Share

Dikhianati Mantan Kubalas Menikahi Sultan
Dikhianati Mantan Kubalas Menikahi Sultan
Author: Mbak Engz

Terpaksa

“Ray! Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini!” ucap gadis bernama Lusi.

Raya menatap gentar pintu kokoh yang menjulang di hadapannya. Ini kali pertama Raya datang untuk menemui orang yang sama sekali belum ia kenal. “Jujur aku takut! Aku merasa duniaku akan segera berakhir!” Raya tidak bisa menyembunyikan perasaan kalut yang terus menggelayut sampai membuatnya berkeringat dingin.

“Ray! Ingat satu hal! Semua demi Om Barata! Ayahmu! Kamu tenang saja! Kita akan menjaga rahasia ini! Terutama dari Tian! Lagi pula, Om Sugeng orangnya baik.”

“Tian?” tanya Raya yang semakin gemetaran.

“Iya, Tian! Memangnya kenapa, Ray?”

“Oh, ngga apa-apa! Aku hanya gugup!” Raya menyembunyikan sesuatu dari Lusi.

“Aku tahu, Tian adalah segalanya buat kamu! Tapi kali ini mendesak! Bahkan kamu bilang sendiri kalau Tian tidak bisa dihubungi? Sedangkan Om Barata harus segera mendapat tindakan! Semua demi Ayah kamu, Ray!” ucap Lusi yang terus meyakinkan Raya.

Gadis bernama Raya itu mematung. ‘Bagiku tetap saja ini sangat berat dan melanggar prinsipku,' batinnya yang hanya bisa pasrah menghadapi ketakutan dan merasa  harga dirinya terinjak.

“Percaya sama aku, Ray! Demi Ayahmu!” ucap Lusi yang terus berusaha meyakinkan Raya kalau apa yang mereka lakukan adalah jalan satu-satunya untuk membantu Raya menghadapi kenyataan pahit.

Perlahan jemari tangan yang gemetaran itu berusaha untuk memencet bel, setelah pandangan matanya tak mampu lagi melihat Lusi yang sudah meninggalkannya sendirian. Tak lama berselang, terdengar suara klik dari pintu yang baru saja dibuka.

Jantung Raya berdegup semakin cepat. Seorang pria muncul dari balik pintu. Pria itu menatap Raya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tubuh Raya bergeming dingin mendapati kenyataan pahit yang harus dia jalani malam itu. Segalanya akan berubah tidak seperti harapan yang dahulu.

Pria itu menatap nanar gadis manis yang ada di hadapannya. Lantaran apa yang ada dalam pikiran pria itu sesuai dengan kenyataan. Raya yang malam itu mengenakan gaun berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil, tampak cantik menggantung hingga di atas lutut. Ditambah riasan flawless terlihat begitu feminin. Karena pria yang ada di apartemen itu tengah mencari daun muda untuk dijadikan wanita simpanannya.

Gadis bermata amber itu menatap ujung sepatu dari pria yang baru saja membukakan pintu untuknya. Raya sulit untuk menatap ke arah pria yang sama sekali tidak dia kenal.  Karena sampai detik itu pun, nama Sebastian Danu masih melekat jelas di dalam hatinya. Walau kini Raya harus terluka atas sebuah pengkhianatan.

“Soraya?” tanya pria paruh baya yang terlihat karismatik dan matang.

“Iya, Om!” jawab Raya sembari terbata-bata.

“Ngga usah takut! Santai saja! Ayo masuk!” ajak pria itu dengan rayuannya.

Raya kembali berbicara dalam hatinya, ‘Masih ada waktu untuk melarikan diri, Ray! Tapi kalau aku lari, bagaimana aku bisa mendapatkan uang itu? Bagaimana dengan Ayah? Lalu apa aku harus masuk? Ini seperti akhir dari segalanya!’

“Ray? Ayo!” sekali lagi pria bernama Sugeng itu mengajak Raya masuk ke dalam apartemennya.

Raya menghela napas sembari melangkahkan kakinya untuk masuk melewati pintu apartemen. Tak lupa Raya melihat secara saksama, pin yang kembali ditekan oleh Sugeng untuk mengunci atau membuka pintu itu.

Jantung Raya kembali berdebar kencang. Dia yang sudah melangkahkan kaki ke dalam apartemen, harus menerima apa pun yang terjadi di dalam sana tanpa bisa mengubah apa pun. Kecuali melarikan diri.

“Silakan duduk!” ucap pria matang berusia 50 tahun bernama Sugeng. Perangainya santai. Namun, senyumannya seakan membius.

“Iya, Om!” Raya berusaha bersikap sesantai mungkin. Walau dalam hatinya menyimpan ketakutan.

Pria itu duduk di sebelah Raya. Tatapannya menajam seperti ingin segera melahapnya.

“Usia kamu berapa, Ray?” tanya Sugeng sembari menyesap minuman yang sudah dia siapkan di sana.

“Dua puluh satu, Om.”

“Sedang mekar-mekarnya.”

“Mekar? Gimana maksudnya, Om?” Raya mulai risi dan takut.

“Ah, itu hanya anggapan Om saja! Bay the way, kamu sudah tahu, kan? Maksud pertemuan kita?”

Raya hanya mengangguk dan meremas jemari tangannya.

“Kenapa kamu memilih jalan ini, Ray? Soalnya Om dengar kalau kamu itu putri orang terpandang?” Sugeng tak main-main dalam memilih wanita yang dia inginkan. Berkelas, wangi, dan feminin.

