Share

Bab 3

Author: Felix Harrington
Ryan merasa ada yang tidak beres, lalu bangkit dan membuka pintu. Dia masih mengenakan piamanya. "Ada apa?"

"Aku datang ambil ijazahku!" Hari ini Alisha mengenakan setelan kerja, tetapi tetap saja tidak bisa menutupi bentuk tubuhnya yang bagus. Sambil berbicara, Alisha masuk dan langsung mencari-cari.

Peter sebelumnya membantu merekomendasikan Alisha untuk bekerja di kantor pusat EPS Group. Hari ini, dia sudah siap mengantar Alisha dengan mobil untuk mengurus prosedur masuk.

Namun, semalam saat Alisha beres-beres, dia baru sadar ijazahnya hilang. Sepertinya waktu pindahan dia lupa membawanya. Tanpa ijazah, tidak mungkin bisa menyelesaikan proses masuk kerja.

Karena itu, sebelum berangkat ke kantor pusat pagi ini, dia mampir dulu ke tempat Ryan untuk mengambil ijazahnya. Untuk menghindari konflik, Alisha menyuruh Peter menunggu di mobil.

"Kamu sembunyikan ijazahku ya?" Alisha mencari ke sana sini, tetapi tidak menemukannya. Dia lantas bertanya ke Ryan.

"Kamu kira aku nggak punya kerjaan?" Ryan duduk di tepi ranjang. Matanya masih setengah tertutup karena ngantuk.

"Terus, kenapa nggak ada?" Alisha mengerutkan kening.

Ryan menarik napas, tersenyum pahit. "Waktu terakhir kamu beres-beres baju, kamu taruh ijazahmu di bawah lemari. Kamu sendiri lupa?"

Mendengar itu, Alisha baru teringat. Dia buru-buru membuka lemari. Benar saja, ijazahnya masih tergeletak di sana, tak tersentuh. Jelas, Ryan memang tidak mengutak-atik ijazah.

"Maaf, aku salah sangka padamu." Alisha mengambil ijazah itu. Melihat ada stiker bunga kecil yang ditempel Ryan di sampul, dia mendadak teringat masa-masa kuliah empat tahun lalu. Alisha tak bisa menahan desahan pelan. "Ryan, sebenarnya ... aku masih ada rasa padamu."

"Sudahlah, jangan basa-basi. Ambil barangmu, lalu keluar!" Ryan menunjuk pintu sambil mengejek dengan sinis.

"Ryan!" Alisha menatap serius. "Aku hanya ingin hidup lebih baik, tolong jangan membenciku. Aku tahu perpisahan ini bikin kamu sakit hati, aku pun sama. Tapi inilah kenyataan. Kita sudah dewasa, harus hadapi realitas."

"Cinta tanpa dasar materi nggak akan bertahan lama. Aku cuma punya setengah jam. Walaupun aku nggak bisa lagi bersamamu, aku bisa menebusmu." Selesai berbicara, Alisha menaruh tasnya, lalu berjalan ke ranjang.

Bahkan orang bodoh pun paham maksud ucapannya. Ryan hanya bisa tertawa pahit. Kapan wanita ini berubah menjadi seperti ini?

"Peter masih menunggu di bawah, cepat ambil keputusan!" Alisha duduk di tepi ranjang, lalu menyibakkan rambutnya seperti dulu. "Mau atau nggak?"

Ryan membuka tirai jendela, melihat dari lantai dua ke bawah. Mobil Peter memang terparkir di sana. Peter menurunkan kaca jendela, merokok dengan santai sambil memainkan ponselnya.

"Aku nggak tertarik!" sahut Ryan dengan dingin.

"Ryan!" Alisha langsung maju dan mencium Ryan.

"Kamu ngapain?" Ryan mendorongnya.

"Ryan, kamu cinta pertamaku. Putus pun harus ada penutupannya, 'kan?" Alisha bermaksud memberi upacara perpisahan untuk cinta pertamanya. "Ini kesempatan terakhir. Setelah ini, mungkin kita nggak akan bertemu lagi!"

Hati Ryan ikut terguncang. Walaupun Alisha sangat keterlaluan, mengingat kembali empat tahun bersama, ditambah kenangan kecil di rumah ini, hatinya menjadi goyah.

"Ryan!" Alisha kembali maju untuk menciumnya ....

Karena jendela terbuka, suara mereka terdengar sampai ke bawah. Peter mendengar teriakan Alisha dari lantai atas. Dia langsung mengerutkan kening dan membatin, 'Jangan-jangan Alisha ribut sama si miskin itu?'

DIa segera menekan nomor Alisha. Namun, suasana di kamar sedang panas. Dengan tangan gemetar, Alisha langsung menjulurkan tangan dan menolak panggilan itu.

