Share

Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal
Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal
Penulis: Suhadii90

Siap Bertanggungjawab

Sagara, dalam keputusasaan akibat pengusiran oleh ayah tirinya, menghadapi dilema tentang tempat tinggal yang layak baginya. Satu-satunya warisan yang dimilikinya kini hanyalah sebuah mobil hitam yang ditinggalkan oleh ayah yang telah tiada selamanya.

"Damar yang tak berbelas kasihan! Arrghhh!" teriaknya, diikuti dengan tendangan keras ke ban mobilnya. Ia juga menarik rambutnya dengan keras sebelum memejamkan matanya.

"Ke mana lagi saya harus pergi? Tabungan saya hanya cukup untuk bertahan seminggu," ucapnya dengan lirih, sambil mengusap air mata yang mengalir di sudut matanya.

Saat ia hendak kembali ke dalam mobilnya, mata Sagara menangkap sosok yang berdiri di tepi jembatan, tampaknya siap untuk melompat ke bawah.

"Hei! Jangan melakukannya!" serunya, lalu ia berlari menuju perempuan tersebut dengan secepat mungkin.

"Jangan melakukannya!" ucap Sagara lagi, sambil menarik tubuh perempuan itu sehingga keduanya terjatuh ke aspal.

Meskipun terkesan tidak senang dengan bantuan yang diberikan, Hanna Andira memandang tajam wajah Sagara seolah-olah tidak menyukai fakta bahwa ia harus diselamatkan.

"Anda tidak perlu menolong saya! Saya tidak membutuhkan bantuan anda!" kata Hanna dengan penuh kekesalan.

Sagara menatap wajah Hanna yang sedang menangis. Pandangannya kemudian turun ke arah perut yang agak membuncit, menunjukkan bahwa perempuan itu sedang mengandung.

“Kamu sedang mengandung. Mengapa kamu ingin mengakhiri hidupmu seperti ini, huh? Apakah kamu benar-benar ingin mengakhiri segalanya dengan sia-sia?” ucap Sagara, sedikit kesal atas tindakan Hanna sebelumnya.

Hanna mendengus dengan kasar. “Orang yang menghamiliku saja tidak peduli padaku. Mengapa kamu begitu peduli padaku? Biarkan aku mati! Ayah dari anak ini juga sudah tidak peduli lagi padaku! Aku ingin mati bersama anak ini yang sedang aku kandung!”

Hanna bangkit dari duduknya lagi dan hendak menuju sungai yang mengalir deras di bawah sana. Sagara menahan tangan Hanna dan menghela napasnya panjang.

“Jangan lakukan itu. Kamu butuh seorang ayah untuk anak ini? Aku akan menikahimu. Saat ini, aku membutuhkan tempat tinggal. Aku akan bertanggung jawab atas kehamilanmu ini.”

Hanna tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Sagara. “Apa? Kamu gila? Bagaimana bisa itu terjadi? Siapa namamu?” tanya Hanna.

“Sagara. Sagara. Aku butuh tempat tinggal, aku baru saja diusir oleh ayah tiriku. Ini semacam simbiosis mutualisme. Tolong!”

Hanna menelan ludahnya dan menatap wajah Sagara sekali lagi. “Apakah kamu yakin, ingin menikah denganku dan bertanggung jawab sebagai ayah bagi anakku?”

“Iya. Siapa namamu? Kita akan langsung pergi ke rumahmu sekarang jika kamu tidak percaya bahwa aku akan menikahimu. Kita akan bertemu dengan orangtuamu sekarang juga,” ujar Sagara.

Hanna menghela napas panjang. “Hanna. Aku tidak yakin bahwa kamu akan melanjutkan niatmu ini setelah bertemu dengan kedua orangtuaku, Sagara.”

“Kita akan mencoba. Selama kamu mau bekerja sama,” jawab Sagara.

Hanna terdiam sejenak, namun akhirnya menerima tawaran dari lelaki tersebut.

Keduanya pun berangkat ke rumah orangtua Hanna untuk meminta restu.

*Bugh!*

Sebuah hantaman keras mendarat dengan sempurna di wajah Sagara. Itu merupakan sambutan yang diberikan oleh ayah Hanna setelah Sagara menjelaskan maksud dan tujuannya datang.

“Berani sekali kamu menghamili anak saya dan hanya meminta maaf karena telah membuatnya hamil! Brengsek!” bentak calon mertua yang memberikan pukulan tersebut.

Itu bukan kali pertama, dan kemungkinan bukan juga yang terakhir. Sagara harus bersabar menahan rasa sakit.

