Share

Bab 3

Author: Firsyaka
last update Last Updated: 2024-11-16 07:24:42

“Apa ini ...?" suara Flavia bergetar, hampir tidak terdengar.

Di layar, Zafran, pria yang seharusnya menjadi calon suaminya, duduk di depan penghulu. Di sampingnya, Aurellia—sahabat terbaiknya, yang selalu ada di sampingnya, yang tahu segala impian dan harapannya—duduk  dengan gaun putih sederhana, menggenggam erat tangan Zafran. Dalam video itu, Zafran dan Aurellia sedang mengikat janji suci, tersenyum bahagia.

“Flavia …” Victor memanggil lembut, mencoba menggapai pergelangan tangan Flavia.

Dr. Alessandro yang sejak tadi duduk di samping Flavia langsung merasakan gelombang emosi yang mengalir dari tubuh wanita itu. Dia segera bertindak, menarik bahu Flavia, membawanya ke dalam pelukan hangatnya. "Sudah, Fla … Aku di sini. Kau tidak sendiri," ucapnya pelan, nada suaranya menenangkan, meskipun jauh di dalam hatinya, ada sesuatu yang berkecamuk—empati.

Flavia merosot dalam pelukan Dr. Alessandro, tubuhnya gemetar dan isakannya mulai terdengar. Rasanya, seluruh dunianya hancur dalam sekejap. Bagaimana mungkin? Zafran, pria yang seharusnya menikahinya, dan Aurellia, sahabatnya—dua orang yang paling dia percayai di dunia ini, kini telah menikah tanpa sepengetahuannya.

"Ini tidak mungkin ... Ini ... bagaimana bisa mereka melakukan ini padaku?" isak Flavia di dada bidang Dr. Alessandro. Tangannya mencengkeram erat jas putih sang dokter hingga kusut. Air mata bercucuran tanpa henti.

"Sshh .… Tenang, Fla. Jangan pikirkan mereka sekarang. Yang penting kau baik-baik saja. Aku di sini untukmu," bisik Dr. Alessandro lagi, sambil terus mengelus rambut Flavia.

Victor yang melihat pemandangan itu diam-diam mengepalkan tangan, menahan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Cemburu. Amarah. Sakit hati. Semua bercampur aduk melihat Flavia bersandar di bahu pria lain. Terlebih lagi, pria itu adalah Dr. Alessandro, seseorang yang, meskipun tidak pernah menyatakannya terang-terangan, jelas menunjukkan ketertarikannya pada Flavia.

Victor berdiri mendadak. Kursinya bergeser kasar, membuat suara berdecit di lantai yang mengganggu.

“Aku pergi,” ucap Victor singkat, wajahnya penuh kekesalan, tetapi Flavia tidak menggubris.

Dr. Alessandro melirik sekilas ke arah Victor yang pergi tanpa pamit, tapi tidak mengatakan apapun. Fokusnya tetap pada Flavia, yang kini terisak semakin keras.

"Jangan terlalu dipikirkan, Fla. Mereka bukan orang-orang yang pantas untukmu. Kau berhak bahagia, dan mereka jelas bukan sumber kebahagiaanmu," ujar Dr. Alessandro lagi, mencoba menenangkan Flavia yang semakin hancur.

Hatinya terasa hancur juga melihat wanita yang dia perdulikan begitu terpukul. Dia ingin lebih dari sekadar menjadi penenang, dia ingin menjadi penyembuh untuk luka fisik dan juga luka hati Flavia.

Flavia menggigil dalam pelukannya, tubuhnya lemas. "Bagaimana bisa mereka tega melakukan ini padaku? Kenapa ... kenapa mereka?" tanyanya lirih di sela-sela tangisnya. "Zafran bilang ... dia mencintaiku. Aurellia bilang aku adalah sahabat terbaiknya. Tapi ... ini … semua bohong."

