Aku berkata sambil menggelengkan kepala, "Aku nggak butuh cincin berlianmu.""Kenapa? Berlian ini berkali-kali lipat lebih bagus dari berlian yang kamu berikan padaku dulu, bahkan lebih mahal dan langka dari berlian biru yang kamu pegang hari itu!""Luis, kamu masih ingat malam hujan itu? Kamu bilang cincin berlian kecil yang kuberikan padamu menjadi kekuatanmu untuk terus melangkah." Aku menatapnya dengan iba. "Tapi, setelah lima tahun nggak bertemu, kamu malah menyebutnya hadiah murahan. Kalian seperti dua orang yang berbeda, sebenarnya mana dirimu yang asli? Intinya, kamu sudah banyak berubah.""Aku nggak berubah." Dia menggelengkan kepala dengan putus asa. "Ziva, cintaku padamu nggak pernah berubah!""Cinta?" Aku terkekeh. "Memberikan Paula kapal pesiar dan melamarnya, itu yang dinamakan cinta?""Jelas-jelas, kamu tahu dia licik dan mungkin akan menyakitiku, tapi kamu malah mengabaikan hal ini demi kepentinganmu sendiri dan membiarkannya menghancurkan hidupku, itu yang dinamakan ci
Sesampai di kamar suite lantai teratas, Randi perlahan-lahan meletakkan Kris yang sudah tertidur di atas kasur, lalu berbalik dan menarikku ke dalam pelukannya.Dia mengelus rambutku sambil bertanya, "Tadi kamu takut?"Aku menggelengkan kepala sambil bersandar di dadanya."Ada kamu di sini, aku nggak takut.""Tapi ...." Nada bicaranya berubah serius. "Paula Santoso ... aku pernah mendengar nama ini."Aku kebingungan. "Kamu pernah bertemu dengannya?""Sayang, bolehkah kamu menceritakan tentang insiden itu?"Sekujur tubuhku bergetar hebat."Aku ...." Suaraku gemetaran. "Aku nggak ingin mengingat kejadian itu.""Aku tahu ini berat bagimu." Randi mengecup dahiku. "Tapi, kalau kita nggak mengatasi mereka, mereka akan mencoba untuk menyakitimu lagi. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi."Di dalam pelukannya yang hangat, aku perlahan-lahan rileks dan mulai mengingat kejadian itu."Hari itu, setelah aku meninggalkan Luis, aku sedang berjalan pulang, tiba-tiba ada beberapa orang
Paula membelalakkan sepasang mata belonya."Apa kamu bilang? Luis, kamu gila? Aku istrimu! Bagaimana boleh kamu mengkhianatiku?"Luis terkekeh, tetapi suaranya dibaluti dengan suatu emosi."Istri? Paula, kita belum mendaftarkan pernikahan mau pun mengadakan resepsi, bagaimana bisa kamu bilang aku mengkhianatimu?""Luis ...." Suara Paula gemetaran.Luis menyelanya, "Selama ini, kamu tahu aku nggak pernah mencintaimu.""Sedangkan aku terus membohongi diri sendiri, aku mengira waktu akan membuatku melupakan Ziva."Dia menatapku dengan penuh penyesalan."Hingga hari ini, melihatmu bersama orang yang kamu cintai, aku baru mengetahui aku sudah kehilanganmu.""Ziva, aku kehilangan cinta sejati dalam hidupku."Saking marahnya, wajah Paula berkerut hebat."Kamu mengkhianatiku demi dia? Luis, jangan lupa. Tanpa dukungan dari Keluarga Santoso, perusahaanmu nggak akan berkembang!""Beraninya kamu mengkhianatiku, kamu akan menyesal!"Luis menatap Paula, sisa kehangatan di matanya pun hilang."Kamu
Randi meletakkan Kris yang sudah tertidur di pelukanku, lalu menghadap ke arah lobi.Detik berikutnya, sisi lembutnya menghilang dan digantikan dengan wibawa seorang penguasa bisnis."Sekarang ...." Suaranya tidak kuat, tetapi setiap kata yang diucapkan sangat lantang. "Jelaskan padaku, kenapa istriku diperlakukan seperti pencuri?"Manajer umum hotel keluar dari kerumunan dengan gemetaran, keringat dingin mengalir di keningnya."Pak Randi, ini ... ini salah paham. Kami nggak bermaksud menyinggung Nyonya ....""Salah paham?" Randi mendengus dingin. "Aku melihat kalian bertindak kasar pada istriku.""Ada yang menuduhnya mencuri dan menculik, itu juga salah paham?"Sikap para tamu segera berubah, mereka menyalahkan karyawan hotel."Keterlaluan! Bisa-bisanya kalian nggak sopan sama Nyonya!""Manajemen hotel ini bermasalah!""Pak Randi, kami bisa bersaksi. Para satpam ini yang memfitnah istri Anda!"Mereka yang sebelumnya menertawakanku, kini sikap mereka berubah drastis, mereka takut menyi
Ketika perhatian semua orang tertuju pada pria itu, Kris memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri dari pelukan Paula. Dia berlari menghampiri pria yang baru muncul itu."Ayah! Ayah!"Kris menerjang ke pelukan pria itu sambil memeluk erat lehernya.Pria itu menggendong Kris dengan satu tangan, lalu mengusap punggungnya dengan lembut sambil berkata, "Nggak apa-apa, ada Ayah di sini."Kemudian, pria itu menatapku dengan tidak tega dan rasa bersalah."Sayang, aku datang terlambat."Akhirnya, aku berhasil melepaskan diri dari beberapa satpam yang menahanku.Para satpam mundur dengan ketakutan sambil menatapku dengan tidak percaya.Aku berdiri dan melangkah ke arah suamiku."Randi."Dia menarikku ke pelukannya, sama sekali tidak peduli dengan penampilanku yang lusuh.Di dalam pelukannya yang hangat dan aman, aku pun merasa lebih tenang."Sayang." Dia mengecup daun telingaku dengan lembut, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat sekeliling.Situasi di lobi sangat hening, seolah-olah
Melihat ekspresi Luis, suatu kenangan pun melintas di benakku.Lima tahun yang lalu, malam itu turun hujan.Luis baru mengambil alih perusahaan. Karena kemampuannya kurang memadai, dia diragukan oleh dewan direksi.Dia duduk di kantor dengan kelelahan.Ketika aku menemukannya, dia sedang menatap sebuah cincin berlian dengan linglung.Itu adalah hadiah pertama yang kubelikan untuknya dengan tabunganku.Aku bertanya dengan pelan, "Ada apa?"Luis menatapku, tatapannya sangat lembut dan dibaluti dengan rasa bersalah. "Aku sedang memikirkan apakah aku pantas menerima hadiah semahal ini. Ziva, aku mungkin nggak bisa mengambil alih perusahaan ini."Aku berdiri di belakangnya sambil memijat bahunya dengan lembut."Kesuksesan bukan sesuatu yang instan, kamu sudah bekerja keras.""Ziva." Dia menoleh ke arahku, tatapannya sangat lesu. "Kalau suatu hari aku makin sukses atau mungkin menghadapi badai yang lebih besar dari sekarang, apa kamu akan tetap menemaniku?""Pasti." Tanpa ragu-ragu, aku lang