Share

Diterima

“Ini Galang, pemilik Kafe Mentari.”

“Ha?”

Jadi orang yang berseteru denganku di taksi tadi bosku? Aktor papan atas yang disebutkan Erna kemarin?

Aku bengong sesaat, tapi berusaha bersikap sewajar mungkin. 

“Oh iya iyaaa Pak Galang, halo. " Kupaksakan diri untuk tersenyum padahal sebenarnya masih jengkel dengan kejadian tadi di taksi.

Galang membuka topi yang sedari tadi dikenakannya. Membalas senyumku dengan sinis. Wajahnya terlihat sangat jelas kini. Ternyata tampan juga calon bosku ini. Sepintas mirip Dikta mantan personel Yovie dan Nuno saat masih berambut pendek belah tengah. Eh, kenapa aku jadi memuji dia, sih! 

“Baik, Nadia, pertanyaan pertama, kenapa kamu melamar kerja di sini?” tanya Pak Wira tiba-tiba yang membuatku gelagapan. Pikiranku masih menerawang, bertanya-tanya apakah insiden taksi tadi akan mempengaruhi penilaian Galang terhadapku. Bisa-bisa aku ditolak pada pandangan pertama.

“Karena butuh duit Pak,” jawabku spontan. Duh jawaban macam apa ini? Bukan jawaban yang kurencanakan, sumpah. Padahal aku sudah tahu pertanyaan ini bakalan keluar, dan sudah merancang jawabannya tadi di rumah.

Aku melirik ke arah Galang. Ia tampak menggelengkan kepala prihatin, seolah mau berkata, matre banget nih orang.

Tapi Pak Wira malah tertawa, “Ahahahaa jawaban yang menarik.”

“Dari sekian banyak pelamar tidak ada yang menjawab sejujur kamu,” katanya lagi. Sungguh ramah dan menyenangkan. Beda dengan ... Ah sudahlah. 

“Hahaa iya lah Pak kalo saya ngga jawab begini, nanti saya ngga digaji lagi!” Aku mencoba berkelakar menjawab perkataan Pak Wira supaya perasaan gugupku hilang.

“Oke. Seandainya kamu diterima kerja di sini sebagai markom, apa yang akan kamu lakukan?”

Aku lantas mempresentasikan hal-hal yang ingin aku lakukan untuk mempromosikan Kafe Mentari. Aku juga menceritakan pengalaman kerjaku sebagai markom di sebuah hotel beberapa tahun silam. Di situlah aku bertemu dengan Mas Arya yang bekerja sebagai manager hotel. Oh, tentu perihal Mas Arya ini tidak kuceritakan pada Pak Wira.

Pengalamanku sebagai freelancer micro influecer selepas resign dari hotel dan sudah bekerjasama dengan berbagai brand juga tak ketinggalan kupamerkan, yaa siapa tahu bisa jadi nilai tambah.

“Wah menarik," tanggapan Pak Wira membuatku bernapas lega.

"Kamu berpengalaman sebagai markom juga influencer sehingga bisa melihat dari kedua sisi ketika akan menjalankan tugasmu nantinya. Emm. boleh saya tahu akun i*******m kamu?” tanya Pak Wira.

“At Nadia underscore Putri Pak,” jawabku.

Pak Wira lantas nampak mengetikkan sesuatu di ponselnya. “Oh ini ya." Is menunjukkan akun instagrmaku yang sudah dibuka di ponselnya. Untung saja aku sudah mengarsipkan foto-foto bersama Mas Arya dan Rania di sana.

“Iya betul Pak.”

“Foto-fotonya bagus, follower kamu juga cukup banyak. Follower saya ketinggalan jauh, hahaha.”

Pak Wira kemudian berdiri dari tempat duduknya. “Baiklah ....”

Hmm sepertinya sesi wawancara sudah berakhir.

“Terimakasih Nadia." Tangannya terulur menyalamiku.

“Selamat ya, kamu diterima.”

“Hah?” Aku kaget tidak menyangka secepat ini aku diterima, dan rupanya Galang pun menunjukkan keterkejutan yang sama. Ia nampak tak setuju Pak Wira menerimaku bekerja di kafenya.

"Tunggu Bang, kenapa-"

“Bukannya kamu bilang aku berhak 100% menentukan siapa yang akan kuterima?” tukas Pak Wira membela diri.

