Share

Bab 4

Author: Juwita Liling
last update Last Updated: 2025-03-01 10:13:11

Eric keluar dari mobilnya. Wajahnya masih menampakkan kemarahan. Pikirannya tak pernah lepas dari pelaku penjebakan itu. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa kesal pada Cintya.

Ia memandang mansion megahnya, sunyi dan dingin, tak ada kehangatan yang menyambutnya pulang. Ibunya benar, ia memiliki segalanya, tetapi semua yang dimilikinya tak ada artinya. Di balik kemegahan ini, hanya ada kekosongan.

Tiba-tiba, perasaan kesepian menyusup ke dalam relung hatinya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia membenarkan perkataan ibunya tentang kehadiran seorang anak.

Selama ini, Eric menganggap kehadiran Cintya sudah cukup membuatnya bahagia. Ia tidak membutuhkan siapapun lagi, sehingga apapun desakan orang tuanya untuk segera memiliki anak tak pernah didengarkan dan dipandang sebelah mata olehnya.

Ia berpikir, apa yang dilakukan oleh ibunya semata-mata hanya karena tidak menyukai Cintya. Ternyata, selama ini Eric salah.

Cintya, ia tahu, karier istrinya sebagai seorang model sangatlah penting. Tetapi, apakah dia lupa kodratnya sebagai seorang istri? Mengingat sikap dan perlakuan Cintya, Eric mulai merasakan perasaan tidak suka terhadap wanita yang selama lima tahun ini menjadi istrinya.

Perlahan, Eric mengepalkan kedua tangannya. Sebersit kemarahan menyelinap masuk ke dadanya. Mengapa ia baru menyadari sekarang ini? Ia mendengus kesal, mengingat semua sikap dan kelakuan Cintya.

Jika saja Cintya seperti istri lain, mungkin saat ini ia sudah memiliki seorang anak yang menyambutnya pulang dan memanggilnya Papa. Tetapi, Eric tidak menemukan sosok istri yang baik seperti istri lainnya pada diri Cintya. Ia lebih mementingkan kariernya dibandingkan dirinya dan kebahagiaan rumah tangganya.

“Lima tahun,” gumam Eric sinis.

Ia menggeleng, mengingat lima tahun rumah tangganya bersama Cintya. Ia benar-benar tak habis pikir atas dirinya yang begitu mudah mengikuti semua keinginan istrinya. Kesadaran ini membuat kedua matanya terbuka, sehingga membuat pandangannya berubah terhadap wanita yang telah dinikahinya itu.

“Anak.” Gumaman itu meluncur begitu saja dari bibir Eric.

Jantungnya berdetak kencang, detakan irama kerinduan seorang ayah. Tanpa disadarinya, senyum terulas di wajahnya yang tampan. Wajah datar dan dinginnya berubah, melembut, seakan saat ini ia sedang berhadapan dengan sosok mungil yang menyambutnya dan memanggilnya Papa.

Di antara khayalannya, ia tidak sengaja menoleh ke samping. Kasih tengah duduk di pendopo. Pandangan mereka beradu. Wanita itu tampak cantik dengan balutan dress rumah sederhana berwarna biru muda. Rambutnya yang tergerai tertiup angin menambah kesan kecantikan alami dari dirinya.

Bagaikan terhipnotis, Eric terpaku di tempatnya berdiri. Baru kali ini ia benar-benar memperhatikan sekretarisnya itu, dan ternyata Kasih cantik juga. Mata itu, tatapannya terasa teduh, terasa nyaman, membuatnya tak ingin berpaling. Tiba-tiba, perasaan aneh menyusup ke dalam hatinya.

Perasaan yang tak pernah ia rasakan pada wanita lain selain Cintya, wanita satu-satunya yang mampu membuatnya berdesir seperti ini. 

Tetapi... Eric mengerutkan keningnya. Ia mencoba merasakan getaran hangat yang membuatnya jatuh cinta pada istrinya.

Tetapi perasaan itu sekarang berbeda, tak lagi seperti dulu. Eric kembali memandang mata Kasih. Untuk kedua kalinya, mata itu membuatnya terpaku, tak mampu berpaling. Tatapan teduh dari Kasih bagaikan magnet yang menariknya untuk masuk. Ia seperti menemukan rumah untuknya pulang.

