Sorot mata Danis mendingin, wajahnya terlihat masam.
Karena rambut Zahira sepanjang bahu jadi prosesnya terbilang cepat. Zahira mengibaskan rambutnya di depan cermin, wajahnya tampak puas melihat rambutnya lebih lembut dan sehat. Setelah rangkaian perawatan yang di lakukan Danis pada rambutnya."Terima kasih, Pak!" Setelah Zahira mengisi perutnya karena paksaan Danis yang tidak akan membiarkan dirinya pergi dengan perut kosong. Lalu berjalan mengekor di belakang pria yang memakai pakaian kasual. Tampilannya begitu tampan dan segar dengan gaya rambut muletnya. Danis membuka pintu setelah menekan sandi terlebih dahulu. Mereka berdua berjalan beriringan melewati lorong apartemen dan setelahnya menunggu pintu lift terbuka. Ting! Saat pintu lif terbuka, mata Zahira melebar dan wajahnya tampak pucat. Danis masuk dan tidak lupa menarik tangan Zahira. Zahira yang kaget, semakin kaget saat tubuhnya tertarik masuk ke dalam lift dan menabrak dada bidang Danis. Ting! Pintu tertutup. Zahira menelan ludah dan menundukan kepalanya. Danis mengenali dua orang yang ada di dalan lift, namun dia bersikap acuh. Hingga seorang wanita menyapa lebih dulu memecah keheningan. "Ra ... ! panggil Talitha. Wanita itu juga awalnya kaget saat bertemu dengan sahabatnya. Apalagi Zahira sedang bersama seorang pria tampan namun terlihat galak, "Kamu di sini juga? Zahira menggigit bibir bawahnya lalu kemudian mendongak, wanita itu mengelus lehernya dan berkata canggung, "Hehe ... apa kabar?" Talitha mengalungkan tangannya di lengan suaminya dengan mesra, lalu menjawab, "Baik, Ra. Kemarin malam kamu pulang tanpa pamit, jahat sekali si!" ujarnya sambil memanyunkan bibirnya dengan manja. Sedangkan Emran hanya menatap tangan munyil Zahira yang di genggam erat oleh teman lamanya. Dua pria itu saling bertatapan. Zahira mendadak merasa bersalah, wanita itu berkata dengan lembut, "Maaf, Ta. Gaunku basah, jadi pulang karena risih, Maaf ya!" Danis menatap wanita bodoh di sebelahnya saat tangannya di remas dengan kuat. Dia juga bisa merasakan bahwa Zahira terlihat gelisah jadi dia berinisiatif. "Atas nama Zahira aku meminta maaf! Sebenarnya aku yang memaksanya pulang," ujar Danis. Pria itu menundukan kepalanya dan setelahnya tersenyum manis. Talitha mengerjabkan matanya berkali-kali, bahkan tanpa sadar dia tersenyum. Melihat pria tampan dengan lesung pipi membuat Talitha mendadak malu. Dia bahkan menyodorkan tangannya, "Kenalkan ... aku Talitha Wongso!" "Maaf kedua tanganku penuh!" ujar Danis. Kedua tangannya memang penuh yang satu membawa tas Zahira dan yang satu menggenggam tangan Zahira. "Oh!" Zahira yang peka langsung menarik tangannya namun Danis menggenggamnya dengan kuat. "Lepaskan!" bisiknya. Danis hanya tersenyum, wajahnya tampak jahil saat melihat Zahira memberontak. Sedangkan Talitha, dia hanya bisa tersenyum hambar, dia menarik tangannya kembali dengan kilatan amarah di matanya. Baru kali ini dia diabaikan oleh seorang pria. Egonya benar-benar terluka. Emran merasa tidak nyaman saat melihat interaksi Zahira dan Danis yang terlihat begitu akrab. Untuk menutupi rasa panas yang membakar hatinya, Emran menyapa kawan lamanya, "Apa kabar, Danis?" sapanya. Danis menoleh, lalu berkata dengan nada datar, "Sangat baik, pagi ini!" Emran tersenyum hambar, mereka kembali saling memandang. Suasana menjadi semakin dingin dan hening. Zahira cukup terkejut. Bagaimana bisa seorang gigolo kenal dengan mantannya yang seorang dokter? "Apa jangan-jangan, Emran juga pernah jadi gigolo?" batinnya. Wanita itu langsung menggelengkan kepalanya, saat otaknya mulai berpikir dengan liar. Ting! Suara dentingan lift berhasil mencairkan suasana. Saat pintu terbuka di lantai dasar, Danis baru melepaskan cekalan tangannya. Zahira baru ingin bernafas lega, namun tiba-tiba tangan itu memeluk pinggangnya yang ramping, tubuh mereka berdua saling menempel. Pria itu berbisik, "Jangan menolak!" Tubuh Zahira menegang, pipinya bersemu merah. Langkahnya