Share

Part 02

Bersihkan dirimu, lalu pakai kebaya ini. Sebentar lagi ada orang yang akan mendandanimu!"

Naura mengerjapkan mata bingung saat Rita tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya sambil membawa sepasang kebaya dan melemparkannya pada Naura. 

Gadis yang baru saja bangun itu terlihat bingung. "Memangnya ada acara apa, Tante?" 

"Apa kau lupa kalau papamu meninggalkan hutang yang sangat banyak? Bahkan kami juga harus mengeluarkan banyak uang untuk membesarkanmu sampai saat ini. Jadi, anggap saja kau harus membayarnya dengan cara ini," gerutu Rita panjang lebar, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Naura. 

“Aku tidak meng—”

"Kau harus menikah!” sela Rita tampak kesal. “Kau harus menikah untuk melunasi semua hutang papamu dan juga membayar semua biaya yang kami keluarkan untukmu!” 

“Me-menikah? Apa maksud—” 

“Lebih tepatnya kau hanya akan dijadikan sebagai pemuas ranjang!” kata Rita sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia tersenyum sinis pada keponakannya itu. “Jadi jangan terlalu berharap!”

"Kalian menjualku?" tanya Naura lirih sambil menitikkan air mata, benar-benar tidak menyangka keluarga sang paman akan bertindak sejauh ini.

"Terserah kau menganggapnya seperti apa. Tapi yang terpenting kami mendapatkan imbalan yang setimpal karena sudah memberimu makan sampai saat ini," ucap Rita ketus.

"Ingat! Jangan coba-coba untuk kabur. Karena aku tidak sebaik yang kau kira," tambah wanita paruh baya itu sebelum keluar dari kamar Naura.

Air mata Naura kembali mengalir dengan derasnya. Dia terduduk lemas di atas ranjang. 

Mengapa ia diperlakukan seperti barang? Mengapa sang paman begitu tega menjual dirinya kepada pria yang sama sekali dia tidak kenal? 

Jangan-jangan pria yang akan menikah dengannya adalah tua bangka yang mesum … 

“Ya Tuhan … apa yang harus kulakukan?” bisik Naura pedih. 

Cukup lama gadis itu duduk terdiam di atas ranjangnya, hingga akhirnya beberapa wanita masuk ke dalam kamarnya dengan membawa beberapa peralatan make-up. Melihat para wanita itu, Naura langsung mengusap air matanya dan mencoba menarik napasnya perlahan.

"Acara akan segera dimulai, lebih baik Nona cepat berganti pakaian," ucap wanita itu dengan penuh hormat.

Naura hanya mengangguk pasrah. Dia tidak mungkin bisa lari …

Setelah selesai dirias, Naura perlahan melangkahkan kakinya menuju lantai bawah, dimana akad nikah dilaksanakan. Acara dilakukan dengan begitu sederhana, hanya ada beberapa kerabat dan juga saksi yang datang.

Naura duduk di samping pria berbadan tegap yang dibalut jas lengkap berwarna putih, sehingga membuat ketampanan pria itu semakin terpancar. 

Namun, gadis itu tidak bisa melihat paras calon suaminya yang begitu menawan, karena dia terus menunduk tanpa melihat wajah sosok pria yang akan menjadi suaminya itu.

Prosesi akad berjalan dengan lancar. Kini status Naura telah berubah menjadi istri dari pria yang telah mengucapkan ijab kabul di depan sang paman sebagai walinya. 

Dia tidak tahu apa ini sebuah keajaiban yang akan membawanya keluar dari penderitaan yang dialami selama ini, atau malah menjadi awal dari penderitaannya yang baru.

"Ini uang yang kalian minta. Untuk utang kalian, aku akan menganggap lunas," ucap Leon memberikan amplop yang berisikan sejumlah uang kepada Heri.

"Terima kasih, Tuan!" ucap Rita tersenyum penuh kebahagiaan sambil mengambil amplop pemberian Leon dari suaminya. 

"Akhirnya kau ada gunanya juga,” bisik Rita pada Naura yang berdiri di sebelahnya. “Ingat! lakukan tugasmu dengan baik. Jangan coba-coba untuk mengecewakan dia!” 

