“Sial!” amuk Yuda saat melihat media sosial milik Kaivan. Kakak sepupunya itu mengganti profilnya dengan foto dirinya bersama Khayra. Yuda mendadak tidak mood untuk bekerja. “Sialan, Kaivan! kau merebut semua yang harusnya menjadi milikku!” gumam Yuda mengepalkan kedua tangannya dengan erat. “Aku harus merencanakan sesuatu untuk memisahkan mereka dan menghancurkan Kaivan. Tidak peduli apa pun yang terjadi, yang jelas, Khayra harus kembali padaku. Dan posisi direktur utama harus jadi milikku!” gumam Yuda penuh rencana jahat di kepalanya.*** Tepat pukul tujuh malam waktu Turki. Mereka sampai di pinggir jembatan Canakkale. "Waw! Panjang sekali jembatannya," ucap Nita sambil tangan kanan di tempelkan di dahi seolah-olah sedang mengamati sesuatu dengan serius. Jembatan Canakkale merupakan jembatan gantung di provinsi Canakkale yang menyebarangi selat Dardanelles. Bukan hanya panjang, tapi keindahan jembatan ini jika dipandang da
“Tapi ini untuk apa, Ma?” tanya Ziya pada Ratna. Saat ini Ziya dan Ratna sedang berbelanja di sebuah mall besar. Ziya mendapatkan black card dari Yuda karena Yuda tidak mau mengantar Ziya untuk belanja perlengkapan bayi. “Kamu itu bodoh atau apa sih. Itu nanti kamu kasih untuk mertuamu. Bukankah dia sangat suka mengoleksi parfum, dan yang ini hadiahkan pada ibunya Kaivan. Katamu, si Khayra dan suaminya sibuk liburan terus, bukan. Jadi ini kesempatan kamu untuk mendekati mereka dan hasut keduanya untuk berada di pihakmu. Buat dukungan sebanyak-banyaknya di keluarga Dirgantara. Jangan biarkan Khayra menguasai keluarga Dirgantara,” ucap Ratna. Ziya tersenyum penuh rencana jahat. “Mama benar, aku harus mendekati mereka dan menghasut mereka untuk semakin membenci si jalang itu. Dia pikir, dukungan suaminya saja cukup. Aku akan buat dia lebih menderita di kediaman Dirgantara!” Ziya menatap dua parfum keluaran terbaru brand terkenal dengan penuh rencan
“Tidak ada pak Kaivan, berasa sepi banget, ya.” Sunny berkomentar. “Benar sekali. Tidak ada semangat untuk bekerja,” keluh Nita. “Kembali bekerja. Jangan sampai pengganti pak Kaivan meremehkan pak Kaivan karena pekerjaan kita tidak selesai,” ucap Rizal. “Benar. Karena dia pasti akan melakukan pemeriksaan pada hasil kinerja kita selama bersama pak Kaivan,” ucap Cecep. “Eh Khayra, sekarang Pak Kaivan kerja di mana? Dia gak jadi pengangguran, kan?” tanya Nita. “Tidak kok. Dia kembali bekerja di perusahaan keluarganya,” jawab Khayra. “Maksudmu, dia jadi Direktur atau CEO?” tanya Nita sangat kepo. “Ya, begitulah,” jawab Khayra. “Pak Kaivan itu dari keluarga Dirgantara. Kalian tahu, bukan Dirgantara group yang memiliki banyak anak perusahaan di bidang tertentu. Dia seorang crazy rich,” ucap Cecep. “Serius?” Nita sangat terkejut. “Haduh, ke mana saja, Neng. Padahal sudah lama kami ta
“Mommy!” panggil Aerline yang muncul di belakang Khayra. “Aerline? Apa yang kamu lakukan di sini dan mengajaknya?” tanya Genny. “Ayolah, Mommyku yang cantik. Kakak ipar juga ingin main golf bersamaku,” ucap Aerline dengan sangat ceria. Genny hanya bisa menghela napas dan melirik tajam ke arah Khayra. “Jeng Genny, apa dia menantu perempuanmu?” tanya salah satu wanita di sana. “Wah, jadi ini istrinya Kaivan. Cantik sekali,” puji salah satu dari mereka. “Kelihatannya dia sangat baik dan penurut,” puji yang lain. Khayra melihat ke arah Genny yang berpura-pura tidak peduli, padahal Khayra tahu kalau Genny merasa bangga di sana. “Tentu saja, Kakak iparku bukan orang sembarangan, iya, kan, Mommy,” goda Aerline dan Genny terlihat memalingkan wajahnya. “Bukankah kamu mantan kekasihnya Yuda, itu ya. Saya menghadiri pertunangan kalian waktu itu,” celetuk salah satu wanita tua di sana. “Benarkah? Yuda kepona
