Share

Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat
Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat
Author: Lilia

Bab 1

Author: Lilia
"Sudah miskin, nggak tahu malu pula."

Setelah lima tahun tidak bertemu, Luis menghinaku di depan umum.

Orang bodoh ini tidak tahu bahwa dia sedang menghina istri konglomerat yang kini disanjung oleh banyak orang.

Di lobi hotel, Luis masuk dengan menggandeng Paula.

Para pebisnis elite langsung mengenalinya, mereka tampak sangat gembira dan berbondong-bondong menghampirinya.

"Pak Luis! Nggak disangka, kita akan bertemu di Konferensi Bisnis! Hanya dalam lima tahun, perusahaan Anda sudah masuk ke bursa saham, Anda memang pemuda yang berbakat!"

"Pak Luis! Anda juga datang untuk mendapat dukungan orang itu, 'kan?"

Luis menganggukkan kepalanya dengan pelan, lalu orang-orang di sekitar pun mulai berbisik.

Hampir semua tamu di sini datang dengan penuh harapan, mereka berharap bisa mendapatkan dukungan dari konglomerat.

Seseorang menatap Paula.

"Ini pasti Nyonya Loren, 'kan? Kalian memang ditakdirkan untuk bersama."

Paula mendekatkan tubuhnya ke arah Luis sambil tersenyum anggun.

"Kami belum mendaftarkan pernikahan, kami berencana untuk menikah dan mengadakan resepsi setelah perusahaan resmi menjadi pemimpin industri. Saat itu tiba, aku akan mengirimkan undangan pada kalian, kalian harus datang."

Seketika, Luis tampak sangat canggung, tetapi dia segera tersenyum kaku.

"Belakangan ini, kami sibuk mengurus perusahaan. Tapi, kami sudah lama saling mencintai, akta nikah dan resepsi hanyalah formalitas."

Terdengar berbagai ucapan selamat.

Aku yang mendengar dari samping pun kaget.

Mereka belum resmi menikah?

Beberapa hari setelah aku putus dengan Luis, dia langsung melamar Paula. Dia begitu mengharapkan dukungan dari Keluarga Santoso, seharusnya mereka sudah lama menikah, kenapa ditunda sampai sekarang?

Bagaimanapun di kalangan mereka, pernikahan adalah cara paling ampuh untuk memperkuat kekuasaan.

Saat ini, seorang satpam menghampiriku dengan ekspresi serius.

"Nyonya, ini resor bintang delapan, nggak sembarang orang boleh masuk."

Dia melirikku, sudut bibirnya sedikit terangkat dan tatapannya sangat sinis.

Tadi, aku baru bermain dengan anakku di pantai. Jadi, bajuku dipenuhi dengan pasir.

Sekarang, aku berdiri di dalam air mancur, sekujur tubuhku basah kuyup dan berantakan. Stempel di punggung tangan yang berfungsi untuk menandai identitas tamu pun sudah memudar, wajar kalau mereka salah paham padaku.

Aku segera menjelaskan, "Maaf, barang kesayangan putraku jatuh ke dalam air mancur. Aku akan pergi setelah menemukannya. Aku akan mengganti semua kerugian yang kutimbulkan, nomor kamarku adalah ...."

Satpam itu menyelaku dengan kesal, "Dasar orang miskin nggak tahu diri, kamu pasti menyelinap masuk. Mau menyamar jadi tamu pula, cepat pergi."

Suaranya sangat keras hingga menarik perhatian orang-orang di sekitar.

"Bagaimana bisa ada orang miskin di sini?"

"Lancang ... beraninya menyusup ke hotel yang sedang mengadakan Konferensi Bisnis, kamu nggak takut ditangkap?"

Tepat pada saat ini, Luis menoleh ke arahku.

Kami saling bertatapan.

Dia tertegun.

"Ziva?"

Satpam itu menatapnya dengan kaget.

"Pak Luis, Anda mengenalnya?"

Ekspresi Luis berubah drastis, dia berkata dengan nada meremehkan, "Seorang siswi miskin yang pernah dibantu ayahku, nggak dekat."

Setelah berkata demikian, dia mengalihkan pandangannya, seolah-olah keberadaanku dapat mengotori matanya.

Ekspresi ini persis dengan ekspresinya ketika dia mengusirku dari hidupnya.

Mendengar ucapan Luis, satpam itu menjadi makin berani. Dia mengulurkan tangan untuk mendorongku.

"Ternyata begitu, aku sudah sering melihat orang sepertimu. Setelah dibantu satu kali, kamu kira kamu bisa bergantung hidup pada pria selamanya?"

Aku menghindari dorongannya dan mulai kehilangan kesabaran.

"Sudah kubilang aku akan pergi setelah menemukan barangku, selain itu aku akan mengganti kerugian kalian."

Satpam itu mendengus dingin, ekspresinya makin sinis.

"Ganti rugi? Kamu?" Dia menunjuk ornamen di samping air mancur. "Kamu tahu apa ini? Ini patung yang dipahat langsung oleh seorang maestro, harganya 74 miliar. Orang miskin macam kamu tahu ada berapa banyak nol di dalam nominal ini? Kamu jual diri pun, nggak akan sanggup ganti rugi!"