Peter berteriak dari bawah, "Alisha! Alisha! Bajingan itu gangguin kamu ya? Aku naik sekarang ya!"

Mendengar itu, Alisha panik. Dia buru-buru menghentikan Ryan, lalu balik menelepon Peter. "Jangan naik, aku nggak apa-apa. Aku lagi bicara baik-baik sama dia."

Takut suaranya bergetar dan ketahuan, Alisha cepat-cepat memutus sambungan. Peter mendengar Alisha mengatakan tidak apa-apa, jadi dia tak peduli lagi dan tetap duduk santai bermain ponsel di mobil.

Setengah jam kemudian, di kamar lantai atas, Alisha bangkit dengan rambut berantakan, memandang Ryan dengan tatapan penuh keluhan. "Aku ini pacar orang lain lho, kamu sama sekali nggak kasihan ya?"

Ryan tetap diam. Alisha mendesah, lalu masuk kamar mandi untuk beres-beres. Tak lama setelah itu, dia turun dengan membawa ijazah.

Ryan berdiri di jendela, melihat ke bawah. Alisha dengan riang berlari ke pelukan Peter. Peter mendongak, melihat Ryan di jendela, lalu mengacungkan jari tengah. Dia pun berteriak, "Dasar bajingan!"

Kemudian, dia masuk mobil bersama Alisha dan pergi.

Ryan sedikit linglung melihat mobil itu menjauh. Provokasi Peter tak membuatnya marah. Dia dan Alisha sudah putus, tak ada lagi perasaan. Tadi itu hanyalah pelampiasan kebutuhan sesaat. Jadi, ejekan Peter sama sekali tidak menggoyahkannya.

Yang dia rasakan hanyalah kehampaan. Cinta masa kuliah begitu murni, tetapi setelah lulus, cinta itu berubah.

Mungkin Alisha masih mencintainya, tetapi jelas dia lebih mencintai uang. Untuk uang dan masa depan, Alisha rela meninggalkan segalanya. Wanita seperti itu ada di mana-mana.

Lantas, itu salah Alisha? Atau salahnya sendiri? Saat itu, Ryan tersadar, masa mudanya benar-benar sudah berakhir. Dia diam-diam bersumpah, mulai hari ini dia akan menjadi kuat.

Dia tidak mau terus menjadi orang kecil di dasar rantai sosial. Dia ingin menunjukkan bakat dan ambisinya, menjadi seseorang yang berkuasa penuh.

'Alisha, terima kasih sudah membuatku tumbuh.' Ryan semakin mantap dengan tujuannya.

Sejak kecil, Ryan dibesarkan di keluarga dokter pengobatan tradisional. Bakatnya jauh di atas orang lain. Umur lima tahun, dia sudah menghafal kitab herbal. Umur delapan, dia sudah bisa memeriksa nadi. Banyak resep berharga pun diwariskan turun-temurun.

Namun, orang hebat yang terjebak di tempat sempit tetap akan diremehkan orang. Hanya dengan pergi ke ke dunia yang lebih luas, bakatnya bisa benar-benar tersalurkan.

Karena itu, dia harus segera meningkatkan prestasi kerja. Hanya dengan prestasi cemerlang, dia bisa diangkat menjadi karyawan tetap, lalu mengajukan pindah ke kantor pusat EPS Group.

Hanya di sana, di medan yang lebih besar, dia bisa membentangkan sayapnya, meraih kekayaan, reputasi, serta wanita yang jauh lebih cantik dan berkelas dari Alisha. Dia akan menaklukkan semua itu!

Namun, setelah mimpi besar itu, dia tetap harus kembali pada realitas. Ryan tak bisa tidur lagi. Dia pun bangkit, beres-beres, lalu berangkat kerja.

Tak disangka, pagi itu Haikal juga datang lebih awal. Ryan pun dipanggil ke kantornya.

"Ryan, gimana perkembanganmu dengan Ivy?" Dalam seminggu terakhir, ini sudah ketiga kalinya Haikal menanyakan hal yang sama.

Ryan merasa kata "perkembangan" agak aneh. "Hubungan dengan klien sejauh ini terjaga dengan baik," jawabnya.

Memang begitu. Waktu itu di kantor Haikal, saat dia menyebut target berikutnya adalah Ivy, Ryan sudah bilang akan menjaga hubungan baik dengan klien secara wajar. Menurut Ryan, dia sudah melakukannya.

"Kamu harus gerak lebih cepat! Masa percobaanmu segera habis. Kalau Ivy nggak membantumu, mungkin kamu bakal gagal jadi karyawan tetap!" keluh Haikal dengan kecewa. "Ya sudah, biar aku bantu."

