Home / Rumah Tangga / Dikhianati Diranjang Pernikahan / Datang dengan membawa madu

Share

Datang dengan membawa madu

last update Last Updated: 2025-10-03 09:53:50

Suara ketukan di pintu rumah memecah keheningan malam itu. Rania yang baru saja memejamkan mata sontak terbangun. Jantungnya berdegup lebih cepat,” Siapa yang bertamu malam-malam." gumannya pelan. 

Dengan langkah pelan ia berjalan ke arah pintu, menahan napas sebelum memutarnya.

Begitu pintu terbuka, tubuhnya kaku.

Bima berdiri di sana. Wajahnya lelah, rambutnya sedikit berantakan, dan ada lingkar gelap di bawah matanya. 

Seharusnya, setelah sekian lama suaminya merantau, hati Rania akan meluap dengan rindu. Tapi bukan itu yang ia rasakan.

Di samping Bima, berdiri seorang perempuan muda. Tubuhnya mungil, wajahnya manis, dan senyum tipis yang terukir di bibirnya justru membuat hati Rania teriris. 

Perempuan itu berdiri terlalu dekat dengan Bima, seakan-akan ia punya hak untuk berada di sana.

“Dek…” suara Bima terdengar berat, seperti berusaha menahan sesuatu. “Ini… Rini.”

Rania tidak langsung menjawab. Matanya bergantian menatap Bima lalu perempuan itu. Rini menunduk sopan, tetapi sorot matanya jelas menunjukkan kepercayaan diri, bahwa ia bukan hanya sekadar tamu.

“Aku bawa dia ke sini,” Bima melanjutkan, suaranya mulai goyah, “Karena… dia sekarang bagian dari hidupku.”

Rania mengerutkan kening, bibirnya bergetar. “Bagian dari hidupmu?” suaranya hampir tak terdengar. 

“Maksudmu apa. Mas?”

Bima menunduk sebentar, lalu menghela napas panjang. “Aku dan Rini… kami sudah menikah siri di sana.”

Dunia Rania seakan runtuh. Kata-kata itu menghantamnya tanpa ampun, seperti palu besar yang menghancurkan segala fondasi yang ia bangun selama sepuluh tahun terakhir. Kakinya terasa lemas, tubuhnya bergetar hebat, tapi ia paksakan dirinya tetap berdiri.

Rini maju selangkah, suaranya lembut tapi menusuk telinga Rania. 

“Mbak Rania, maafkan saya… tapi ini sudah terjadi. Saya tidak bermaksud menyakiti.”

Ucapan itu bagaikan garam yang ditabur di atas luka terbuka. Rania menelan ludah pahit, dadanya terasa sesak. Sejenak ia ingin berteriak, menghantam sesuatu, apapun untuk meluapkan amarahnya. Tapi air matanya tertahan di pelupuk.

Bima mencoba meraih tangannya. “Dek, dengar dulu penjelasan Mas—”

Dengan cepat Rania menepis tangan itu. Tatapannya tajam, dingin, berbeda dari sosok penurut yang selama ini ia perankan. “Mas pikir aku akan menerima semua ini begitu saja?” suaranya rendah tapi tegas, bergetar menahan emosi. “Sepuluh tahun aku habiskan hidupku untukmu. Aku berhenti mengejar mimpiku, menelan semua kata-katamu, hanya untuk jadi istri yang patuh. Dan balasanmu… menikahi perempuan lain di belakangku?”

" Ini gila! Baru beberapa minggu yang lalu, kamu mengakui segalanya dan sekarang kamu pulang membawanya sebagai adik madu.”

Bima terdiam. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar kehilangan kata-kata.

Rania menatap mereka berdua. Wajah Rini yang masih mencoba terlihat tenang hanya membuatnya semakin muak. Ia menghela napas panjang, menahan ledakan yang nyaris tak terbendung. “Mulai malam ini, Mas…” suaranya parau tapi tajam, “ Jangan pernah berharap aku akan sama seperti dulu.”

Ia berbalik, melangkah masuk rumah dengan tubuh yang masih bergetar. Pintu ditutup keras di belakangnya, meninggalkan Bima dan Rini dalam keheningan.