“Sekali lagi saya mohon maaf, Pak. Saya minta maaf atas kesalahan yang saya lakukan. Kedatangan saya ke sini adalah untuk bertanggung jawab. Saya akan menjadi suami yang baik bagi Hanna,” ujar Sagara, setelah Krisna, calon mertuanya itu, berhenti meninju.

Sagara memang datang untuk melamar Hanna yang sedang hamil. Namun, dia bukanlah ayah dari bayi yang dikandung Hanna. Itu hanyalah pura-pura belaka.

“Kamu pikir, dengan hanya mengatakan bahwa kamu akan bertanggung jawab dan menikahi anak saya, saya akan luluh? Tidak! Tidak semudah itu!" bentak Krisna, menatap tajam wajah Sagara yang penuh dengan lebam.

“Saya mohon, Pak. Izinkan saya untuk menikahi putri Bapak," pinta Sagara, sambil tetap menahan rasa sakit di beberapa titik di wajahnya.

“Siapa namamu?! Dan sejak kapan kalian menjalin hubungan?!” tanya Krisna dengan kasar.

“Nama saya Sagara, Pak. Kami sudah menjalin hubungan selama enam bulan terakhir. Kehamilan Hanna sudah memasuki usia tiga bulan. Kami baru mengetahuinya karena Hanna baru saja melakukan tes kehamilan. Dia datang kepada saya dan memberitahu bahwa dia sedang hamil,” jelaskannya dengan tenang.

Namun, Krisna mengubah ekspresinya ketika mendengar penjelasan yang benar-benar dia karang sendiri oleh Sagara. Hanya demi keinginan untuk menumpang hidup, Sagara rela melakukan segala sesuatu asalkan bisa menikahi Hanna.

“Saya berjanji akan membuat Hanna bahagia seperti yang telah kami lakukan selama kami menjalin hubungan. Kita harus segera melaksanakan pernikahan ini, mengingat usia kandungan Hanna sudah tiga bulan,” tambahnya kemudian.

*Bugh!*

Krisna kembali memukul Sagara.

“Papa! Berhenti memukul Sagara lagi. Dia sudah setuju untuk bertanggung jawab. Coba pikir, kalau dia kabur! Sudahlah, Pa. Jangan bersikap arogan seperti ini!” seru Sinta—istri Krisna dan ibu dari Hanna.

“Diam! Saya sedang menghukum anak ini. Dia telah membuat keluarga kita malu. Ini adalah aib, Sinta! Aib!” pekik Krisna sambil memegang kerah kemeja Sagara.

Tidak ada perlawanan sedikit pun dari Sagara. Ia pasrah, seolah-olah memang dialah yang telah menghamili Hanna. Pria itu malah menatap Hanna yang tengah menangis, mengulas senyum tipis, lalu kembali menatap Krisna.

“Apa yang ingin Bapak lakukan pada saya, lakukanlah. Asalkan izinkan saya bertanggung jawab dan menikahi Hanna. Saya mencintainya, Pak. Saya ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan padanya,” ujar Sagara, memohon kepada Krisna.

Pria itu sangat pandai dalam bertutur kata, membuat Krisna bingung dan tak tahu lagi harus berkata apa. Sorot mata yang penuh dengan ketidaksetujuan terlihat jelas pada Sagara.

“Siapa nama asli kamu?” tanya Krisna datar.

“Sagara.”

“Di mana kamu tinggal? Apa pekerjaanmu?”

Sagara menelan ludahnya, karena tidak bisa memberikan jawaban yang sebenarnya tidak ia miliki.

“Saya tinggal di Perumahan Indah Permai, Pak. Saya tidak memiliki pekerjaan tetap karena saya masih kuliah. Mungkin saya tidak akan melanjutkan S2 karena akan fokus pada pernikahan kami. Tetapi, jangan khawatir, setelah kami menikah, saya akan mencari pekerjaan untuk menafkahi Hanna dan calon anak kami,” jelaskannya dengan jujur.

Hanna merasa iba mendengar penjelasan Sagara yang tulus. Tidak punya pekerjaan, padahal ia adalah pewaris tunggal Anumerta Corporation—yang sekarang sudah dirampas oleh ayah tirinya, Damar.

“Cih!” Krisna mendecak kesal. “Tidak punya pekerjaan! Masih mahasiswa, masih bau kencur, dan berani menghamili anak saya! Di mana orang tua kamu? Biar saya yang menghadap langsung.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status