Haikal melempar setumpuk berkas ke meja Ryan. "Ini data tentang Ivy. Semoga berguna."

Ryan mengambil berkas itu. Di dalamnya ada catatan lengkap tentang riwayat Ivy, ulang tahun, bahkan kebiasaan pribadinya, kesukaan, hingga lingkaran pergaulannya.

Haikal menyalakan rokok, mengembuskan asap. "Ryan, aku bantu kamu karena aku benar-benar ingin kamu bisa menjalin hubungan baik dengan Ivy!"

Kata "hubungan baik" di bagian akhir ditekannya keras-keras.

Ryan semakin merasa ada yang janggal. Awalnya katanya hanya menjaga relasi, sekarang malah dikasih data detail, ditambah sindiran. Apa sebenarnya yang Haikal mau?

Ryan yang baru masuk dunia kerja masih polos. Dia tak paham permainan ini, jadi langsung bertanya, "Pak Haikal, apa maksudmu sebenarnya? Katakan saja."

"Hahaha!" Haikal tertawa. Dia berpikir sejenak, lalu berkata, "Kalau begitu, aku terus terang saja. Atasan besar memberiku tugas dan yang paling cocok melakukannya adalah kamu!"

"Tugas apa?" tanya Ryan.

Haikal tersenyum misterius. "Aku butuh kamu menjalin hubungan dengan Ivy, lalu rekam videonya, serahkan padaku."

"Hah? Video apa maksudnya?" Ryan bingung.

"Sudah sampai sini masih pura-pura? Video apa lagi kalau bukan itu?" Haikal tersenyum samar, menepukkan telapak tangannya dua kali, menirukan bunyi "pap, pap".

Ryan sontak tidak bisa berkata-kata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 160

    "Benar, sihir!" Ryan menurunkan suaranya. "Sihir Harry Potter! Wuu, wuu, wuu!""Enyah sana!""Siap!"Ryan pun kembali ke kamar dengan riang, bersiap mematikan ponsel dan tidur. Namun, tiba-tiba muncul satu pesan dari nomor tak dikenal.Pesannya singkat saja, hanya satu kalimat.[ Ryan, aku ingin bicara denganmu. ]Ryan tertegun. Orang ini bisa langsung memanggil namanya, berarti pasti seseorang yang dia kenal. Siapa ya?Dia membalas.[ Kamu siapa? ]Beberapa saat kemudian, balasan masuk.[ Saskia. ]....Malam berikutnya, di Bar Starry.Bar ini merupakan salah satu bisnis milik keluarga Kenny. Malam itu, Kenny mengundang Ryan untuk bersenang-senang di bar milik keluarganya, menjanjikan akan memberinya "kenikmatan kelas raja".Sebenarnya Ryan sempat menolak, tetapi karena tak enak hati, akhirnya dia tetap datang.Bar Starry punya suasana yang romantis. Di lantai satu, bartender cantik sibuk membuat berbagai koktail sambil memainkan atraksi api yang berwarna-warni. Orang-orang duduk di m

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 159

    Zio tertegun sejenak.Detik berikutnya, Ryan berkata, "Eh, aku baru ingat. Kamu 'kan nggak sudi makan di kantin. Ya sudah, nggak usah ikut."Lucya langsung mengerutkan kening. "Ryan!" Dia tidak ingin klien melihat keributan internal di divisinya.Di luar dugaan, Tania justru tertawa karena gaya Ryan yang sedikit usil itu.Zio berkata, "Ryan, cuma makan bareng klien saja, nggak perlu sombong begitu. Nanti juga kamu bakal kena batunya."Ryan tertawa lebar. "Oke, aku tunggu ya! Oh ya, ngomong-ngomong soal makan, tadi kamu bilang mau traktir semua orang, 'kan? Jangan bohong lho! Aku sudah kosongin perut dari siang, nanti malam harus makan dari traktiranmu! Hahaha!"Ryan berjalan keluar dari kantor dengan wajah ceria.Tania tersenyum geli dan berkata dengan nada lembut, "Kamu ini cerewet juga ternyata.""Padahal aslinya aku polos lho," sahut Ryan. "Dia yang sering cari masalah sama aku.""Hahaha!" Tania tertawa lagi. Entah kenapa setiap kali melihat Ryan, dia selalu merasa lucu. Ini seperti