Rania berlari masuk kedalam kamar, mengunci pintu, air mata Rania akhirnya pecah.Tubuhnya merosot ke lantai, tangannya gemetar menutup wajah. Namun dibalik tangisan itu, ada bara kecil yang mulai menyala. 

“Aku gak akan biarin ini berakhir seenaknya,” bisiknya di sela-sela isak. “Kamu akan tahu rasanya hancur, Mas.”

_____

Di ruangan lain, 

Bima mendudukan tubuhnya di sisi tempat tidur di ikuti oleh Rini. 

“Bagaimana ini Mas, istrimu sepertinya tidak menyukaiku.” ucapnya dengan nada sendu.

Entah ia betul-betul sedih atau hanya agar mendapat perhatian.

Bima menghela nafas dalam, ia sendiri pun bingung harus bagaimana. Ia pulang dengan tujuan untuk memperbaiki kesalahannya pada Rania, tapi apakah salah  jika ia membawa Rini dan mengenalkannya pada Rania? Bima berharap Rini bisa menjadi teman untuk Rania ketika nanti ia kembali bekerja.

Namun sepertinya itu hanyalah angan semata, melihat respon yang diberikan Rania saat ini.

Ah! Ya Rania.

Ia harus bicara dengan Rania saat ini.

“Aku akan bicara dengan Rania. Kamu sebaiknya istirahat." sahut Bima, setelah itu ia bangkit lalu berjalan keluar dari kamar tamu tanpa menunggu respon dari istri mudanya.

Bima menatap pintu kamar yang dimana Rania berada, ia berkali-kali menarik nafas dalam sebelum akhirnya tangannya terulur untuk mengetuk pintu kamar.

“Dek. Mas boleh masuk? Kita harus bicara agar masalah ini tidak berlarut-larut. Mas juga rindu kamu Dek, apa kamu tidak merindukan Mas?” 

Hening tidak ada jawaban dari dalam, Bima masih menunggu hingga beberapa lama. 

Sepertinya untuk saat ini Rania tidak berniat untuk menjawab atau membukakan pintu untuk Bima. 

Hingga akhirnya Rania mendengar langkah kaki pria itu menjauh.

“Jangan harap aku mau memaafkan penghianatanmu, Mas." Rania mengusap air matanya kasar. 

Ia mengambil ponsel, lalu mengetikan sebuah pesan pada seseorang.

“Sen, tolong kamu cari tahu tentang wanita ini.”

Suara Rania  terdengar parau ketika ia mengetik pesan singkat itu, jari-jarinya masih gemetar. Ia lalu mengirimkan sebuah tangkapan layar dari akun media sosial Bima semalam. Sebuah akun perempuan bernama Rini, yang entah kenapa terasa begitu penting setelah namanya disebut oleh Bima malam itu dan saat ini wanita itu telah masuk kedalam rumah tangganya.

Setelah menekan tombol kirim, Rania  menjatuhkan ponselnya di atas kasur. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan, menahan isak yang masih tersisa dari malam panjang yang menyiksa. 

Ketukan di pintu kamar membuat Rania membuka mata, entah jam berapa ia semalam tertidur.

Rania melirik jam yang menempel di dinding. Jam menunjukan pukul enam pagi.

Ah. Iya Rania baru ingat jika hari ini ada orang dirumah. 

Mau tak mau Rania harus menemui mereka, tidak mungkin juga dia terus di dalam kamar.

Rania menarik nafas dalam, mulai hari ini ia harus membalas segalanya.

 Luka yang semalam masih basah kini perlahan berubah menjadi bara dan sebuah tekad yang kuat untuk melakukan sesuatu yang akan merubah hidupnya.

Hari ini, Rania  telah memutuskan untuk bangkit. Cukup sudah sepuluh tahun ia bersabar dan setia menemani Bima. Ia pernah menelan semua keinginannya, memupus mimpinya sendiri, hanya demi menjadi istri yang patuh dan mendukung suaminya. Namun pengorbanan itu ternyata sia-sia, dibayar dengan pengkhianatan yang keji.

Rania turun dari tempat tidur, lalu berjalan membukakan pintu. 

“Selamat pagi,Dek." sapa Bima dengan sebuah senyuman.

Pria itu nyelonong masuk kamar tanpa diminta, lalu menutup pintu dengan cepat. Rania mundur, wanita itu menjaga jarak siaga.

“Mau apa kamu, Mas?" 