Dr. Alessandro mengusap air mata di pipi Flavia dengan lembut. "Kau tidak perlu mencari jawaban dari mereka, Fla. Mereka sudah memilih jalan mereka sendiri, dan itu bukan jalan yang menghargaimu. Fokus pada dirimu sekarang."

Flavia hanya mengangguk lemah, masih tersedu-sedu. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, dokter Ale. Sudah tidak ada yang perduli sama aku"

Dr. Alessandro menatap dalam-dalam ke mata Flavia. "Aku perduli sama kamu, Fla. Aku di sini untukmu, apapun yang terjadi."

Mendengar kata-kata itu, Flavia mulai tenang. Meskipun hatinya masih remuk, ada sesuatu yang menenangkan dalam kehadiran Dr. Alessandro.

***

Di luar rumah, Victor berjalan cepat, meninggalkan tempat itu tanpa arah. Hatinya bergemuruh. Cemburu membakar dadanya, melihat Flavia begitu dekat dengan Dr. Alessandro. Apakah dia sudah terlambat? Apakah Flavia akan lebih memilih dokter tampan itu daripada dirinya?

"Tidak mungkin," gumam Victor pada dirinya sendiri. "Aku lebih mengenalnya daripada siapa pun. Aku yang selalu ada untuknya, aku yang selalu menjaganya."

Tapi kenapa perasaan ini tidak bisa hilang? Kenapa setiap kali dia melihat Flavia dengan Dr. Alessandro, hatinya sakit?

Victor menendang batu kecil di depannya dengan frustrasi. "Sial. Kenapa aku tidak pernah berani mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan?"

****

Dokter Alessandro sering datang ke rumah Flavia untuk memeriksa kondisi kakinya pasca kecelakaan. Namun, bukan hanya fisik Flavia yang menjadi perhatiannya.

Dokter Ale, begitu Flavia biasa memanggilnya, juga sangat memperhatikan kondisi emosionalnya yang terguncang karena pengkhianatan Zafran dan Aurellia. Setiap kali datang, ia membawa cokelat SilverQueen untuk Flavia. Dia bilang, cokelat bisa membantu meredakan gejolak emosi dan membuat Flavia lebih rileks.

Perlahan, Dokter Ale menunjukkan perhatian yang lebih dari sekadar hubungan antara dokter dan pasien. Ia tidak hanya bertanya soal kemajuan pemulihan kaki Flavia, tetapi juga bagaimana perasaannya hari itu, apakah ia merasa lebih tenang atau masih terbebani. Saat melihat Flavia sedih, dia tidak ragu duduk di sebelahnya, mendengarkan tanpa terburu-buru, memberi dukungan yang tulus.

---

"Fla, kamu udah makan? Kamu sering lupa makan kalau lagi banyak pikiran. Gimana kalau kita makan bareng, aku yang suapin kamu?"

"Enggak usah repot-repot, Dok. Aku tidak terlalu lapar juga."

"Kamu tahu kan, aku selalu repot buat kamu? Kalau aku tidak ingatkan kamu, kamu pasti malas makan. Aku cuma mau kamu jaga kesehatan. Gimana aku bisa tenang kalau lihat kamu terus-terusan sedih."

"Aku baik-baik aja kok, cuma … ya, lagi banyak pikiran aja."

"Aku tahu kamu kuat, Fla. Tapi bukan berarti kamu harus jalanin semua sendirian. Kalau kamu butuh sandaran, aku ada. Aku tidak akan kemana-mana, janji."

"Kenapa kamu selalu baik sama aku, Dok?" tanya Fla penasaran.

"Kamu  tidak perlu ngerti. Aku cuma mau ada di sini buat kamu. Saat kamu senang, saat kamu sedih, aku mau jadi orang yang kamu percayai. Aku tidak pernah berhenti perduli, Fla."

(Flavia terdiam, merasakan ketulusan yang tersirat dari kata-kata Dr. Alessandro, namun hatinya masih ragu)

"Fla, kalau pun kamu tidak siap sekarang, aku tetap akan ada di sini. Kamu bisa cerita kapan aja. Dan kalau kamu butuh lebih dari sekedar teman .. aku ..."

