Share

Bab 4

Author: Felix Harrington
"Kamu harus tidur dengan Ivy. Seluruh prosesnya direkam, lalu serahkan videonya ke aku!" jelas Haikal. "Itu permintaan pimpinan besar dari kantor pusat."

"Hah?" Ryan tertegun.

Pimpinan besar kantor pusat ingin dirinya menjebak Ivy ke ranjang, lalu merekam video? Apa-apaan ini?

"Pimpinan besar yang mana? Kenapa dia menyuruhku melakukan hal seperti ini?" tanya Ryan.

"Memangnya itu pertanyaan yang pantas kamu tanyakan?" Haikal menatap dengan wajah tegas. Dia mengeluarkan wibawa seorang manajer. "Ikuti saja perintahku, aku jamin kamu bisa naik jabatan dan kaya raya."

Ryan mengernyit dalam-dalam, hatinya penuh penolakan. Bukan hanya masalah hukum, tetapi batin dan moralnya jelas tak bisa menerima.

"Pak Haikal, maaf .... Aku nggak bisa lakukan ini."

"Kesempatan bagus begini kok ditolak?" Haikal menyipitkan mata, kesal melihat Ryan yang tidak tahu diri. "Ivy itu orang besar, punya uang, punya latar belakang. Wajah dan tubuhnya pun nggak kalah sama gadis muda. Kalau kamu bisa meniduri dia, hidupmu ini sudah layak dibilang berhasil! Kenapa kamu sebodoh ini?"

Ryan menarik napas panjang. "Itu dua hal yang berbeda. Aku nggak akan menjual hati nurani hanya demi jabatan dan gaji."

Plak! Haikal menghantamkan berkas di tangannya ke meja, menatap Ryan dengan mata melotot. "Hati nurani bisa dihargai berapa? Ryan, aku kasih tahu kamu, jangan nggak tahu diuntung. Kalau kamu nggak mau kerjakan ini, hari ini juga bereskan barang-barangmu dan pergi!"

Ryan menggertakkan gigi. "Aku masih masa magang, belum pernah bikin kesalahan. Kenapa aku harus keluar?"

Haikal terkekeh-kekeh dingin. "Selama kamu magang di region yang kupimpin, nasib kariermu ada di tanganku. Kalau aku bilang kamu nggak lolos, ya berarti nggak lolos! Lagi pula, kalau pimpinan besar itu tahu kamu nggak mau bantu, menurutmu, masih ada tempat untukmu bertahan di EPS Group?"

Ryan menarik napas panjang, hatinya mulai putus asa. Ini pertama kalinya sejak lulus, dia merasakan betapa gelap dan kejamnya dunia kerja.

Namun, Keluarga Owais turun-temurun punya ajaran, yaitu tidak boleh menjual hati nurani demi keuntungan. Dia memang miskin, tetapi tidak boleh rendah hati dan menjilat hanya untuk jabatan dan gaji.

"Kalau begitu, aku lebih baik mengundurkan diri," kata Ryan dengan tegas.

"Ryan, jangan sok suci!" Haikal berteriak, "Masyarakat ini ibarat tong warna. Siapa pun yang masuk pasti kena coreng. Jangan mimpi bisa tetap bersih!"

"Aku bukan sok suci, tapi aku juga nggak akan ikut main kotor dengan kalian," balas Ryan.

"Bodoh! Otakmu bermasalah!" Sikap Ryan membuat Haikal semakin marah.

Seorang staf wanita yang mendengar keributan buru-buru masuk, lalu dengan genit mengelus dada Haikal sambil menenangkan, "Pak Haikal, kenapa marah besar begini? Tenangkan dirimu."

Haikal menunjuk Ryan sambil memaki, "Ingat baik-baik, Ryan! Dengan sikap sok benar seperti itu, di mana pun kamu nggak akan berhasil. Kamu orang yang ditakdirkan menjadi sampah kelas bawah. Jangan mimpi bisa mencapai hal besar!"

Ryan berbalik hendak pergi, tetapi semakin dipikir, dia semakin tidak bisa menerima. Dia berhenti, lalu menoleh. "Kalau suatu hari aku berhasil, gimana?"