Naura hanya bisa menelan rasa sakit hatinya mendengar ucapan wanita itu. 

"Aku tahu apa yang harus kulakukan," sahut Naura dengan raut wajah dingin, mencoba bersikap tegar. 

"Bagus jika kau sadar diri," ucap Rita tersenyum sinis, lalu menatap Leon dengan penuh senyuman manis. 

Setelah acara selesai, Leon langsung membawa Naura ke kediamannya. 

Naura duduk di samping Leon sambil terus menatap ke arah kaca jendela mobil, sehingga membuat suasana di mobil itu terasa begitu hening. 

Diam-diam, Leon tersenyum tipis sambil sesekali mencuri pandang ke arah Naura yang sibuk dengan dunianya sendiri. 

“Apa yang kau pikirkan?” 

Suara bariton yang memecah keheningan itu membuat Naura terperanjat. Ia lantas menoleh dan untuk pertama kalinya menatap sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. 

“A-aku …” Naura menelan ludah gugup, menunduk untuk menghindari tatapan Leon yang seolah menelanjanginya. “Tidak ada, Tuan,” katanya kemudian, tampak begitu gugup. 

Leon tidak mengatakan apapun lagi, hanya sesekali melirik Naura yang gelisah di tempatnya. 

Sesampainya di kediaman Arvando, mata Naura langsung membulat ketika melihat ketika melihat jejeran pelayan dan juga pengawal yang berjejer di depan pintu untuk menyambut kedatangannya.

"Daddy!" teriak seorang bocah laki-laki yang berlari ke arah Leon.

"Jangan berlarian seperti itu. Nanti kamu jatuh," ucap Leon dengan nada hangat sambil membawa bocah laki-laki itu ke dalam gendongannya.

“Daddy?” ulang Naura, terkejut mendengar ucapan bocah itu. Jadi pria ini ….

"Dia putraku, Raygan,” kata Leon santai, seolah bisa membaca isi pikiran Naura.

Naura membeku di tempatnya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau dirinya menikah dengan pria yang sudah memiliki anak. 

"Apakah dia Mommy Ray, Dad?" tanya Raygan dengan polosnya.

"Ya, dia adalah Mommy-mu,” kata Leon, membuat Naura seketika menatapnya tidak percaya. 

Bagaimana pria ini bersikap begitu santai? Naura benar-benar tidak mengerti. 

Tapi melihat tatapan suaminya itu, Naura rasanya tidak sanggup untuk memprotes. Karena bagaimana pun, secara tidak langsung ia memang sudah sah menjadi ibu bagi anak Leon. 

“Mommy?” 

Deg! 

Jantung Naura seolah mencelos mendengar bocah cilik itu memanggilnya dengan sebutan yang begitu akrab. 

Melihat Leon yang terus menatapnya lekat, Naura cepat-cepat menguasai diri, lalu mendekat ke arah ayah dan anak itu. 

"Ha-halo, Anak Mommy,”  sapa Naura setengah gugup. “Kamu sangat tampan, sama seperti yang diceritakan Daddy-mu," ucapnya sambil mencubit pelan pipi gembul Raygan.

"Benarkah? Jadi Daddy sering menceritakan tentang Raygan kepada Mommy?" tanya Raygan dengan mata berbinar.

Naura menelan ludah gugup sambil sesekali menatap Leon yang hanya diam di tempat. 

"Be-benar!" kata Naura sambil mengangguk-angguk cepat, berdoa dalam hati semoga Raygan mempercayainya. 

"Mommy ikut Raygan ya! Ada yang ingin Raygan tunjukkan kepada Mommy!" kata Raygan sambil turun dari gendongan Leon, lalu menarik tangan Naura menuju ke suatu tempat.

“Tu-tunggu dulu—”  

Naura mencoba menahan Raygan, tapi bocah itu tampak begitu antusias hingga membuat Naura tidak tega untuk menolak. 

Sampai akhirnya, raut wajah gadis itu tiba-tiba berubah ketika melihat pemandangan di depannya. 

Dia menatap ruangan kamar yang terlihat sangat mewah dan juga dihiasi begitu banyak pajangan foto di dinding kamar itu.

“Ini semua ….” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status