Kasih memalingkan wajah ketika merasakan suatu perasaan aneh merasuki relung hatinya. Tidak, ia tidak boleh merasakan apapun pada Eric. Seperti yang dikatakan oleh Cintya, tugasnya di rumah ini hanya untuk mengandung seorang anak. Setelah itu, walaupun ia tidak tahu bagaimana nasibnya kelak, ia akan bertahan sampai Eric sendiri yang menyuruhnya pergi.

“Anak.” Gumam Kasih.

Ia menghela napas, kata anak membuat kasih tanpa menyadari memegang perutnya.

“Bagaimana aku akan memiliki seorang anak? Jika tidak terjadi apapun pada kami kecuali malam itu,” ucapnya.

Kasih tersenyum kecut mengingat malam kejadian dirinya bersama Eric. Ia menghembuskan napas berat, kemudian melangkah meninggalkan pendopo ketika mendengar Cintya memanggil Eric. Ia cukup tahu diri untuk tidak mengganggu pasangan suami istri itu.

Setelah Kasih berlalu, Eric mengalihkan pandangannya ke Cintya. Ia menatap istri pertamanya yang berdiri di teras mansion dengan seulas senyum tersungging di wajahnya.

Sore ini, Cintya sangat cantik dengan balutan dress tosca dan rambut yang tertata rapi. Kecantikan itu selalu membuat Eric kagum dan terpesona setiap kali memandangnya. Namun, semua itu kini mulai berbeda, kekaguman itu mulai terkikis, tak seperti dulu lagi. Eric hanya menghela napas dan tak beranjak sedikitpun dari tempatnya berdiri.

Cintya, yang merasakan keanehan sikap Eric, melangkah menghampiri suaminya.

“Pasti gara-gara sekretaris sialan itu. Jika aku tidak ingat ibu Eric yang selalu mendesak kami untuk memiliki seorang anak, aku tidak akan pernah menyetujui pernikahan suamiku dan sekretarisnya itu,” ucapnya, hampir seperti bisikan.

Biasanya, setiap kali Cintya menyambut Eric pulang, suaminya itu langsung menghampiri dengan senyum lebar. Eric memeluk dan menciumnya dengan lembut. Namun, sore ini kehangatan itu tidak ia dapatkan.

Tadi, Cintya melihat Eric menatap Kasih yang sedang duduk di pendopo. Rasa cemburu langsung menguasainya, apalagi tatapan Eric pada Kasih tak lagi sedingin biasanya. Bahkan, ia sempat melihat senyum Eric di wajahnya saat menatap Kasih. Cintya mulai merasa ada sesuatu yang berubah; Eric mulai menyukai Kasih, dan itu akan menjadi ancaman besar baginya.

Cintya tidak ingin kehilangan Eric dan juga semua kemewahan yang diberikan oleh suaminya. Walaupun ia seorang model papan atas dengan penghasilan tinggi, baginya itu tidaklah cukup.

Namun, saat ini ia tidak berdaya karena Eric membutuhkan seorang pewaris. Sementara ia sendiri tidak mungkin mengandung dan melahirkan anak, ia tidak ingin karier modelingnya hancur hanya karena bentuk tubuhnya berubah. Apalagi sekarang, ia tengah sibuk mempersiapkan diri untuk pagelaran busana Fashion Week di Perancis.

****

Di kamarnya bersama Cintya, Eric sudah mandi dan berganti pakaian. Ia duduk di sofa bersama istrinya. Dengan lembut, ia merangkul Cintya, lalu menciumi leher jenjangnya. Aroma harum tubuh sang istri menggetarkan hati, menghadirkan sensasi hangat yang membuatnya semakin merindukan sentuhan Cintya.

Cintya menyadarinya, ia menyambut pelukan itu, membiarkan Eric dengan leluasa menyentuhnya. Ia tak mampu menolaknya. Walau bagaimanapun, ia wanita normal yang selalu mendambakan belaian dan kehangatan Eric, yang sekarang sangat jarang mereka lakukan karena kesibukannya sebagai seorang model.

Di saat gairah Cintya bangkit, ia harus menelan kekecewaan ketika Eric berhenti mencumbunya. “Mengapa?” tanya Cintya, ia menatap Eric. Mata indahnya sayu menahan gairah.

“Tidak apa-apa,” jawab Eric, ia membalas tatapan mata Cintya, kemudian beralih memandang bibir istrinya yang merekah menantikan ciuman darinya.

