Share

Bab 11

"Nona, apa kamu nggak ngerti? Pria ini hanya penipu. Kamu nggak akan mendapat keuntungan apa pun kalau bersamanya!" kata Wandy dengan agak panik saat melihat rencananya untuk memisahkan Luther dan Bianca gagal.

Dia tidak bisa melihat seorang wanita yang begitu cantik jatuh di tangan Luther dan dihancurkannya begitu saja.

"Hei, kamu ribut sekali. Terserah aku berhubungan dengan pria mana, apa urusannya denganmu!" teriak Bianca yang sudah kehilangan kesabarannya.

"Kamu ini!" Wandy benar-benar kesal dengan tingkahnya.

Dia tidak menduga bahwa wanita di depannya ini akan begitu keras kepala. Sudah tahu ditipu, tapi masih begitu mesra dengan Luther. Memangnya seberapa besar pesona yang dimiliki pecundang ini!

"Tuan Muda Wandy, orang seperti ini memang pantas ditipu. Kamu berbaik hati memperingatkannya, tapi dia bersikap begitu lancang. Benar-benar nggak tahu diri!" ujar Julie yang berdiri di samping dengan murung.

"Huh! Sulit untuk menjadi orang baik di zaman sekarang!" kata Wandy dengan kesal. Tentunya, dia masih merasa iri sekarang.

"Kalian seharusnya sudah kenal lama, 'kan?" tanya Ariana tiba-tiba.

Tingkah Bianca membuatnya curiga bahwa kedua orang ini sudah lama berselingkuh. Jika tidak, mana mungkin Bianca begitu bersikeras?

"Itu nggak penting. Yang penting adalah kami saling menyukai," jawab Bianca sembari tersenyum.

Ketika berbicara, dia bahkan mendekatkan payudaranya ke lengan Luther, seolah-olah menunjukkan bahwa Luther adalah miliknya.

Pemandangan ini membuat sorot mata Ariana menjadi makin dingin. Meskipun tahu Bianca sengaja memprovokasinya, dia tetap merasa tidak nyaman, seakan-akan barangnya dirampas oleh orang lain.

"Luther, ternyata kamu begitu pintar bersembunyi. Sebelum bercerai, kamu sudah mencari wanita lain. Aku benar-benar salah menilaimu!" kata Ariana sambil menahan amarahnya.

Ariana terus memikirkan perceraiannya dengan Luther. Dia merasa bersalah kepada pria ini.

Tanpa diduga, ketika dia masih memikirkan cara untuk menebus kesalahannya, Luther malah sudah bersama wanita lain.

Ternyata, dia telah ditipu oleh Luther selama ini!

"Kalau kamu berpikiran begitu, aku juga nggak bisa apa-apa." Luther malas memberikan penjelasan kepada Ariana.

"Bagus. Aku masih merasa bersalah padamu sebelumnya. Sepertinya, kita tidak saling berutang lagi sekarang," kata Ariana dengan ekspresi yang perlahan-lahan menjadi dingin.

Sorot matanya itu seolah-olah sedang menatap orang asing.

"Ini keputusan terbaik," sahut Luther dengan ekspresi datar. Namun, entah mengapa hatinya terasa sakit.

"Nona Ariana." Bianca tiba-tiba bersuara, "Meskipun aku merasa keputusanmu kurang bijaksana, aku tetap harus berterima kasih kepadamu."

"Untuk apa?" Ariana mengangkat kepalanya dengan pelan.

"Terima kasih karena kamu sudah melepaskan Luther untukku. Kalau nggak, aku nggak akan bertemu dengan pria sehebat dia," timpal Bianca seraya tersenyum misterius.

Perkataan ini benar-benar mengenai hati Ariana.

"Hei, dasar wanita penggoda ...." Julie hendak mengamuk, tetapi Ariana sudah mengangkat tangan untuk menghentikannya. Dia menyahut dengan tatapan yang tidak mau kalah, "Pria yang kamu anggap hebat ini hanya pria biasa di mataku."

