Share

Bab 10

Ketika melihat Ariana menghampirinya, Luther tertegun sejenak. Namun, ekspresinya seketika menjadi dingin saat berkata, "Rupanya Bu Ariana, apa ada yang bisa kubantu?"

"Aku kebetulan melihatmu, jadi datang untuk menyapa," balas Ariana. Dia membatalkan niatnya untuk memberi penjelasan kepada Luther.

Sebelumnya, Ariana mendengar ibunya mengatakan Luther telah memiliki kekasih baru. Dia awalnya masih tidak mengerti.

Tanpa diduga, ternyata ucapan ibunya benar.

Meskipun keduanya telah bercerai, Ariana tetap merasa tidak nyaman saat melihat mantan suaminya ini begitu cepat memiliki kekasih baru.

Ini adalah perasaan jengkel yang sangat aneh.

"Tuan Luther, ini temanmu?" tanya Bianca sambil mengamati Ariana.

Intuisi wanita memberi tahu Bianca bahwa wanita di depannya ini memiliki permusuhan dengannya.

"Mantan istriku," jawab Luther.

"Oh?" Bianca mengangkat alisnya, lalu menyunggingkan senyuman dan memperkenalkan diri, "Halo, aku dari Keluarga Caonata. Senang bertemu denganmu."

Bianca mengulurkan tangannya dengan murah hati. Namun, dagunya yang sedikit terangkat membuat pihak lawan merasa agak tertekan.

"Halo." Ariana merespons dengan sopan.

Meskipun selalu dipenuhi kepercayaan diri, harus diakui bahwa wanita di depannya ini benar-benar cantik.

Baik postur tubuh, paras, ataupun karisma, Bianca tidak kalah sedikit pun darinya. Bahkan, beberapa aspek yang dimiliki Bianca lebih unggul darinya.

Pria mana pun pasti akan menyukai wanita seperti ini, 'kan?

"Luther, kenapa aku tidak pernah melihat temanmu ini?" tanya Ariana dengan penasaran.

"Memangnya kamu pernah peduli pada hal ini?" balas Luther dengan tidak acuh.

Satu kalimat dari Luther ini membuat Ariana kehabisan kata-kata.

Dia tidak menduga bahwa Luther akan begitu blak-blakan, bahkan menyindirnya.

Suasana seketika menjadi tegang karena kejadian ini.

"Luther, aku ingin mengobrol denganmu sebentar," kata Ariana lagi setelah terdiam beberapa saat.

"Apa yang perlu dibahas?" tanya Luther dengan ekspresi datar.

"Di sini kurang pantas, ikut aku," sahut Ariana. Setelah itu, dia langsung berjalan ke suatu tempat sendirian.

Ketika melihat Luther tidak mengikutinya, dia sontak berhenti dan mengerutkan dahinya.

"Katakan saja di sini. Jangan sampai ada yang salah paham," ujar Luther.

"Apa harus begini?" tanya Ariana sambil mengernyit lagi.

Dia berniat untuk berdamai dengan Luther, tetapi Luther sama sekali tidak menjaga harga dirinya.

Bahkan, Luther melawannya sampai seperti ini, seolah-olah tidak menghargainya.

"Bu Ariana, kita sudah bercerai. Statusmu sangat mulia, tidak seharusnya berteman dengan orang sepertiku. Jangan sampai kamu malu sendiri nanti," kata Luther.

"Aku tidak mengerti kenapa kamu bersikap begitu?" Raut wajah Ariana mulai menjadi muram.

"Kamu masih bertanya? Memangnya ini bukan pilihanmu sendiri?" tanya Luther sembari mendongak dengan perlahan.

"Aku ...." Ariana tidak bisa berkata-kata.

Benar, Ariana yang mengusulkan perceraian ini. Apa gunanya mengatakan semua ini lagi? Lantas, kenapa dia malah merasa enggan sekarang?

Terutama saat melihat Luther bersama dengan wanita lain, kenapa dia malah merasa kesal? Apalagi, perasaan ini menjadi makin kuat sekarang.

"Luther, aku tahu kamu membenciku, tapi aku tidak bersalah. Selain itu, aku sudah memberimu kesempatan!" Nada bicara Ariana perlahan-lahan menjadi dingin.

Pada dasarnya, dia memang orang yang angkuh. Dia sudah menurunkan harga dirinya untuk menyapa Luther. Namun, pria ini malah mengabaikannya.

"Jadi, aku yang salah?" Luther merasa sangat konyol.

"Aku tidak ingin memperdebatkan hal ini. Kalau kamu menghormatiku, seharusnya kamu membawa wanita itu bertemu denganku," ujar Ariana dengan murung.