“Siang, Tante,” sapa Ziya membuat Genny yang sedang menyiram tanaman miliknya menoleh ke arah Ziya. “Oh, Ziya. Ada apa?” tanya Genny melanjutkan aktivitasnya. “Kemarin aku berkeliling di mall, kebetulan mengingat kalau Tante suka aroma parfum yang soft, jadi aku membelikannya untuk Tante,” ucap Ziya menyerahkan satu bingkisan berisi parfum dari brand terkenal di dunia. Genny melihat ke arah bingkisan di tangan Ziya, kemudian melihat ke arah wanita hamil itu. “Ini,” ucap Ziya kembali menyodorkan bingkisan itu pada Genny. “Ya, terima kasih,” ucap Genny menerimanya. “Sebenarnya Tante tidak memakai brand ini. Tetapi tidak masalah, terima kasih,” ucap Genny. “Sama-sama Tante. Maaf karena aku tidak bertanya dulu sebelumnya. Aku pikir, Tante suka dengan brand itu karena aromanya hampir sama dengan yang biasa Tante pakai,” ucap Ziya. “Ya, sama tapi yang ini lebih dark dibanding milik Tante,” jawab Genny. “Apa perl
“Kenapa dia selalu membuat aku hampir jantungan,” keluh Khayra saat sampai di depan lobby kantornya. Kaivan mengantarnya hingga ke depan perusahaan. “Woi, ngelamun apaan sih,” seru seseorang menyadarkan lamunan Khayra. “Oh, nggak. Ayo masuk,” ajak Khayra saat melihat ke arah Nita yang baru saja mengagetkannya. “Katanya, hari ini manager pengganti pak Kaivan akan datang dan mulai perkenalan,” ucap Nita saat mereka masuk ke dalam lift. “Benarkah? Ya, setidaknya kita tidak akan kebingungan lagi mengurusi laporan yang di minta General manager,” ucap Khayra. “Benar. Katanya dia lulusan terbaik dari Amerika dan tranning selama tiga bulan di lapangan dan sekarang langsung ditarik jadi manager. Hebat, bukan?” seru Nita. “Iya, sih,” jawab Khayra. “Banyak yang menyangka kalau dia punya kenalan orang dalam di sini,” seru Nita. “Itu bukan urusan kita. Yang pasti, aku berharap dia bisa bekerja sama dengan kit
“Kaivan baru saja masuk ke dalam ruangannya. Dia cukup kaget melihat Yuda sudah duduk dengan kaki yang dia selonjorkan ke atas meja. Pria itu terlihat begitu angkuh dan sombong. “Apa yang sedang kamu lakukan di ruanganku?” tanya Kaivan tampak tidak suka pada Yuda. Yuda menurunkan kedua kakinya dan bangkit dari duduknya. Dia berjalan mendekati Kaivan yang berdiri tidak jauh darinya dengan ekspresi datar. “Tidakkah Abang mau memberiku ucapan selamat. Mulai hari ini, aku adalah pengacara di perusahaan ini,” ucap Yuda tersenyum merekah. “Posisiku hampir setara denganmu, yang sebagai seorang CEO,” ucap Yuda dengan nada bangga dan angkuh. “Oh, lalu?” tanya Kaivan masih dengan nada datar, membuat Yuda kesal sendiri karena Kaivan tidak menunjukkan ekspresi apa pun. “Bersiaplah, mulai sekarang, aku akan berusaha merebut Khayra darimu,” ucap Yuda dan sontak Kaivan terkekeh di sana. “Kamu terlalu bermimpi besar, Yuda
“Aku pulang duluan,” pamit Nita sedangkan Khayra baru saja menyelesaikan pekerjaannya. “Belum selesai, Khay?” tanya Cecep. “Baru saja selesai,” jawab Khayra. “Baiklah, kalau begitu aku keluar lebih dulu,” ucap Cecep. Rizal pun berpamitan hingga hanya tersisa Khayra sendiri yang sedang membereskan barang-barangnya. “Sudah selesai?” tanya seseorang saat Khayra sudah akan keluar dari ruangan divisi. Adit baru saja keluar dari ruangannya. “Ya, sudah, Pak,” jawab Khayra. “Saya pulang dulu, Pak.” “Tunggu Khayra!” Adit berjalan mendekati wanita itu. “Kita keluar bersama,” ucap Adit mempersilahkan Khayra dengan tangannya. Tanpa kata, Khayra pun berjalan lebih dulu dan mereka sama-sama berjalan menuju lift. Adit melihat cincin yang melingkar di jari manis Khayra saat menekan tombol lift. “Maaf kamu sudah bertunangan?” tanya Adit melihat cincin di jari manis Khayra membuat gadis itu melihat ke tempat yang sama.