Bima melangkah satu langkah, Rania mundur satu langkah. 

“Aku merindukanmu,Dek." 

Rania tergelak.”Rindu?" ada kegetiran dalam suaranya.

Dulu kata-kata itu akan membawa Rania melayang, merasa ia menjadi wanita paling dicintai oleh suaminya. Namun kali ini, bahkan hanya mendengarnya saja Rania sudak muak.

“Jika kamu betul merindukanku, kamu tidak akan membawa madu ke dalam rumah ini. Mas.”

Rania menatap Bima dalam." Tidak ada di dunia ini istri yang mau di madu, Mas. Begitupun denganku, sekarang keputusan ada di tanganmu. Kamu pilih aku atau wanita itu.” 

Bima menggeleng, " Tidak Rania, aku tidak mungkin memilih salah satu dari kalian. Aku sangat mencintaimu dan aku juga mencintai Rini. Mas janji, Rini akan menjadi adik madu yang baik untukmu. Kamu bisa menganggapnya sebagai adikmu sendiri.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   7

    “Kapan kamu mau kerja lagi, Rania?” tanya Ardi sambil mencondongkan tubuhnya.Ruangan direktur itu sepi, hanya mereka berdua. Jendela besar menunjukkan langit yang mulai mendung.Rania menatap lurus ke depan, pandangannya kosong. Ia bahkan tidak bereaksi seketika. Napas panjangnya terdengar, lalu ia menjawab pelan.“Entah… mungkin besok.”Jawabannya lesu, seolah semangatnya sudah terkikis habis.Ardi mengangguk, tapi matanya penuh iba.“Kondisi rumah… aman?” tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih lembut.Rania tersenyum miris, bukan karena lucu, tapi pahit.“Ya lumayan lah ya,” ia berujar sambil menyandarkan diri. “Semalam Bima sudah bilang dia dipecat. Dan dengan tidak tahu malunya…” Rania menghentikan kalimatnya, mencoba menertawakan absurditas hidupnya sendiri, “…dia minta aku yang keluarkan uang buat kebutuhan rumah. Termasuk… memberi makan istri mudanya.”Ardi menatapnya tak percaya.“Serius?” suaranya pelan, tapi nadanya tajam.Rania mengangguk lagi, wajahnya hambar.“Benar.

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   6

    “Kamu mau kemana, Dek? Sudah cantik begini?” tanya Bima ketika melihat Rania keluar dari kamar dengan wajah fresh dan pakaian rapi.Rania hanya memutar bola matanya. Dulu kalimat itu membuat pipinya merona, sekarang hanya memicu rasa muak. Ia tidak ingin menjawab, tapi rasa enggan untuk menambah drama membuatnya tetap buka suara.“Gak kemana-mana. Cuma keluar sebentar. Kenapa?” jawabnya pendek, kemudian duduk di sofa. Bima menyusul, duduk lebih dekat dari yang ia harapkan.Pria itu terus menatap istrinya, seolah sedang memandangi sesuatu yang hampir hilang dari genggamannya.Rasa rindu pada wanita yang dinikahinya sepuluh tahun lalu itu begitu membuncah, semenjak dirinya kembali belum sekalipun ia menyentuh sang istri. Jangankan tidur bersama. Hanya sekedar menggenggam tangannya saja sulit ia dapat.Rania betul-betul menjaga jarak darinya. Walau begitu ia tidak putus asa. Seperti saat ini.Ia menggeser posisi duduknya, lalu melingkarkan tangan ke pinggang Rania, memeluknya dari sam

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   Maaf, Mas. Aku tidak memliki tabungan.

    Jam menunjukan pukul tujuh malam, menandai waktu makan malam yang seharusnya penuh kehangatan keluarga.Namun malam ini, atmosfir di ruangan itu terasa begitu panas.Padahal hujan baru saja berhenti, menyisakan aroma tanah basah yang samar menembus celah jendela dapur.Udara sejuk mengalir lembut, tapi suasana di dalam rumah justru panas, menyesakkan.Tiga orang duduk satu meja, Bima di tengah, Rini di sisi kanan, dan Rania di seberang.Suara sendok yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar di ruangan itu.Tidak ada percakapan. Hanya keheningan yang menekan, seperti udara berat yang siap pecah kapan saja.Rania menunduk, sibuk dengan makanannya.Sebenarnya, sejak tadi ia hampir tidak merasakan apa-apa, rasa asin, gurih, semua hilang. Lidahnya kelu.Tapi ia tetap makan. Karena meski hatinya hancur, ia masih tahu kewajibannya sebagai istri.Tadi sore, ia sengaja membeli lauk di setelah bertemu Reno, sekadar untuk menjaga tampak luar bahwa rumah ini masih berjal