"Menghormati?" Luther seketika tergelak. "Gimana dengan Wandy? Kita belum bercerai, tapi kalian terus bersama. Kamu masih membahas masalah menghormati sekarang?"

"Percaya atau tidak, aku hanya berteman dengannya," timpal Ariana sembari menengadah.

"Masa?" Terlihat ejekan di sorot mata Luther. Dia menunjuk Wandy yang sedang menghampiri sambil bertanya, "Ini yang namanya hanya berteman? Hehe. Aku sudah mengerti sekarang."

Kedua orang ini jelas-jelas berselingkuh di belakangnya. Hari ini, mereka bahkan menghadiri pesta bersama. Namun, Ariana malah mengatakan mereka hanya berteman? Konyol sekali!

"Hm?" Ariana mengernyit tanpa menjelaskan apa pun lagi.

Pertama, dia tidak perlu memberi penjelasan kepada mantan suaminya. Kedua, Luther juga tidak akan percaya padanya.

"Ariana, kita sedang mengobrol barusan, kenapa kamu tiba-tiba kemari?" tanya Wandy yang mendekat sambil tersenyum.

Begitu melihat Bianca yang begitu memesona, Wandy langsung terpana. Sorot matanya pun dipenuhi hasrat. Hal ini menyebabkan napasnya seketika memburu.

Cantik! Benar-benar cantik! Dia tidak pernah melihat wanita yang begitu berkelas seperti Bianca.

Jika Ariana adalah air yang dingin, Bianca ini adalah api yang membara!

Wanita ini hanya berdiri diam, tetapi penampilannya sudah begitu memikat hati. Benar-benar wanita yang sangat menggoda!

Setelah menatap beberapa saat, Wandy mengalihkan pandangannya dengan tenang.

Wandy tahu betul bahwa dia tidak boleh terlalu memperlihatkan antusiasmenya saat berhadapan dengan wanita secantik ini. Bagaimanapun, kesan pertama sangatlah penting.

"Luther, kenapa kamu di sini?" tanya Wandy sembari mengerutkan dahinya.

Apalagi saat melihat Luther yang begitu mesra dengan Bianca, dia pun merasa sangat iri.

'Sial! Apa hebatnya bocah ini? Dia baru bercerai dengan Ariana, tapi sudah mendapatkan wanita yang begitu berkelas? Apa ini yang namanya rezeki?' maki Luther dalam hatinya.

"Kenapa aku nggak boleh di sini?" tanya Luther balik.

"Kata Ariana, kamu hanya petugas kebersihan di Grup Pesona. Kamu nggak berhak masuk ke Gedung Phoenix. Apa kamu ingin diam-diam masuk?" balas Wandy sambil memicingkan matanya.

"Itu bukan urusanmu," sahut Luther dengan tidak acuh.

"Huh! Sepertinya, tebakanku benar." Wandy tersenyum sinis, lalu menatap Bianca dan berkata, "Nona, sepertinya kamu tertipu. Pria di sampingmu ini bukan anak orang kaya, melainkan hanya orang rendahan dari kalangan bawah. Dia nggak cocok denganmu yang begitu cantik."

Menurut Wandy, Luther pasti menipu wanita ini. Jika tidak, mana mungkin wanita secantik ini bersedia menemaninya?

"Kenapa memangnya? Yang penting aku suka," balas Bianca sembari tersenyum tipis.

"Nona, dengan paras dan karismamu ini, kamu bisa menikah dengan keluarga kaya. Untuk apa kamu menyusahkan diri sendiri?" Wandy benar-benar heran.

"Apa hebatnya keluarga kaya? Di mataku, Luther baru pria paling hebat!" Bianca langsung merangkul lengan Luther.

"Hebat?" Wandy tertawa mencibir, lalu meneruskan, "Dia nggak punya uang, kekuasaan, ataupun kemampuan. Hebat dari mana?"

"Setidaknya, dia lebih tampan darimu!" sahut Bianca tanpa menjaga harga diri Wandy.

"Apa gunanya tampan? Dia cuma pecundang yang dinafkahi wanita!" Wajah Wandy menjadi murung. Dia memperingatkan, "Nona, kalau kamu terus terobsesi begini, kamu pasti akan menyesal setelah dia mengambil keuntungan darimu!"

Bianca terkekeh-kekeh dan menimpali, "Aku justru berharap begitu. Takutnya. Luther yang nggak ingin melakukannya."

Perkataan yang begitu terang-terangan ini bukan hanya membuat Ariana dan lainnya mengernyit, tetapi Luther juga tidak tahan lagi.

Wanita ini benar-benar menggoda saat bersikap centil seperti ini!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status