Cintya menghela napas, ia benar-benar kesal pada Eric tetapi ia berusaha menahan diri. Ia merapikan kembali kancing dress bagian atas yang sempat di buka oleh Eric.

Ia kembali memandang kedalaman mata Eric. Cintya merasakan keganjilan pada mata itu. “Apakah semalam kamu sudah melakukannya pada Kasih?” tanyanya.

Eric hanya diam, tak menanggapinya. Ia hanya merapikan kemejanya. Cintya tak mengetahui bahwa tadi, saat ia mencumbu, tiba-tiba kecurigaan Bima melintas di benaknya, dan sosok Kasih yang duduk di pendopo itu mengusiknya, sehingga memadamkan gairahnya.

Cintya menyipitkan mata atas keterdiaman Eric. Rasa cemburunya terhadap Kasih semakin dalam, tapi ia berusaha menekannya. Tetapi tatapan itu bukan hanya tentang Kasih, ada sesuatu yang disembunyikan suaminya. Ya, Cintya sangat tahu sifat suaminya, apalagi jika itu tentang dirinya. Tak mungkin suaminya berhenti mencumbu hanya karena wanita itu.

“Pasti ada sesuatu selain Kasih,” pikirnya. Semakin dalam Cintya memandang Eric, keganjilan itu kian terasa.

“Apakah mungkin?” Ia menggeleng, berusaha menepis yang menganggu pikirannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 87

    Eric duduk berhadapan dengan Bima di ruang kerjanya. Tatapan matanya tajam, tidak berkedip sedikit pun, menyimak setiap detail penjelasan tentang Cindy dan hukuman yang akan dijatuhkan kepada mantan sekretarisnya itu. Wajah CEO perusahaan Wijaya itu masih menyiratkan kekesalan, terlebih setelah mengetahui bahwa kecurigaannya selama ini ternyata benar.“Jadi benar, wanita itu yang menyabotase para pelamar yang datang ke perusahaanku?” tanya Eric, suaranya dingin menusuk.Bima menghela napas panjang. Ia merasa bersalah karena selama ini menganggap kecurigaan Eric hanyalah wujud ketidaksukaan atasannya pada Cindy. Meski begitu, ia tetap berusaha mencari tahu. Sayangnya, Cindy begitu rapi menyembunyikan perbuatannya hingga Bima tidak menyadarinya sejak awal.“Benar dan saya mohon maaf karena telah menganggap kecurigaan Bapak selama ini hanya disebabkan oleh ketidaksukaan Bapak padanya,” jawab Bima pelan.Ia memberanikan diri untuk membalas tatapan tajam mata Eric, meski rasa bersalah teru

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 86

    “Pa-pak Eric, itu semua tidak benar. Percayalah, semuanya bohong. Ibu Kasih yang merencanakan semuanya,” ucap Cindy dengan suara gemetar.Matanya menatap Eric penuh harap, memohon belas kasihan. Namun harapannya hancur berkeping-keping saat pria itu membalas dengan tatapan dingin dan kejam.Lalu Eric menoleh ke arah Bima, yang sudah berdiri tegap di samping Cindy, menunggu perintah.“Bawa dia pergi. Pastikan tidak ada satu pun perusahaan yang mau menerima dia lagi!” perintah Eric dengan suara dingin.Bima menunduk hormat. “Baik, Pak. Sebentar lagi polisi akan tiba untuk menangkap wanita ini,” ucapnya dengan suara tegas.Tiba-tiba, pintu ballroom terbuka lebar. Sekelompok polisi berseragam masuk dengan langkah cepat dan penuh kewaspadaan. Suasana riuh para tamu berubah mendadak menjadi bisik-bisik panik yang menyebar di seluruh ruangan.“Cindy Rahmawati?” ucap salah seorang polisi dengan nada tegas.Cindy menoleh, kedua matanya terbelalak penuh ketakutan. Wajahnya tiba-tiba berubah puc