Haikal menyeringai, berteriak, "Kalau kamu sampai berhasil, aku akan berlutut dan manggil kamu ayahku!"

"Kamu sebaiknya ingat baik-baik ucapanmu ini." Ryan menggertakkan gigi.

Saat itu, telepon di meja Haikal berbunyi. Staf wanita buru-buru mengangkatnya. "Pak Haikal, ada klien Ryan di lobi depan, minta khusus dia yang melayani."

"Klien yang mana?"

"Ivy!"

Haikal menarik napas dalam-dalam, meredakan nada suaranya. "Ryan, meskipun kamu mau keluar, kamu tetap harus tuntaskan pekerjaan terakhir ini."

"Nggak perlu kamu ingatkan," jawab Ryan dengan dingin.

Ryan melangkah ke lobi. Di sana, Ivy sudah menunggu. Hari ini, Ivy mengenakan gaun panjang ketat berwarna merah marun dengan belahan tinggi yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih dan mulus. Di bagian atas, dia mengenakan jas putih rapi yang menambah kesan berwibawa.

Ivy juga berdandan sedikit. Eyeliner tipis, bulu mata lentik, bibir merah matte klasik yang kontras dengan kulit putih dinginnya. Anting tasel emas berkilau di telinganya menambah sentuhan glamor. Ditambah wajah yang tegas, mata yang cerah, tatapan penuh misteri sekaligus malas .... Sungguh sosok wanita dewasa yang berwibawa sekaligus memesona!

Ryan buru-buru menghampiri. "Kak Ivy, kok hari ini repot-repot datang sendiri?"

"Lagi lewat, sekalian mampir lihat kamu." Ivy tersenyum, sedikit menggoda.

Rekan-rekan kerja di sekitar langsung saling berbisik dengan iri.

"Eh ...." Ryan malah menjadi salah tingkah, wajahnya memerah.

"Hahaha. Aku bercanda, jangan tegang begitu!" Ivy tertawa lepas. "Kamu 'kan sempat bilang ada produk baru. Aku khusus datang untuk lihat."

"Oh, iya!" Ryan menepuk kepala. Tadi pikirannya kacau gara-gara ribut dengan Haikal.

"Produk barunya ada di sini. Ayo, Kak Ivy, aku antar lihat."

"Oke."

Ivy bangkit, berjalan mengikuti Ryan menuju area pameran. Dengan tinggi sekitar 168 sentimeter, pinggang ramping, dan lekuk tubuh sempurna, langkahnya anggun dan penuh daya pikat. Tubuhnya bergerak bagai gelombang, membuat darah berdesir.

Ryan menahan diri, lalu mulai menjelaskan produk-produk baru. Setelah lebih dari setengah jam, Ivy pun luluh dan akhirnya menandatangani pemesanan.

"Aku harus pergi dulu. Nanti kamu antar pesananku ini ke rumahku, ya," instruksi Ivy.

"Oke, Kak Ivy!"

"Kasih aku tanganmu."

"Hah?" Ryan bingung.

Ivy langsung menarik tangan Ryan, lalu menepuknya. Ryan tersentak saat merasakan kulit halus dan hangat Ivy. Detik berikutnya, di telapak tangannya sudah ada kartu hitam sebesar ibu jari.

"Kak Ivy, ini apa?"

Ivy tersenyum tipis, menaikkan alis. "Kartu akses rumahku. Pakai saja kalau kamu perlu masuk."

"Hah? Kak Ivy, mana pantas aku menerima ini?"

"Siapa bilang aku memberikannya padamu?" Ivy mendengus manja, seperti anak gadis yang menggoda. "Aku pergi, belum tahu kapan balik. Pembantu juga pulang kampung, jadi nggak ada orang. Kalau kamu antar barang, pakai saja kartu itu untuk masuk. Setelah selesai, tinggalkan di rumah."

"Oh, begitu ...." Ryan menggaruk kepala, tetapi entah kenapa hatinya terasa sedikit kecewa.

"Aku pergi dulu." Ivy tersenyum, melangkah pergi dengan pinggul yang bergoyang.