Dia kembali mengulurkan tangan untuk menangkapku.

Mungkin baginya 74 miliar adalah nominal yang sangat besar, cukup untuk menakuti orang biasa.

Namun bagiku, uang ini bukanlah apa-apa.

"Cukup."

Luis yang sudah sampai di depan lift tiba-tiba kembali.

Dia berjalan mendekat dengan ekspresi datar, tatapannya sangat dingin, seolah-olah sedang menatap orang asing.

"Kamu cari apa? Berapa harganya? Kukasih ke kamu."

"Jangan pakai cara ini untuk menarik perhatianku." Dia berkata dengan kesal, "Trik seperti ini sangat rendahan, aku nggak tertarik pada orang sepertimu."

Paula segera menggenggam erat lengan Luis, wajahnya masih dibaluti dengan senyuman manis, tetapi matanya dipenuhi dengan rasa bangga dan niat licik.

"Ziva, kami sudah mau menikah. Aku tahu kamu nggak terima dicampakkan oleh Luis, tapi perbedaan di antara siswi miskin dan orang kaya bagaikan langit dan bumi. Kalian nggak mungkin bersama. Daripada kamu mempermalukan diri seperti ini, lebih baik kamu pergi dan jaga harga dirimu."

Aku tersenyum tipis, nada bicaraku sangat tulus.

"Semoga kalian segera diberi momongan."

Setelah berkata demikian, aku mengabaikan mereka dan berjongkok untuk mencari barang di dalam air mancur.

Itu adalah hadiah ulang tahun pertama yang diberikan suamiku pada putraku.

Bagi putraku, barang ini sangatlah berharga.

"Bagaimana baru kamu mau pergi?" Luis berkata dengan tegas, "Kamu menginginkan lebih banyak?"

Dia mengeluarkan ponselnya dengan kesal.

"Oke, aku akan mengaturkan pekerjaan untukmu di Grup Loren, tapi di cabang Gama. Minggu depan, kamu sudah boleh mulai bekerja. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi."

"Hanya Paula yang akan menjadi Nyonya Loren, aku dua tahun berpacaran denganmu hanya karena aku mengasihani orang lemah sepertimu."

"Pekerjaan ini cukup untukmu memulai kembali hidupmu. Carilah pria biasa yang cocok denganmu, jangan membuang-buang waktu untuk mengejarku."

Tiba-tiba, jarinya membeku.

Pesan di ponselnya membuat wajahnya memucat.

"Bukannya kamu pernah mendaftarkan datamu di Grup Loren? Kesalahan apa yang kamu perbuat? Sampai-sampai datamu dihapus?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 9

    Aku berkata sambil menggelengkan kepala, "Aku nggak butuh cincin berlianmu.""Kenapa? Berlian ini berkali-kali lipat lebih bagus dari berlian yang kamu berikan padaku dulu, bahkan lebih mahal dan langka dari berlian biru yang kamu pegang hari itu!""Luis, kamu masih ingat malam hujan itu? Kamu bilang cincin berlian kecil yang kuberikan padamu menjadi kekuatanmu untuk terus melangkah." Aku menatapnya dengan iba. "Tapi, setelah lima tahun nggak bertemu, kamu malah menyebutnya hadiah murahan. Kalian seperti dua orang yang berbeda, sebenarnya mana dirimu yang asli? Intinya, kamu sudah banyak berubah.""Aku nggak berubah." Dia menggelengkan kepala dengan putus asa. "Ziva, cintaku padamu nggak pernah berubah!""Cinta?" Aku terkekeh. "Memberikan Paula kapal pesiar dan melamarnya, itu yang dinamakan cinta?""Jelas-jelas, kamu tahu dia licik dan mungkin akan menyakitiku, tapi kamu malah mengabaikan hal ini demi kepentinganmu sendiri dan membiarkannya menghancurkan hidupku, itu yang dinamakan ci

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 8

    Sesampai di kamar suite lantai teratas, Randi perlahan-lahan meletakkan Kris yang sudah tertidur di atas kasur, lalu berbalik dan menarikku ke dalam pelukannya.Dia mengelus rambutku sambil bertanya, "Tadi kamu takut?"Aku menggelengkan kepala sambil bersandar di dadanya."Ada kamu di sini, aku nggak takut.""Tapi ...." Nada bicaranya berubah serius. "Paula Santoso ... aku pernah mendengar nama ini."Aku kebingungan. "Kamu pernah bertemu dengannya?""Sayang, bolehkah kamu menceritakan tentang insiden itu?"Sekujur tubuhku bergetar hebat."Aku ...." Suaraku gemetaran. "Aku nggak ingin mengingat kejadian itu.""Aku tahu ini berat bagimu." Randi mengecup dahiku. "Tapi, kalau kita nggak mengatasi mereka, mereka akan mencoba untuk menyakitimu lagi. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi."Di dalam pelukannya yang hangat, aku perlahan-lahan rileks dan mulai mengingat kejadian itu."Hari itu, setelah aku meninggalkan Luis, aku sedang berjalan pulang, tiba-tiba ada beberapa orang