(Dr. Alessandro berhenti sejenak, menatap dalam mata Flavia. Napas Flavia terasa tertahan, seolah menunggu kelanjutan kalimatnya.)

"Kamu … apa?" lanjut Fla penasaran.

(Dr. Alessandro tersenyum tipis, seolah menahan sesuatu, lalu menghela napas panjang.)

Apa yang akan dikatakan dr. Ale?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 63

    "Benar, Mas. Kamu kan, Dokter, kamu pasti tahu caranya mengecek makanan untuk memastikan apakah ini aman atau enggak," sela Fla kemudian.Sang suami mengangguk lalu segera mengambil alat penguji makanan.Tatapannya penuh keteguhan. Ia sudah kehilangan Flavia sekali, dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.Di luar, hujan semakin deras, seolah ikut menciptakan ketegangan di dalam rumah itu.Sore itu, di dapur rumah besar keluarga Dokter Alessandro, suasana mendadak mencekam. Di atas meja, ada dua bungkus rujak buah dan asinan yang baru saja diterima dari orang tak dikenal. Alessandro—seorang dokter berpengalaman—menggunakan alat khusus untuk menguji kandungan makanan tersebut.Flavia, istrinya yang tengah hamil empat bulan, berdiri di sampingnya dengan ekspresi tegang. Pak Maximus, satpam yang berjaga di rumah itu, ikut menyaksikan dengan waspada.Beberapa detik kemudian, alat uji berbunyi nyaring. Alessandro menatap hasilnya, lalu menoleh ke arah Flavia dengan wajah menger

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 62

    Perlahan Dr. Ale membukanya dengan dahi yang mengernyit."Jika aku tidak bisa memilikimu, maka tak seorang pun bisa."Alessandro menatap surat itu dengan rahang mengeras, sementara Flavia yang membacanya di sampingnya merasakan ketakutan menjalari tubuhnya.Mereka berpikir semuanya telah selesai. Tapi ternyata, badai baru saja dimulai."Valeri ... kau sungguh tidak waras. Aku dulu serius sama kamu, tapi kamu malah menduakan aku. Bahkan, sampai hamil dengan pria itu. Gimana bisa aku memaafkan pengkhianatan seperti itu? Kalau belum ada anak, mungkin aku bisa," gumam dr. Ale yang masih bisa didengar sang istri di sampingnya."Valeri benar-benar nekat ya, Mas. Dia gak takut apa kalau nanti kita laporkan dia ke polisi," sahut Fla menambahi."Dia sering mendapat kekerasan dari suaminya, dan pernah bilang kalau dia gak bahagia karena suaminya kasar dan temperamen. Hingga mungkin dia sekarang baru menyesali perbuatannya hingga sampai kehilangan kewarasannya," papar sang suami sambil merengkuh

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 61

    Flavia duduk di tepi ranjang, tangannya refleks membelai perutnya yang mulai membesar. Senyum kecil terbit di wajahnya, membayangkan kehidupan baru yang sedang tumbuh di dalam rahimnya. Namun, ketenangan itu seketika pecah saat sebuah notifikasi masuk ke ponsel suaminya, Dr. Alessandro, yang tergeletak di atas nakas.Flavia menoleh. Biasanya, ia tidak pernah iseng membuka ponsel suaminya, tetapi ada sesuatu dalam hatinya yang mendorongnya untuk melihat pesan itu. Dengan sedikit ragu, ia meraih ponsel itu dan membuka aplikasi biru yang menampilkan pesan masuk dari Valeri.Sang suami yang berparas rupawan itu tengah di dalam kamar mandi dan baru saja masuk.Darahnya seketika membeku. Sebuah video berdurasi lima menit terlampir dalam pesan itu. Jantungnya berdebar kencang saat jarinya dengan gemetar menekan tombol putar.Di layar, terlihat suaminya—pria yang begitu ia cintai—berada di sebuah apartemen. Bajunya terlepas, dan di hadapannya ada Valeri yang hanya mengenakan gaun tidur tipis.