Tak lama kemudian, Haikal muncul dengan senyuman mesum. "Ryan, aku lihat semuanya tadi!"

"Kamu lihat apa?" tanya Ryan.

"Tatapan Ivy padamu itu, rasanya dia sudah mau melahapmu hidup-hidup!" Haikal terkekeh-kekeh nakal, berbisik dengan suara rendah.

Tadi Haikal memang memperhatikan interaksi mereka dari kejauhan. Jelas sekali, di mata Ivy, hanya ada Ryan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 100

    Keduanya minum sambil berbincang, mengenang pertemuan awal dan perjalanan yang telah mereka lalui. Ada tawa, ada haru, juga ada rasa enggan berpisah.Saat suasana memanas, Ivy bergeser ke sisi Ryan dan berbisik pelan, "Ryan, sebenarnya setiap kali kamu menyelesaikan sendiri, Kakak selalu tahu.""Ah?" Ryan terkejut. "Kenapa Kakak bisa tahu?""Memangnya kamu nggak pakai tisu?" Ivy tersenyum misterius. "Tapi aku harus menegur kamu ya. Meski kamu masih muda dan badanmu kuat, kamu nggak boleh terlalu boros begitu. Dua tiga hari sekali itu terlalu sering.""Hehehe, aku nggak bisa menahan diri 'kan karena tinggal sama cewek cantik seperti Kakak?" jawab Ryan malu-malu."Kasihan kamu," Ivy menghela napas, lalu tiba-tiba berdiri dan duduk di pangkuannya. "Malam ini kamu nggak perlu menahan diri lagi. Kakak akan menghadiahkan diriku sendiri untukmu.""Kak Ivy ...."Ryan yang sudah setengah mabuk, tidak lagi menahan diri. Dia mengangkat tangannya dan mengusap wajah Ivy dengan lembut.Mereka pun be

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 99

    Ternyata, malam sebelumnya saat Eric dan Peter pergi menemui Ivy dengan dalih mengantarkan Ivy berangkat ke Amrik, sebenarnya ada tujuan lain.Keduanya memulai pembicaraan dengan kata-kata manis dan rayuan, membahas kenangan saat mereka masih keluarga kecil, memakai sentimen membuat Ivy lengah, lalu menenggak beberapa gelas.Dalam suasana yang mulai mabuk itu, Peter diam-diam memperbanyak salinan kunci vila Ivy dengan cetakan. Sementara Eric sedang berbicara dengan Ivy, Peter sempat ke halaman untuk memeriksa kamera pengawas, lalu membuat kamera itu rusak.Setelah mereka pulang, Peter memakai cetakan tadi untuk membuat sebuah kunci duplikat. Tentu saja, Eric dan Peter memiliki hak untuk meminta satu kunci vila. Hanya saja, kalau langsung memintanya tentu akan ketahuan.Saat ini hanya Ivy yang memiliki kunci. Bila terjadi sesuatu pada Ryan, kecurigaan akan jatuh pada Ivy. Eric sama sekali tidak khawatir hal itu akan menyeret nama Ivy. Di dalam hatinya, dia sangat membenci Ivy. Jika kasu

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 98

    Eric berkata, "Orang yang kusuruh kamu habisi itu adalah anak muda berusia 20-an, baru lulus kuliah, namanya Ryan. Dia membuat keluargaku hancur, aku harus melenyapkannya!"Davin merasa waswas dalam hati. "Pak Eric, menghabisi orang itu urusan besar. Risikonya sangat tinggi. Kalau nggak terpaksa sekali, aku nggak menyarankanmu melakukan itu."Perlu diingat, kalau menyuruhnya berkelahi atau melukai seseorang itu masih bukan masalah besar. Bahkan, kalaupun harus membuat lawan lumpuh, dia masih berani melakukannya. Bagaimanapun, masih ada jalan keluarnya untuk semua hal itu. Namun kalau sudah sampai membunuh seseorang, dia sendiri juga bisa dalam bahaya kalau ketahuan.Davin merasa gelisah, dia mencoba untuk membujuk Eric agar membatalkan niatnya. Eric menatapnya dengan dingin. "Kenapa, Davin? Jangan bilang kamu takut.""Takut? Jangan bercanda." Davin menggertakkan giginya berkata, "Hidup di dunia preman gini, nyawaku memang sudah di ujung tanduk setiap hari. Semua tinggal menunggu waktu