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 7

    Paula membelalakkan sepasang mata belonya."Apa kamu bilang? Luis, kamu gila? Aku istrimu! Bagaimana boleh kamu mengkhianatiku?"Luis terkekeh, tetapi suaranya dibaluti dengan suatu emosi."Istri? Paula, kita belum mendaftarkan pernikahan mau pun mengadakan resepsi, bagaimana bisa kamu bilang aku mengkhianatimu?""Luis ...." Suara Paula gemetaran.Luis menyelanya, "Selama ini, kamu tahu aku nggak pernah mencintaimu.""Sedangkan aku terus membohongi diri sendiri, aku mengira waktu akan membuatku melupakan Ziva."Dia menatapku dengan penuh penyesalan."Hingga hari ini, melihatmu bersama orang yang kamu cintai, aku baru mengetahui aku sudah kehilanganmu.""Ziva, aku kehilangan cinta sejati dalam hidupku."Saking marahnya, wajah Paula berkerut hebat."Kamu mengkhianatiku demi dia? Luis, jangan lupa. Tanpa dukungan dari Keluarga Santoso, perusahaanmu nggak akan berkembang!""Beraninya kamu mengkhianatiku, kamu akan menyesal!"Luis menatap Paula, sisa kehangatan di matanya pun hilang."Kamu

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 6

    Randi meletakkan Kris yang sudah tertidur di pelukanku, lalu menghadap ke arah lobi.Detik berikutnya, sisi lembutnya menghilang dan digantikan dengan wibawa seorang penguasa bisnis."Sekarang ...." Suaranya tidak kuat, tetapi setiap kata yang diucapkan sangat lantang. "Jelaskan padaku, kenapa istriku diperlakukan seperti pencuri?"Manajer umum hotel keluar dari kerumunan dengan gemetaran, keringat dingin mengalir di keningnya."Pak Randi, ini ... ini salah paham. Kami nggak bermaksud menyinggung Nyonya ....""Salah paham?" Randi mendengus dingin. "Aku melihat kalian bertindak kasar pada istriku.""Ada yang menuduhnya mencuri dan menculik, itu juga salah paham?"Sikap para tamu segera berubah, mereka menyalahkan karyawan hotel."Keterlaluan! Bisa-bisanya kalian nggak sopan sama Nyonya!""Manajemen hotel ini bermasalah!""Pak Randi, kami bisa bersaksi. Para satpam ini yang memfitnah istri Anda!"Mereka yang sebelumnya menertawakanku, kini sikap mereka berubah drastis, mereka takut menyi

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 5

    Ketika perhatian semua orang tertuju pada pria itu, Kris memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri dari pelukan Paula. Dia berlari menghampiri pria yang baru muncul itu."Ayah! Ayah!"Kris menerjang ke pelukan pria itu sambil memeluk erat lehernya.Pria itu menggendong Kris dengan satu tangan, lalu mengusap punggungnya dengan lembut sambil berkata, "Nggak apa-apa, ada Ayah di sini."Kemudian, pria itu menatapku dengan tidak tega dan rasa bersalah."Sayang, aku datang terlambat."Akhirnya, aku berhasil melepaskan diri dari beberapa satpam yang menahanku.Para satpam mundur dengan ketakutan sambil menatapku dengan tidak percaya.Aku berdiri dan melangkah ke arah suamiku."Randi."Dia menarikku ke pelukannya, sama sekali tidak peduli dengan penampilanku yang lusuh.Di dalam pelukannya yang hangat dan aman, aku pun merasa lebih tenang."Sayang." Dia mengecup daun telingaku dengan lembut, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat sekeliling.Situasi di lobi sangat hening, seolah-olah

  • Dihina Miskin, Aku Istri Konglomerat   Bab 4

    Melihat ekspresi Luis, suatu kenangan pun melintas di benakku.Lima tahun yang lalu, malam itu turun hujan.Luis baru mengambil alih perusahaan. Karena kemampuannya kurang memadai, dia diragukan oleh dewan direksi.Dia duduk di kantor dengan kelelahan.Ketika aku menemukannya, dia sedang menatap sebuah cincin berlian dengan linglung.Itu adalah hadiah pertama yang kubelikan untuknya dengan tabunganku.Aku bertanya dengan pelan, "Ada apa?"Luis menatapku, tatapannya sangat lembut dan dibaluti dengan rasa bersalah. "Aku sedang memikirkan apakah aku pantas menerima hadiah semahal ini. Ziva, aku mungkin nggak bisa mengambil alih perusahaan ini."Aku berdiri di belakangnya sambil memijat bahunya dengan lembut."Kesuksesan bukan sesuatu yang instan, kamu sudah bekerja keras.""Ziva." Dia menoleh ke arahku, tatapannya sangat lesu. "Kalau suatu hari aku makin sukses atau mungkin menghadapi badai yang lebih besar dari sekarang, apa kamu akan tetap menemaniku?""Pasti." Tanpa ragu-ragu, aku lang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status