"Wah, nyonya kita terlihat sangat bersemangat! Dia membawa pacar barunya!"bisik teman satu circlenya, mereka tengah menyoroti Anneth yang sedang membawa Arka ke pesta ulang tahun sahabatnya. Panggilan "Nyonya" merupakan sebuah sindiran.Anneth tersenyum lebar, kehadiran Arka di sampingnya seolah mengukuhkan hubungan mereka, ia bahkan tak ragu memperkenalkan Arka sebagai pacarnya."Nona, apa ini tidak berlebihan?"Diamlah, aku benci panggilan itu!"Arka terdiam saat wanita yang telah memberikan kepuasan batinnya tengah memintanya untuk tak banyak bicara."Aku senang sekali kau datang ke pestaku setelah kau cukup sibuk akhir-akhir ini," ujar Nancy, sang pemilik vila mewah di kawasan puncak."Tentu aku akan hadir karena ini menjadi kencan pertama kami," ucapnya dengan bangga.Arka hanya tersenyum kecil, hatinya sebenarnya belum begitu yakin atas apa jalan yang telah dipilihnya.Pria itu memilih untuk duduk di balkon sendirian sambil merokok, ingin istirahat sejenak dari beban hidupnya.
"Ayah ...." teriak Aruna memeluk ayahnya yang baru saja pulang dari "dinas" luar kota, dia sudah menunggu lama untuk kepulangannya. Aruna menyadari gelagat tak biasa dari ayahnya. Wajah pria yang telah memberinya kehidupan itu terlihat bahagia tidak seperti biasanya. "Ini oleh-oleh untuk putri kesayangan ayah," ucapnya lalu masuk ke kamar, tubuhnya lelah pasca pertempuran ranjangnya dengan sang majikan. Aruna melihat bingkisan itu dengan tatapan sedih, bukan karena apa isinya tapi karena kondisinya ayahnya yang tak biasa. "Semoga firasatku salah," gumamnya. Aruna, gadis yang menginjak remaja telah mengalami banyak pergulatan batin. Berawal dari perceraian sang ayah dan bundanya di masa lalu, membuatnya tumbuh menjadi anak yang pendiam. Hidupnya hanya seputar sekolah dan belajar. Belum lagi kelakuan ayahnya yang doyan selingkuh dan kawin cerai membuatnya tumbuh menjadi remaja yang tidak nyaman jika menjalin kedekatan dengan pria. Ia masih berkutat dengan buku pelajarannya
"Sayang, aku masih ngantuk," bisik Anneth sambil menarik kembali selimutnya, Arka yang iseng justru meraba-raba tubuh kekasihnya itu. "Aku mau lagi, ayolah," sahut Arka sambil meraba tubuh pacarnya yang dalam kondisi telanjang. Anneth yang masih mengantuk, tak memberi respon apapun, ia tetap memejamkan matanya. Kesal, akhirnya Arka memutuskan untuk mandi lalu mengecek Aruna, apakah dia sudah bersiap hendak pergi ke sekolah? Pria itu terkejut saat melihat rumah sudah dalam kondisi bersih, sarapan sudah tertata di meja makan berikut sepucuk surat yang membuatnya sangat terkejut. "Ayah, aku sudah lelah hidup bersamamu. Bukankah kau sudah berjanji hidup lebih baik? Tapi kenapa kamu malah mengingkarinya lagi? Semalam aku mendengar desahan kalian, dadaku terasa sesak seperti mau mati saja. Muncul kembali dalam ingatanku saat kau berselingkuh dengan Bi Asih atau dengan istri sahabat ayah. Ayah memang kejam tak pernah memikirkan perasaanku, jangan mencariku lagi dan semoga hidupmu b
Arka gelisah saat pertemuan dengan keluarga hendak dilakukan keesokan harinya, ia sengaja menginap di rumah sang ibu untuk mempersiapkan semuanya. Ayu sangat senang ketika mengetahui calon istri Arka adalah janda kaya raya. "Kamu anggap saja rumah sendiri, aku senang kamu datang berkunjung ke mari," ujar Ayu merasa di atas angin, harapannya menjadi kaya raya akan segera terwujud. Anneth hanya tersenyum kecil, ia tak menyangka begitu mudahnya menakhlukan Ibu Arka yang ternyata matrealistis. "Aku kebagian apa nih?" tanya Aura, kakak perempuan Arka yang berbeda ayah. Anneth yang mengetahui kelakuan kakaknya yang matre juga memberika sebuah berlian dan melunasi semua hutang-hutangnya. "Kamu adalah adik ipar yang sangat pengertian, aku ingin kalian segera menikah," ujarnya sambil memakainya lalu mamerkan pada tetangga. **** Malam itu Arka nampak gelisah, ia tak bisa tidur nyenyak. Aruna belum juga ditemukan padahal dialah semangat hidupnya. Napasnya panjang, gelisah. Anneth y