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 60

    Hari ini adalah hari yang dinantikan. Setelah beberapa hari dirawat akibat kecelakaan yang menyebabkan tangan kanannya patah, akhirnya Dr. Alessandro bisa pulang. Meski kondisinya belum sepenuhnya pulih, dokter sudah mengizinkannya menjalani rawat jalan di rumah.Dr. Severino—adik Alessandro yang kini bertugas di Jakarta—datang untuk menjemputnya. Mereka memang sangat dekat, meskipun jarak memisahkan mereka karena tugas masing-masing. Saat Sever mengurus administrasi di resepsionis, Alessandro duduk di kursi roda sambil menghela napas panjang."Sudah nggak sabar pulang, ya?" tanya Sever sambil tersenyum setelah selesai dengan administrasi."Jelas," jawab Alessandro. "Kasihan Flavia, dia sendiri sedang hamil , masih harus mengurusku juga."Sever mengangguk paham. Ia tahu betapa besar cinta Alessandro pada istrinya. Flavia bukan hanya sedang hamil, tapi juga memiliki keterbatasan pada kakinya akibat kecelakaan yang dialaminya dulu. Tapi semua itu tak membuat Alessandro mencintainya kur

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 59

    Ruangan ini masih berbau obat dan antiseptik khas rumah sakit. Aku duduk di kursi sebelah ranjang Dr. Ale—suamiku—yang terbaring dengan tangan kanannya dibalut gips. Kecelakaan itu hampir merenggut nyawanya. Sialnya, semua ini diduga karena satu orang, Zafran.Aku menghela napas berat, menatap wajah suamiku yang pucat. "Jadi, kamu yakin kalau Zafran yang menyebabkan kecelakaan ini?" tanyaku, mencoba menahan emosi yang mulai menggelegak.Dr. Ale menatapku dalam. "Aku tidak bilang yakin, tapi aku menduga dia melintas mendadak di depanku. Aku refleks banting setir dan..." Ia menggantungkan kalimatnya, seolah mengingat kembali momen mengerikan itu.Tanganku mengepal di atas pangkuan. "Kalau memang dia sengaja, aku tidak akan tinggal diam."Dr. Ale tersenyum tipis. "Jangan gegabah, sayang. Ini masih dugaan."Dugaan atau bukan, aku tahu bagaimana Zafran dan Aurellia. Mereka sudah cukup menyakiti aku di masa lalu. Sekarang mereka kembali muncul dan membawa malapetaka lain."Kamu tenang, jaga

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 58

    Kabar Tak TerdugaFlavia merasa dunianya berputar saat mendengar kabar mengejutkan itu. Dr. Alessandro, suaminya yang penyayang dan selalu sabar menghadapi segala keadaan, mengalami kecelakaan. Tangan Flavia gemetar, bibirnya bergetar tanpa kata, dan kakinya terasa lemas. Dengan segera, ia gegas turun ke lantai bawah, niatnya untuk memberi tahu mertuanya, Ibu Sofia dan Bapak Maximus.Namun, langkah Flavia terhenti di depan pintu kamar mertuanya. Ia berdiri di sana, mondar-mandir dengan cemas. "Bagaimana cara mengatakannya? Aku gak enak malam-malam gini ganggu. Bagaimana kalau mereka syok?" pikirnya sambil menghela napas panjang. Ia menggigiti ujung kukunya, dadanya naik turun tidak karuan.Severus, adik iparnya yang berusia 30 tahun, muncul dari arah dapur. Ia membawa segelas air, tetapi langkahnya berhenti ketika melihat Flavia yang tampak panik di depan pintu kamar ibunya."Kak Flavia?" tegurnya dengan alis terangkat. "Kenapa mondar-mandir di situ? Ada apa sih, kelihatannya pani

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status