“Namanya kehidupan, Om. Seperti roda yang berputar. Saya sangat membutuhkan uang untuk sesuatu hal. Jadi ....”

“Om paham soal itu!” Tatapan Sugeng kembali membara. Duduknya bergeser memangkas jarak antara keduanya. Suasana menghening sesaat, ketika Sugeng mulai membelai lembut rambut Raya yang bergelombang. Gadis itu hanya mampu memejamkan mata, lalu dengan sigap menghindar ketika Sugeng hendak mengecup pipinya.

“Loh kenapa?” tanya Sugeng dengan suara bariton yang sedikit serak.

“Saya ngga mau memulai kalau Om belum mentransfer uang itu ke rekening saya!” tegas Raya.

“Oh, masalah itu ... kamu ngga usah khawatir!” Sugeng mengambil ponsel. Lalu mengirimkan sejumlah uang sesuai permintaan ke rekening Raya yang sebelumnya sudah diinformasikan oleh teman Lusi.

“Coba cek sekarang!” Sugeng mengedipkan sebelah matanya.

“I—iya, Om!” dengan segera, Raya mengecek rekeningnya melalui ponselnya. Dia melihat uang itu sudah masuk ke sana. Dengan segera Raya mentransfernya lagi kepada Suseno—tangan kanan ayahnya. Tak lupa Raya memberikan perintah kepada Suseno untuk segera membayarkan uang operasi ayahnya itu.

“Gimana? Sudah masukkan?” Sugeng kembali menyesap sisa minuman dalam gelas yang tengah dia pegang.

“Sebentar, Om! Sinyalnya agak lemot!” Raya berusaha untuk mengulur waktu. Sembari mengirim pesan kepada Suseno.

“Masa, sih?” Sugeng mengernyitkan dahinya.

“Atau kamu mau Om belikan ponsel terbaru?” Sugeng mengernyitkan dahi sembari menyesap minuman lagi.

“Oh, ngga perlu, Om! Sudah saya cek! Sudah masuk transferannya, Om! Terima kasih!” Raya tak bisa menghindari kalau sebentar lagi dunianya akan berakhir.

“Kalau begitu kita mulai saja perjanjiannya!”

Sugeng mengambil selembar kertas yang berisi perjanjian kalau Raya harus menikah siri dengannya. Menjadi wanita simpanan yang harus siap kapan pun jika Sugeng merindukannya. Kontrak itu berlangsung selama enam bulan. Selama kontrak pernikahan itu, Sugeng menjamin kehidupan Raya, termasuk mendapat sejumlah uang untuk kebutuhannya.

Raya gemetaran saat Sugeng menyodorkan surat perjanjian itu. Apalagi uang sudah masuk ke rekeningnya. Dia berusaha mencari cara untuk kabur. Namun, dia begitu takut melawan Sugeng. Raya masih mematung sembari menatap secarik kertas bermeterai dan bolpoin warna hitam di sebelahnya.

“Tunggu apalagi, Sayang? Bukankah saya sudah menuruti apa mau kamu?” Sugeng menatap Raya dengan penuh intimidasi.

‘Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan? Apakah masa depanku harus berakhir seperti ini?’ batin Raya yang masih ragu untuk menandatangani surat perjanjian itu. Tak pernah ter bayangkan sebelumnya kalau masa depannya akan berakhir dengan seorang Sugar Daddy. Saking paniknya perut Raya mulai mulas. Keringat kembali bercucuran dan Raya merasa begitu tertekan.

“Ma—maaf, Om! Ap—apa tidak bisa dibatalkan?”

“Hah?” jawab Sugeng spontan. Dia mengernyitkan dahinya sembari terus menatap Raya.

“Hei! Kamu jangan main-main!”

“Tapi, Om! Ini pertama kali saya terjebak dengan situasi yang memaksa saya menyetujuinya.”

“Saya ngga peduli! Saya juga sudah menuruti mau kamu! Memberikan uang sebanyak yang kamu minta! Lantas? Saya ngga mendapatkan apa yang saya inginkan?” ucap pria paruh baya itu sembari menatap lekat.

“Ngga bisa!” bentak Sugeng sembari menggebrak meja.

Raya terdiam. Dia benar-benar panik melihat pria itu naik pitam.

“Saya ngga suka main-main! Kecuali di atas ranjang, Nona!” tandas Sugeng dengan tatapan menyeringai.

Raya bertambah panik, saat Sugeng mendekatinya dengan terus memangkas jarak. Gadis itu pun merasakan embusan napas panas Sugeng yang beraroma alkohol. Raya berusaha untuk bergeser. Dia semakin takut saat Sugeng meraih pinggangnya.

Raya berontak. Sugeng terus berusaha meyakinkan Raya. Tubuhnya dingin, dadanya berdebar, dan Raya terus melawan. Hingga lengan pakaian gadis itu robek karena Sugeng menariknya dengan paksa. Raya berlari ke arah pintu. Dia berusaha menekan pin. Namun, Sugeng kembali meraihnya.

“Lepaskan saya, Om! Saya mohon!” ucap Raya yang masih berusaha berontak dengan sisa tenaganya. Rambutnya sudah acak-acakan. Sugeng terus mencoba meluluhkan Raya dengan sekuat tenaga. Merayunya dengan bualan kata-kata manis. Air mata berjatuhan ketika Sugeng berhasil mendekapnya.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sigma Rain
Ray kamu memang deh!
goodnovel comment avatar
Mbak Engz
biar dia paham mak wkwk
goodnovel comment avatar
Peri Lara
perlu bantuan gak Ray?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status