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 158

    "Karena Bu Tania sudah memercayaiku, aku juga ingin memberi janji. Selama masa kerja sama, kalau ada masalah yang disebabkan oleh kesalahan pihak EPS, aku akan segera turun tangan secara langsung untuk menyelesaikannya.""Selain itu, kalau selama proses kerja sama ada hal yang membuat Bu Tania kurang nyaman, silakan langsung menghubungiku. Aku akan segera mengoordinasikan dan menyelesaikannya.""Semua yang kulakukan ini hanya demi satu tujuan. Sentosa Media sudah memberikan kepercayaan pada EPS, maka kami juga harus layak mendapatkan kepercayaan itu dan memastikan Sentosa Media nggak punya kekhawatiran apa pun di kemudian hari.""Bagus!" Tania bertepuk tangan sambil tersenyum puas.Lucya dan yang lain tertegun. Apa yang baru saja disampaikan Ryan benar-benar seperti penampilan kelas atas dalam dunia penjualan. Dia mampu menangkap inti dari kebutuhan klien dengan sangat tajam, berbicara tepat pada sasaran, dan memberikan rasa aman melalui komitmen yang kuat. Inilah tipe sales yang benar

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 157

    Zio tahu bahwa semuanya sudah terbongkar. Dengan wajah pasrah, dia berkata, "Bu Lucya, aku salah."Wajah Lucya langsung dipenuhi amarah. Sungguh memalukan. Urusan internal divisinya malah terbongkar di depan klien!Tania berkata, "Bu Lucya, menurut pandanganku, manajer penjualanmu ini baik dari sisi moral, etika profesional, maupun kemampuan pribadi, semuanya bermasalah. Kalau dia yang mewakili EPS untuk menandatangani kontrak, kami nggak akan setuju."Kalimat itu membuat hati Zio langsung tenggelam ke dasar. Sementara Lucya hanya bisa menarik napas panjang. Kerja sama besar yang sudah hampir selesai, malah berantakan begitu saja.Tepat pada saat itu, terdengar ketukan di pintu."Siapa?" tanya Lucya dengan nada jengkel."Aku, Ryan!" Terdengar suara dari luar."Ada apa?" tanya Lucya segera."Aku boleh masuk sebentar untuk bicara?" tanya Ryan balik.Lucya merasa semakin kesal. Dua manajer penjualan ini benar-benar membuat kepalanya pusing. Namun, Tania justru tersenyum tipis dan berucap,

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 156

    Dalam dunia penjualan, cara untuk mendapatkan klien itu bermacam-macam. Kadang memberikan sedikit hadiah atau suap kecil dianggap hal yang biasa. Tentu saja, dari sisi tim penjualan, itu dianggap wajar. Namun, kalau sampai pihak klien menyadarinya, itu bisa menjadi masalah besar.Klien tidak akan membiarkan orang dari pihak mereka menerima suap, karena itu bisa memengaruhi kerja sama. Kalau hari ini Tania datang dengan membawa alasan suap untuk menghentikan penandatanganan kontrak kerja sama, masalahnya bisa menjadi serius.Lucya langsung menatap tajam ke arah Zio dan membentak, "Zio, apa maksudnya ini?"Zio buru-buru menjawab, "Bu Lucya, aku cuma memberikan klien sepasang kenari hias. Cuma hadiah kecil saja. Nggak bisa disebut sebagai suap, 'kan?"Tania langsung menyela, "Frandy bilang nilainya 36 juta! Nilai segitu bisa disebut hadiah kecil?"Zio langsung terdiam.Lucya tahu jelas, pihak lawan sedang mencari-cari celah. Kalau tidak hati-hati, kerja sama ini bisa gagal total. Karena k

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 155

    "Pak Frandy? Dia sudah keluar dari tim proyek ini," sahut Taro."Apa?" Zio tertegun. Firasat buruk langsung menyergap hatinya."Pak Zio, kenapa bengong saja? Cepat antar klien ke ruang Bu Lucya. Beliau pasti sebentar lagi kembali," kata Poppy."Oh, oh, baik!" Zio buru-buru berkata, "Silakan lewat sini. Aku antar ke ruang Bu Lucya. Beliau sebenarnya mau turun langsung menjemput kalian, tapi tiba-tiba ada rapat penting. Sebentar lagi juga kembali.""Nggak masalah," jawab Tania dengan senyuman profesional, lalu mengikuti Poppy dan Zio menuju divisi pemasaran.Sementara itu, dari jendela lantai delapan, pemandangan itu terlihat jelas oleh Ryan. Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyuman kecil."Bu Tania, lama nggak bertemu. Kamu masih sama seperti dulu, cantik dan berwibawa." Begitu tiba di divisi pemasaran, Lucya juga kebetulan baru saja kembali. Pertemuan kerja sama pun dilakukan di ruang kantornya yang luas.Lucya dan Tania saling berjabat tangan. Dua wanita cantik dan berkari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status