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 85

    Cindy terbelalak menatap layar yang menayangkan rekaman dirinya yang sedang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Namun bukan gerak-geriknya yang membuat jantungnya berdegup kencang seolah hendak melompat keluar dari dadanya. Yang membuat tubuhnya gemetar hebat dan diliputi ketakutan adalah suara dalam rekaman itu, suara dirinya sendiri, bergema nyaring memenuhi ballroom hotel.Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya, rencana liciknya untuk menjebak Eric agar tidur dengannya, terdengar jelas di telinganya dan semua orang. Di layar, plastik putih berisi bubuk obat perangsang yang akan ia taburkan ke dalam gelas Eric terlihat begitu nyata.“Tidak mungkin,” gumamnya lirih. Ia menggeleng, seakan menolak percaya atas apa yang sedang dialaminya.Dalam sekejap, ballroom itu berubah riuh. Beberapa tamu berdecak kesal, sebagian menutup mulut dengan tangan seolah tak percaya, sementara yang lain memelototi Cindy dengan penuh amarah. Bisik-bisik tajam bercampur teriakan cemooh, membuat udara

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 84

    Kasih menghela napas panjang. Sedikit pun ia tidak terkejut akan ucapan yang terlontar dari bibir sekretaris Eric itu. Kasih sudah menduga akan kelicikan Cindy yang mengorek masa lalunya untuk digunakan sebagai senjata olehnya agar membuat Kasih malu di hadapan banyak orang.Namun, ia sengaja diam dan hanya memperhatikan Cindy, seolah ia tidak berkutik sedikit pun. ”Aku akan mengikuti permainanmu, Cindy,” gumam Kasih dalam hati.Indira yang mendengarnya sangat terkejut, apalagi nada suara Cindy sangat menghina masa lalu Kasih. Sementara itu, Revan, walaupun ia memiliki keterbelakangan mental, ia pun paham maksud dari Cindy. Matanya menatap wajah kakaknya dengan tatapan cemas.”Kau!” bentak Indira. Matanya tak lepas dari wajah Cindy, kedua tangannya mengepal, napasnya memburu, wajahnya memerah penuh dengan amarah.Suara bentakan Indira yang menggema di ruangan ballroom membuat tamu undangan menoleh ke arahnya dengan tatapan mata penuh tanda tanya, sedangkan Eric yang terkejut bergegas

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 83

    Cindy melangkah mendekati Nayla yang sedang asyik berceloteh bersama teman-temannya. Matanya memandangi gadis kecil itu dengan sorot yang sulit diartikan.Nayla yang merasa ditatap oleh seseorang, menoleh dan membalas pandangan mata sekretaris papanya itu. Keningnya berkerut. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya mengapa wanita itu memandanginya dengan tatapan yang begitu aneh.Cindy mengulas senyum di wajahnya. “Hai, anak cantik,” sapa Cindy.Kerutan di kening Nayla semakin dalam saat melihat keramahan Cindy dan senyumnya yang terasa aneh.”Mengapa tante Cindy datang kesini?” gumamnya.Nayla tampak jelas tidak menyukai sekretaris Eric itu. Meskipun masih kecil, ia mampu membedakan mana ketulusan dan mana kepura-puraan. Terlebih lagi, ia tahu bahwa selama ini sekretaris papanya itu tidak pernah menunjukkan sikap yang baik.Cindy melangkah semakin dekat. Ia berjongkok, mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Nayla.“Tante membawa hadiah untukmu,” ucapnya sambil memperlihatkan kado yang dipega

  • Dijebak Menjadi Istri Kedua CEO   Bab 82

    Acara ulang tahun Nayla yang keempat berlangsung dengan sangat meriah di sebuah hotel mewah. Ballroom hotel disulap menjadi kerajaan dongeng penuh keajaiban. Tirai-tirai menjuntai anggun berwarna ungu muda dan emas, dihiasi hiasan mahkota dan lambang kerajaan di setiap sudut. Balon-balon berwarna pastel dan perak menggantung di langit-langit, membentuk lengkungan seperti gerbang istana.Nayla menatap dekorasi ulang tahunnya itu. Anak yang baru saja berusia empat tahun itu mendongakkan wajahnya, menatap kedua orang tuanya, juga Revan dan Omanya yang saat ini tampak sangat bahagia melihat kebahagiaan gadis kecil mereka.“Papa, Mama, terima kasih. Nay sangat bahagia sekali,” ucapnya.Kasih dan Eric menunduk, mata mereka memandang wajah Nayla. Sorot mata pasangan suami istri itu tampak sangat lembut.“Sama-sama, sayang,” ucap mereka bersamaan.Eric mengusap lembut pundak gadis kecilnya itu. “Apakah dekorasi ulang tahunmu ini sudah sesuai dengan keinginanmu?” tanyanya.Nayla mengedarkan pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status