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   Di pecat

    “Apa salah saya, Pak? Saya sudah bekerja keras untuk perusahaan, kerja saya juga bagus. Kenapa saya dipecat?” suara Bima meninggi, penuh emosi, saat ia berbicara lewat ponsel.Nafasnya memburu, tangan kanannya mencengkeram rambut, sementara yang kiri menggenggam ponsel begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.Hari ini benar-benar sial. Rania dengan sikap dinginnya sudah cukup membuat kepalanya pening. Dan sekarang, kabar pemecatan dari perusahaan kontraktor tempatnya bekerja di rantau datang begitu saja, tanpa penjelasan yang masuk akal.Padahal ia sudah yakin pekerjaan itu akan menjadi tumpuan. Dengan gaji tetap dan proyek besar yang ia tangani, ia merasa bisa menghidupi dua istrinya sekaligus. Tapi sekarang? Semua itu hancur dalam sekejap.Sial! Tabungan yang ia punya pun sudah terkuras habis saat menikahi Rini. Mahar, pesta, hadiah, semuanya menguras isi rekening.“Pak! Saya mohon, pertimbangkan lagi keputusan Bapak. Saya sangat—”Tut… tut…Sambungan telepon terputus.“Brengs

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   Sikap dingin Rania

    Dasar pria egois!“Silakan kamu keluar dari kamar ini, Mas!” sentak Rania, suaranya bergetar menahan emosi. Tangannya teracung menunjuk pintu, wajahnya pucat tapi sorot matanya tajam menusuk.Ia tidak ingin lagi mendengar alibi suaminya yang memuakkan itu. Kata-kata Bima hanya membuat luka di hatinya makin bernanah.“Tapi, Dek…” Bima mencoba mendekat, nada suaranya memelas. “Kita belum selesai bicara. Mas mohon, terima Rini di rumah ini. Anggap saja dia seperti adikmu, ya.”Ucapan itu bagai petir yang menyambar tepat di telinga Rania. Ia menahan napas, menatap Bima dengan pandangan penuh amarah bercampur getir. Bagaimana mungkin seorang suami yang sudah menikahinya selama sepuluh tahun tega mengatakan hal itu?Dengan langkah tegas, Rania justru melenggang keluar kamar. Ia tahu, jika terus mendengarkan ucapan Bima, ia bisa benar-benar kehilangan kewarasannya.---Aroma bawang putih yang ditumis memenuhi dapur kecil. Rania berdiri di depan wajan, tangannya cekatan mengaduk nasi goreng.

  • Dikhianati Diranjang Pernikahan   Datang dengan membawa madu

    Suara ketukan di pintu rumah memecah keheningan malam itu. Rania yang baru saja memejamkan mata sontak terbangun. Jantungnya berdegup lebih cepat,” Siapa yang bertamu malam-malam." gumannya pelan. Dengan langkah pelan ia berjalan ke arah pintu, menahan napas sebelum memutarnya.Begitu pintu terbuka, tubuhnya kaku.Bima berdiri di sana. Wajahnya lelah, rambutnya sedikit berantakan, dan ada lingkar gelap di bawah matanya. Seharusnya, setelah sekian lama suaminya merantau, hati Rania akan meluap dengan rindu. Tapi bukan itu yang ia rasakan.Di samping Bima, berdiri seorang perempuan muda. Tubuhnya mungil, wajahnya manis, dan senyum tipis yang terukir di bibirnya justru membuat hati Rania teriris. Perempuan itu berdiri terlalu dekat dengan Bima, seakan-akan ia punya hak untuk berada di sana.“Dek…” suara Bima terdengar berat, seperti berusaha menahan sesuatu. “Ini… Rini.”Rania tidak langsung menjawab. Matanya bergantian menatap Bima lalu perempuan itu. Rini menunduk sopan, tetapi soro

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status