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 97

    Tak lama kemudian, keduanya beres-beres dan sarapan bersama, lalu berangkat kerja. Sehari pun berlalu dengan cepat.Malamnya, Ryan kembali ke vila. Dia mendapati Ivy sudah menyuruh orang membereskan banyak barang-barangnya di sana. Mengingat Ivy hanya punya beberapa hari lagi sebelum berangkat ke Amrik, Ryan merasa berat hati."Ryan, ke mana kamu semalam? Kenapa nggak pulang semalaman?" tanya Ivy."Aku pergi bantu seorang teman. Sudah terlalu malam, jadi nggak sempat balik," jawab Ryan."Oh begitu." Ivy tidak mencurigainya, lalu melanjutkan, "Vila ini 'kan sebenarnya juga termasuk harta bersama setelah menikah, meskipun Eric punya sedikit bagian. Jadi setelah aku pindah ke Amrik, vila ini tetap akan kujual.""Aku sudah siapkan sebagian uang untukmu. Setelah aku pergi, gunakan uang itu untuk menyewa rumah yang lebih kecil. Supaya kamu nggak usah repot-repot bersihinnya."Itu adalah bentuk perlindungan dari Ivy untuk Ryan. Dia tahu Eric dan Peter menyimpan dendam besar terhadap Ryan. Jik

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 96

    Bianca menatap tubuh bagian atas Ryan yang kekar, jantungnya langsung berdebar kencang. "Aduh ... kenapa kamu keluar hanya dengan begitu?"Ryan menjawab santai, "Aku nggak bawa baju tidur, badanku masih agak basah. Jadi sekalian keluar biar kering."Bianca menunduk, wajahnya yang merah merona terlihat semakin menawan. "A ... aku juga mau mandi dulu!" katanya gugup, lalu buru-buru masuk ke kamar mandi.Selama bertahun-tahun hidup sendiri, gairahnya tiba-tiba terusik oleh pesona maskulin Ryan. Dia berusaha keras menekan rasa berdebar itu, lalu bersiap mandi. Namun begitu matanya tertuju pada gantungan baju di atas, wajahnya langsung memanas dan merasa malu bukan main.'Ya ampun, pasti Ryan sudah lihat semuanya!' pikir Bianca panik.Di antara pakaian itu ada satu set pakaian dalam khusus yang hanya dia miliki. Sebenarnya, Bianca punya pemikiran yang cukup konservatif. Namun di era media sosial sekarang, melihat banyak wanita tampil percaya diri, dia pun tergoda untuk mencoba.Apalagi dia

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 95

    "Masih mikir apa lagi?" Ryan berdiri di depan Saskia, lalu menunduk menatap dari atas."Ah?"Saskia baru benar-benar tersadar, kedua kakinya gemetar hebat. Dia ingin lari, tetapi jelas tidak mungkin bisa. "Aku salah!" Saskia langsung mengaku salah.Ryan menunjuk kantong sampah di dalam rumah. "Tadi kamu ingin aku makan pembalutmu, ya?""Nggak, nggak! Sama sekali nggak!" Saskia buru-buru melambaikan tangan. Dalam hati dia mengutuk Davin yang kabur di saat genting ... benar-benar bajingan."Kak, aku benar-benar minta maaf, mulai sekarang aku nggak akan berani lagi!" Saskia memohon.Alasan sebenarnya Saskia selalu menindas Bianca adalah karena Bianca terlalu cantik dan menonjol. Dia merasa iri. Bahkan sebagai seorang wanita, Saskia sendiri punya dorongan aneh terhadap Bianca.Memang, Saskia adalah seorang biseksual. Dia bisa tertarik pada pria maskulin, tapi juga punya ketertarikan pada wanita cantik. Karenanya, perilaku mengganggu Bianca muncul dari perasaan campur aduk itu, sama seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status