terseok-seok saat mengimbangi langkah Danis yang panjang dan cepat. Talitha dan Emran hanya bisa melihat dua orang yang tampak mesra itu. Lalu ikut keluar juga. "Mereka pacaran kah?" tanya Thalita. Wanita itu melirik ke arah suaminya sambil tersenyum simpul, "Kak, Emran tidak cemburu kan?" lanjutnya. Emran menoleh lalu tersenyum lembut, mata hitamnya tampak berbinar, "Aku pacaran dengan Zahira sesuai perintahmu. Dan mencampakannya juga sesuai perintahmu. Aku selalu patuh padamu. Apa itu tidak cukup?" Talitha mencoba menyelami hati Emran melalui mata hitamnya, lalu tertawa hambar, "Benar juga!" jawabnya sambil mengedikkan bahu. Talitha tidak buta! Tentu dia bisa menangkap gelagat aneh suaminya yang tertangkap basah oleh ekor matanya. Bukahkah wajah Emran tampak mengeras saat Danis memeluk Zahira. Jika waktu bisa diputar, dia tidak akan pernah menyuruh pacarnya untuk memacari sahabatnya hanya demi membalas dendam. Dan sekarang, penyesalan itu datang saat melihat perubahan sikap Emran padanya. Pengantin baru itu berjalan beriringan, setelah menghabiskan malam pertama di sebuah apartemen mewah milik Emran. Apartemen yang akan mereka tinggali setelah resmi menikah. "Omong-omong siapa pria itu?" tanya Talitha dengan bibir mengerucut. "Auranya old money banget!" "Daniswara Biantara!" ujar Emran dengan sorot mata dingin. Sejak masa high school sampai masa kuliah, Danis dan Emran selalu bersaing. Dan sekarang pun mereka berdua akan terus bersaing. "Daniswara Biantara ... Biantara?" Talitha berusaha mengingat marga yang menurutnya tidak asing. "Hah!" Talitha menutup mulutnya yang menganga dengan mata melotot. "Biantara Grup!" pekiknya tertahan. Biantara Grup, perusahaan yang bergerak dalam dunia medis. Banyak rumah sakit besar yang ada di bawah naungan perusahaan itu. Perusahaan terbesar kedua di negeri ini. "100 untukmu, sayang!" Emran berdecis sinis, tatapan elangnya menyipit kepada dua orang di depan sana.Pertanyaan itu cukup membuat Zahira termangu beberapa detik, "Maksudnya?"Wulan mengerutkan bibirnya dan wajahnya berubah murung lalu berkata dengan nada sedih, "Ehhh ... Talitha sangat sibuk, dia tidak pernah di rumah dan tidak pernah mengurus putraku. Jika di rumah dia hanya malas-malasan."Wulan menceritakan kehidupan Emran dan Talitha yang tidak ada hubungan dengan Zahira, membuat gadis itu merasa canggung. Zahira mengusap tengkuknya lalu berkata sambil tersenyum tipis, "Wajar si ... Talitha kan sedang hamil."Melihat ekspresi Zahira yang polos dan tidak terpengaruh membuat Wulan merasa kesal. Wanita paruh baya itu hanya menggertakkan giginya lalu kembali berpura-pura. Wulan kembali menghela nafas dan terlihat tidak berdaya. "Aku juga pernah hamil, tapi aku merasa dia aneh. Dia kadang terlihat dingin dan acuh pada Emran. Aku juga dengar rumor bahwa dia sedang dekat dengan pria lain. Jangan-jangan anak itu bukan milik putraku."Setelah mengatakan hal buruk pada menantunya yang dulu
Melihat Zahira ketakutan, Wulan menggigit bibirnya dengan canggung dan berkata dengan lembut dan hati-hati, "Boleh masuk, Ra? Ada hal yang ingin aku katakan." Zahira tercengang. Apakah matahari terbit dari barat? Kenapa nyonya angkuh seperti Wulan akan bersikap rendah hati seperti ini. Semakin dipikirkan, semakin terasa mustahil. Melihat Wulan begitu sopan, Zahira semakin merasa gelisah. Dia berkedip beberapa kali sambil memegang gagang pintu dengan kuat. Dia masih ingat setiap interaksi bersama Wulan, mereka tidak pernah berakhir menyenangkan. Jadi Zahira harus membuat alasan karena tidak ingin berduaan saja dengan ibu mantan pacarnya yang problematik itu. Setelah menenangkan diri, Zahira berdehem dan mulai merangkai alasan. "Tante, kebetulan tempat tinggalku masih berantakan. Sebentar lagi orang yang akan membereskannya akan segera datang. Bagaimana kalau kita mengobrol di kafe depan?" ujarnya dengan ragu. Jika ada interaksi di antara mereka berdua harus di depan umum agar ti
