta tirai kristal yang menjuntai elegan. Cocok untuk mereka menikmati suasana segar di sini, tidak ada kesan panas ataupun engap di sini. Pisau yang sangat panjang dan besar itu dipegang oleh keduanya. Dengan senyuman tiada henti, mereka bersama-sama memotong kue yang tinggi dan besar di depannya. Kemudian dipotong lebih kecil lagi untuk bisa dihidangkan di piring kue. “Siapa dulu yang ingin disuapi? Kau atau aku?” Tanya Keeiko. Bukannya menjawab, Myli malah melihat ke sekelilingnya. “Bagaimana kalau pada orang tua masing-masing dahulu? Karena mereka spesial…” Usul Myli. Sarannya itu diangguki oleh Keeiko. Setelahnya, giliran mereka berdua lah yang saling menyuapi. Di sana sangat ramai dipenuhi oleh orang-orang perusahaan Keeiko, lalu teman-teman kedua orang tuanya. Keluarga besar lainnya yang sudah sepuh, remaja, masih kecil pun ada. Berbeda generasi saling membaur di sana.“Bitch! Kau tidak usah merasa sok cantik. Bangga berlebihan seolah-olah perusahaan ini milikmu. Kalau saja bukan Istri dari Pak Keeiko, selamanya kau tidak akan pernah menginjakkan kaki di sini.” Siapa lagi jika bukan Elsa yang bermulut pedas dan bernada ketus. Entah jalan apa yang ia lewati sampai bertemu demit satu ini. Tetapi Elsa tidak sendiri, di sampingnya ada sosok lain yang malah menyembunyikan tawa darinya. Percuma saja, Myli sudah tahu bahwa itu tawa ejekan. Niatnya ingin jalan-jalan agar dirinya terhibur. Ah, nasib buruk akibat menolak ajakan Keeiko untuk menungguinya meeting. “Oh begitukah? Artinya aku beruntung ya. Selangkah lebih maju dari orang-orang yang mengagumi dan menyukai Keeiko.” Balas Myli tenang dan menganggapnya itu pujian baru untuknya. Ya, dirinya memang beruntung saat ini. Tapi masa depan tidak ada yang tahu kan… Menyebalkan. Elsa sudah siap mejawabnya lagi mendadak urung. Dipuji tidak pantas, dihina tidak tumbang. Kemudian mereka Elsa dan temannya sali
“Keeiko… apa tidak masalah aku datang ke sana? Aku kan tidak memiliki kepentingan sama sekali.” Tanyanya sendu. Sejujurnya ia merasa tidak percaya diri. Sudah pasti di sana tempatnya orang-orang sarjana berkumpul. Dari belakang yang jaraknya sedikit jauh. Myli ikut menelusuri penampilannya melalui kaca full body. Lebih tepatnya baju hari ini, sudah kah serasi atau belum? Ia lebih suka pakaian simple. Kok mirip pembantu ya ketimbang majiikan? Eh. Ia menyalahkan kaca itu yang bermasalah. Kalau dilihat dari cermin lain, ia terlihat sangat cantik kok. “Astaga… mikir apa aku ini!” Dalam batinya ia menggerutu. “Myli, kau pagi-pagi sudah bertingkah seperti orang yang memiliki hutang. Jangan dipukul seperti itu, kalau ada masalah ceritakan padaku…” Tegur Keeiko, dirinya merasa gagal fokus ketika memakai sepatu. Myli hanya menepuk keningnya, itupun pelan. Tidak mungkin menyakiti dirinya sendiri di saat berusaha selflove. Memandang Keeiko yang benar-benar sudah siap dan akan berangkat. Sem
Jari-jarinya sangat lincah dalam memencet keyboard laptop. Fokusnya terpecah, sesekali ia menoleh ke samping, ke arah pintu kamar mandi. Menunggu perempuan yang dicintainya, yang sudah sah menjadi istrinya, menunjukkan diri. Bukan apa, Keeiko itu terbayang Myli menceburkan diri ke bak mandi. Myli mengangkat kedua tangan ke atas kemudian ke bawah. Menenangkan dirinya sendiri yang hampir tremor. Dia berlari ke sini dengan harapan Keeiko tertidur duluan. Kalau begitu kan ia merasa lega selega-leganya. “Takut…” Cicitnya yang saat ini di dalam kamar mandi. “Takut dianu…” Gumamnya lagi. “Eh tapi,” pikirannya melayang ke arah ciuman perdana mereka. Ia pegang bibirnya yang sudah tidak perawan itu. “Hhh, enyah lah…” Myli menggeleng dan menepuk-nepuk pelan kepalanya. Biar segala pemikiran kotor hilang dari otaknya. “Myli, kau sedang apa di sana? Apa terjadi sesuatu?” Keeiko merasa janggal, sudah ia perhatikan istrinya ke kamar mandi sedari pukul 8 dan kini sudah pukul 10. Tidak ada