“Iya tapi kan, kita harus pikirkan baik-baik, nggak bisa secepat ini dong.” Sialan, Galang merusak kebahagiaan orang aja.

“Lang, kita tak punya banyak waktu, minggu depan kafe ini sudah harus buka. Dari semua calon karyawan yang sudah kita wawancara tadi, aku paling sreg dengan jawaban Nadia. Jadi, mari kita coba bekerjasama dengannya.” Pak Wira mencoba meyakinkan.

Galang nampak pasrah dengan keputusan Pak Wira. Meski terpaksa. Ah, aku tidak peduli. Sepertinya aku tidak akan terlalu sering bertemu dengannya. Ia pasti sibuk syuting di Jakarta dan menyerahkan urusan kafe sepenuhnya pada Pak Wira.

“Nadia, kamu akan digaji sesuai UMR dan akan mendapatkan bonus jika ada lembur atau menunjukkan kinerja yang memuaskan. Kita akan bekerja mulai hari Senin. Apakah kamu bersedia?”

“Bersedia Pak!” jawabku mantap.

“Oke, kalau gitu kamu bisa pulang sekarang dan mempersiapkan diri untuk hari Senin. Sabtu minggu depan kafe ini akan buka, jadi kita masih punya waktu bersiap-siap selama lima hari.”

“Baik, saya pasti akan bekerja sebaik-baiknya Pak Wira. Terimakasih," kataku dengan senyum megembang sambil menganggukkan kepala. Sebodo amat deh dengan tanggapannya Galang kaya apa.

Aku berjalan menuju pintu dan melewati Galang.

“Mari, Pak Galang.” Meski enggan, aku tetap harus berpamitan dengan sopan pada cecunguk satu ini. Bagaimana pun  dia bosku. Kebutuhanku akan uang lebih mendesak daripada gengsiku.

Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, bergegas kuambil ponsel di tas untuk memesan taksi online.

Sambil menunggu taksiku datang, aku mengirim pesan pada Erna, memberitau bahwa aku akan segera pulang dan menjemput Rania.

Tiba-tiba sebuah mobil menepi di depanku. Eh apa taksiku sudah datang? Kenapa cepat seklai. Aku melihat dengan seksama mobil yang ada di hadapanku. Lho ini kan..

“Arman?”

“Masuk,” ucapnya terdengar ketus.

“Aku sudah memesan taksi, kamu tidak perlu ....”

“Batalkan! ” Lagi-lagi ia memerintahku seenaknya.

Daripada ribut di pinggir jalan, cepat-cepat kubatalkan taksi yang kupesan. Nanti sajalah akan kuomeli dia habis-habisan di dalam mobil.

“Apa-apaan sih? Kasihan driver yang ku-cancel tadi tahu nggak!” protesku setelah duduk dan memasang seat belt di mobil Arman.

“Mana Rania?” tanyanya tanpa menjawab omelanku sedikitpun. Huh!

“Kutitipkan di tempat Erna,” jawabku.

“Tega sekali kamu ya, setelah ia kehilangan Ayahnya, kau buat juga dia kehilangan ibunya.”

Darahku seketika mendidih mendengar ucapan Arman.

“Apa maksudmu? Ia kutitipkan karena aku harus tes wawancara kerja. Kau pikir buat apa aku kerja? Buat menghidupinya juga kan,” kataku dengan suara tinggi.

“Aku Pamannya. Paman yang harus bertanggung jawab pada ponakan yatimnya.”

“Tapi mau sampai kapan, Man? Kalau kamu sudah menikah nanti apakah istrimu tidak berkeberatan berbagi harta dengan orang lain? Kamu nggak mikir sampai ke situ ya?”

“Oh baiklah. Kalau begitu ... Aku ... TIDAK AKAN MENIKAH.”

“APAA?”

“Aku tidak akan menikah sebelum memastikan ada orang yang bisa menjaga dan menghidupi kalian dengan baik." 

Arman lantas menginjak pedal gas, melajukan mobil dengan kecepatan cukup tinggi.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
wah Arman knp dgn dirimu...
goodnovel comment avatar
Nila Elok
Arman ko marah" terus tiap ketemu nadia
goodnovel comment avatar
Yen Anton
kauaknya arman sdh mulai jatuh cinta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status