Karena terlalu hanyut dalam suasana, Danis dan Zahira tidak mendengar ketukan pintu. Mereka masih tenggelam dalam perasaan yang menggebu-gebu.Setelah beberapa ketukan tidak ada respon, Zaidan pun menjadi panik. Dia takut hal buruk terjadi pada adik kesayangannya. Zaidan pun membuat ancang-ancang dan mendobrak pintu dengan tubuhnya yang besar.Brak!!!Zahira dan Danis langsung terperanjat, mata mereka terbelaklak dengan wajah pucat. Saat melihat sosok yang berdiri dengan garang."Zaidan!""Kakak!"Melihat pemandangan yang mengotori matanya, mata Zaidan melotot dan hampir keluar dari tempatnya. Adik kesayangannya yang lugu dan polos sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri tanpa ikatan resmi. Sebagai Kakak dia tidak terima. Suara pria itu pun menggelegar penuh amarah, "Apa-apaan ini!" Zahira langsung mendorong tubuh Danis, dia langsung merapikan jubah mandinya dan duduk bersimpuh di atas ranjang. "Kami ga ngapa-ngapain, Kak!" ujarnya dengan suara bergetar.Danis berdehem dan wajahn
Danis menundukan kepalanya, wajahnya sedikit masam, "Apa?""Eh! Kak Danis ga boleh nyerah dong!" ujarnya sambil mengelus lengan Danis. "Kakak mau tau, kenapa aku ga mau tinggal sama Kak Zaidan?"Danis merangkul Zahira dan menggiringnya ke sisi ranjang. Dia masih menampilkan ekspresi sedih dan putus asa. "Kenapa?" tanya Danis dengan lirih.Mereka berdua duduk di sisi ranjang, Zahira membiarkan Danis merangkul pundaknya. Gadis itu mulai bercerita, "Kak Zaidan itu kan gila. Setiap teman yang manfaatin atau ngebuli aku pasti akan di buat babak belur, bahkan ada yang sampai patah tulang. Apalagi cowok yang dekati aku, habis sama dia. Makanya aku milih kabur dan ngancem ke Kak Zaidan, kalau dia berani ikut campur urusanku, aku tidak mau pulang."Danis tidak peduli, baginya cerita itu tidak lah menyeramkan. Bahkan dia juga seperti itu. Buktinya dia menonjok wajah Zaidan saat dia pikir sahabatnya itu menaruh rasa pada Zahira. Tapi untuk menarik simpati Zahira yang polos itu, dia berpura-pura
Danis mencekal lengan Zahira, nadanya kembali galak, "Ra ... kamu ngusir aku?" Zahira menggigit bibirnya, "Kamar yang satunya tidak pernah aku bersihkan, jadi banyak debu. Kakak pulang saja. Lagian kita cuma pacar bukan suami istri," ujarnya dengan canggung sambil mencoba melepaskan diri. Danis melepas cekalannya, dia duduk di sisi ranjang sambil bersedekap angkuh. Wajahnya terlihat dingin dan menatap Zahira dengan kedua alis menukik tajam. "Dari ekspresimu tadi. Kamu ga serius nerima aku ya? Kamu ga cinta apa sama aku?" tanyanya dengan nada kesal. Zahira menggaruk kepalanya, dia melirik jam dinding. Matahari sudah hampir bangun dari peraduan, tapi dia belum tidur juga. Zahira bahkan belum ganti baju atau menyisir rambutnya. Gadis itu kembali menutup jendela lalu berkata dengan ragu, "Mau jawaban jujur atau bohong?" Wajah Danis langsung berubah masam, "Jujur!" Dengan malu-malu Zahira menyelipkan rambutnya di belakang telinga. "Aku emang belum cinta sama kamu. Hehe." Tawa garing Z
"Emang cuma kamu saja yang boleh marah tanpa alasan. Huh!" ujar Danis sambil tersenyum. Senyuman palsunya terlihat jelek dan membuat Zahira mencebik. Melihat reaksi Zahira, Danis hanya menggelengkan kepala sambil menghisap rokoknya, asap keabuan itu menyeruak. "Kakak sudah tua dan asap rokok tidak baik untuk kesehatan! Kakak ingin cepat mati ya? Bukannya jawab pertanyaanku malah bengong!" Zahira terus mengomel lalu membuka pintu jendela agar asap rokok itu bisa keluar. Karena hari sudah pagi, udara yang masuk sangat dingin. Tubuhnya menggigil, dia ingin berganti baju tapi takut Danis mengambil kesempatan saat dia lengah. Mendengar Zahira terus merepet tanpa henti, Danis yang frustasi berdiri di depan jendela. Kepalanya sedikit menyembul keluar dan menikmati pemandangan kota dengan nanar. Angin yang masuk menyibak rambutnya yang mulai panjang. Karena sering dikatai tua oleh Zahira, Danis memotong rambutnya dengan gaya mulet dan membuatnya semakin tampan dan berkarisma. Apalagi eksp