“Lihat itu. Myli selangkah lebih maju dari kau. Souvenirnya pun mahal dan bermerk, aku sangat iri…” Killyan menyenggol lengan anaknya yang banyak melamun hari ini. Sebagai Ibu ingin yang terbaik untuk anaknya. Kayye memutar bola matanya, “Keeiko itu kaya raya sedari Ibu dan Ayahnya kecil. Wajar saja mewah dan mahal, jangan norak seperti itu.” Tidak bisa disangkal rumah Keeiko membuat Kayye ingin merasakannya juga. “Maka cari lah yang seperti dia. Tinggalkan kekasihmu itu.” “Tidak mau!! Setidaknya aku dan Gion saling mencintai. Sedangkan dia belum tentu dicintai, orang kaya itu seleranya tinggi dan harus setara. Hah… kasihan sekali mempunyai istri seperti itu. Pengangguran, lulusan SMA, dan pas-pasan, benar-benar aib di tengah-tengah keluarga mereka.” Kayye berdecih sinis. Muak sekali banyak yang mengagungkan Myli. Norak!! Tapi jangan salah, justru penampilan orang kaya itu selalu sederhana. Mereka juga tidak memamerkan harta kekayaannya, yang seperti itu malah orang baru k
Yang dulu kedua tangan ini saling berjauhan, kini saling berpegangan. Tangan ini lah yang nantinya akan menuntun Myli menuju ke arah yang lebih baik. Setelah saling berikrar janji suci dan pemakaian cincin. Pemimpin agama memegang tangan keduanya seraya mengucap doa berkat, menyatakan keduanya menjadi suami istri yang sah di hadapan Tuhan juga dipertontonkan oleh mereka semua dan keluarga-keluarga. “Harus kah berciuman?” Tanya Myli, berharap ada kata tidak. Setelah sang pendeta menyuruhnya. Namun Keeiko yang tidak ingin melewatkan hal itu, tentu saja memanfaatkan ketidaktahuannya. “Ya, sebagai penyegelan janji.” Keeiko berkata disertai menahan tawa. Sama-sama ciuman first time, di penutup acara sakral ini. Keeiko mendekatkan wajahnya tanpa bisa disangkal lagi oleh Myli, mereka sudah sah. Dikecupnya sebentar saja bibir Myli yang malu-malu canggung dan kaku. Hingga kejadian itu membuat mereka bersorak gembira dan menggodanya. Myli ingin menghilang saja rasanya, benar-benar sal
Memuncak sudah kekesalannya. Setelah kemarin melihat ada laki-laki asing dan kaya berkunjung ke rumah tetangganya. Sekarang di meja ruang tamunya ada undangan pernikahan wanita itu dengan pria kemarin. Benar-benar tidak bisa dinalar, bagaimana bisa? Kayye kepanasan bukan main. Rasa geram dan kesal sudah mencapai ke ubun-ubunnya. Hanya dirinya saja yang boleh merasakan keberuntungan itu, sedangkan orang lain tidak boleh. Kayye tersenyum smirk, “pasti juga dimanfaatkan saja, cuma bua dipakai lalu dibuang. Tidak mungkin ada orang seganteng itu mau sama wanita biasa saja dan tidak begitu menarik.” Ia semangati dirinya sendiri dan menepis pemikiran jika Myli akan bahagia. Omong kosong!! Kenyataan pahit bahwa pria itu duluan yang menyukai Myli, membuat Kayye setres. Hingga tanpa sadar ia menendang kursi kayu dengan kuat. “Auhss. Sialan, sakit sekali kakiku…” Nyeri dan panas yang dirasakannya. Ya begitu lah, karena banyak tingkah. Nyatanya, setiap individu sudah mendapatkan porsinya