"Biasa?" Bianca mengangkat alisnya, lalu bertanya, "Kamu sebut pria yang begitu cerdas dan pintar bertarung ini biasa-biasa saja? Seleramu tinggi sekali. Tapi, aku lihat pria di sampingmu itu nggak ada apa-apanya."

"Setidaknya, dia lebih unggul dari Luther," balas Ariana.

"Masa sih? Gimana kalau kita bertaruh?" Bianca menyunggingkan senyuman nakal.

"Taruhan apa?" tanya Ariana.

"Kita bertaruh siapa yang lebih hebat dan berprestasi. Batas waktunya sebulan. Gimana?" jelas Bianca.

Begitu ucapan ini dilontarkan, Ariana dan lainnya pun tercengang.

Mereka tidak menduga bahwa Bianca akan mengusulkan hal seperti ini.

"Hehe. Nona, apa kamu salah makan obat? Kamu menyuruh pecundang ini berkompetisi denganku? Yang benar saja!" timpal Wandy seraya tersenyum mencibir. Tatapannya seolah-olah sedang menatap seorang idiot.

"Tuan Muda Wandy adalah penerus Perusahaan Farmasi Yohan, asetnya mencapai triliunan. Luther nggak punya kemampuan apa pun, mana bisa disandingkan dengan Tuan Muda Wandy?" ejek Julie sambil mencebik.

"Kamu yakin ingin bertaruh?" tanya Ariana dengan agak heran.

Menurut Ariana, satu-satunya keunggulan yang dimiliki Luther hanya parasnya yang tampan.

Di sisi lain, baik latar belakang ataupun kemampuan Wandy, semuanya jauh di atas Luther.

Mereka berdua berada di level yang berbeda!

Jangankan sebulan, Luther bahkan tidak mungkin melampaui Wandy meski diberi waktu 3 sampai 5 tahun.

"Tentu saja yakin. Keputusan ada di tanganmu, berani nggak?" jawab Bianca sambil mengangkat dagunya.

"Apa hukuman bagi yang kalah?" tanya Ariana.

"Yang kalah harus minta maaf dan mengakui diri sendiri sudah bodoh selama ini," jawab Bianca.

"Oke." Ariana menganggukkan kepalanya.

"Semoga kamu nggak menyesal nantinya," kata Bianca sambil tersenyum.

Keduanya adalah wanita cantik, tetapi memiliki karisma yang berbeda. Saat ini, mereka berdua diam-diam telah bersaing.

"Kita akan tahu hasilnya nanti." Ariana tidak berbasa-basi lagi. Setelah menatap Bianca lekat-lekat, dia berbalik dan memasuki Gedung Phoenix.

"Hehe. Kamu akan malu sendiri nanti." Wandy terkekeh-kekeh sinis, lalu mengikuti Ariana masuk.

Ketiga orang ini sama sekali tidak menganggap kehadiran Luther.

"Tuan Luther, gimana? Kamu puas dengan penampilanku barusan?" tanya Bianca sambil merapikan rambut di samping telinganya.

Ini hanya gerakan yang sederhana, tetapi dia tetap terlihat sangat memikat.

"Agak berlebihan." Luther berkata dengan tidak berdaya, "Statusmu begitu mulia. Kamu akan malu kalau kalah nanti."

"Kalah? Jangan bercanda. Mana mungkin Tuan Luther kalah dari pria cabul itu!" timpal Bianca yang mulai memotivasi Luther.

"Aku hanya orang biasa, mana bisa dibandingkan dengan anak orang kaya seperti dia?" Luther pun mengedikkan bahunya.

"Tuan Luther terlalu rendah hati. Wajahmu saja sudah menjelaskan kamu bukan orang biasa," sahut Bianca sambil mengedipkan matanya dengan centil.

Luther benar-benar tak berdaya dibuatnya. Dia hanya bisa berpura-pura tidak melihatnya.

Harus diakui bahwa penampilan Bianca tadi benar-benar sempurna. Wanita ini membantunya untuk mendapatkan harga dirinya kembali.

Bagaimanapun, tidak banyak wanita yang bisa menang dari Ariana. Tanpa perlu diragukan lagi, Bianca adalah salah satunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status