“Gimana Na, sudah isi apa belum?” ujar Ayu dengan tatapan tajamnya pada menantu perempuannya.Ia seringkali menanyakan pertanyaan itu dan berharap mendapat jawaban yang memuaskan ambisinya, memperolah cucu laki-laki dari anak lelaki kesayangannya.“Belum bu, doakanlah kami, lagipula saya masih ingin fokus mengasuh Arini dan Aruna, mereka sebentar lagi masuk Sekolan Dasar dan pasti semakin banyak keperluannya,” jawab Anna dengan helaan nafas panjang.Sebenarnya pertanyaan itu cukup mengganggunya, ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun jika takdir tak berpihak padanya, dia bisa apa?Ibu Mertua mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan goresan-goresan kehidupan dan berucap dengan penuh penekanan, “Apa? kamu gimana sih Na? Justru karena anakmu sudah besar, sudah saatnya mereka punya adik, dan adiknya harus laki-laki! Kasian Arka tidak punya anak laki-laki, apa kata orang nanti? Aura saja sudah punya anak laki-laki dan perempuan. Kamu jangan mau kalah sama dia!”“Bu, kami pasti aka
Hari itu langit tampak cerah, jalanan masih tampak basah karena semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu. Terlihat orang-orang mulai berbondong-bondong untuk memulai aktivitasnya. Tidak terkecuali Arka. Ia menuju tempat kerjanya mengendarai motor butut warisan orang tuanya. Hari itu jalanan nampak padat merayap, terlihat kendaraan mulai perlahan berjalan pasca lampu merah di pertigaan itu. Jarak tempuh dari kontrakan menuju toko florist tidaklah jauh, sekitar 15 menit saja.Sesampainya di toko, Arka memarkirkan motornya. Hari itu sama sekali tak ada firasat buruk dalam benaknya, dengan langkah penuh semangat, ia berjalan menuju tokonya tanpa melihat tulisan dipintu tertera “close”. Toko terlihat sepi padahal sudah pkl 08.00 wib, biasanya sudah mulai ada aktivitas namun tidak di hari itu. Terlihat bos toko dengan wajah sayu tanpa semangat bahkan ia tak menyadari kalau Arka telah tiba.“Pagi bos, tumben pagi-pagi sudah di toko, biasanya siang baru nongol,” tanya Arka dengan senyum
Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapapun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya. Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.“Bund, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” Celoteh Runa, meski ia baru berusia 7 tahun dan akan segera masuk SD, ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya.“Iya nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi.” Jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu. Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya k
Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari. “Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya. “Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu. “Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna. “Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bi
Arka gelisah saat pertemuan dengan keluarga hendak dilakukan keesokan harinya, ia sengaja menginap di rumah sang ibu untuk mempersiapkan semuanya. Ayu sangat senang ketika mengetahui calon istri Arka adalah janda kaya raya. "Kamu anggap saja rumah sendiri, aku senang kamu datang berkunjung ke mari," ujar Ayu merasa di atas angin, harapannya menjadi kaya raya akan segera terwujud. Anneth hanya tersenyum kecil, ia tak menyangka begitu mudahnya menakhlukan Ibu Arka yang ternyata matrealistis. "Aku kebagian apa nih?" tanya Aura, kakak perempuan Arka yang berbeda ayah. Anneth yang mengetahui kelakuan kakaknya yang matre juga memberika sebuah berlian dan melunasi semua hutang-hutangnya. "Kamu adalah adik ipar yang sangat pengertian, aku ingin kalian segera menikah," ujarnya sambil memakainya lalu mamerkan pada tetangga. **** Malam itu Arka nampak gelisah, ia tak bisa tidur nyenyak. Aruna belum juga ditemukan padahal dialah semangat hidupnya. Napasnya panjang, gelisah. Anneth y
"Sayang, aku masih ngantuk," bisik Anneth sambil menarik kembali selimutnya, Arka yang iseng justru meraba-raba tubuh kekasihnya itu. "Aku mau lagi, ayolah," sahut Arka sambil meraba tubuh pacarnya yang dalam kondisi telanjang. Anneth yang masih mengantuk, tak memberi respon apapun, ia tetap memejamkan matanya. Kesal, akhirnya Arka memutuskan untuk mandi lalu mengecek Aruna, apakah dia sudah bersiap hendak pergi ke sekolah? Pria itu terkejut saat melihat rumah sudah dalam kondisi bersih, sarapan sudah tertata di meja makan berikut sepucuk surat yang membuatnya sangat terkejut. "Ayah, aku sudah lelah hidup bersamamu. Bukankah kau sudah berjanji hidup lebih baik? Tapi kenapa kamu malah mengingkarinya lagi? Semalam aku mendengar desahan kalian, dadaku terasa sesak seperti mau mati saja. Muncul kembali dalam ingatanku saat kau berselingkuh dengan Bi Asih atau dengan istri sahabat ayah. Ayah memang kejam tak pernah memikirkan perasaanku, jangan mencariku lagi dan semoga hidupmu b
"Ayah ...." teriak Aruna memeluk ayahnya yang baru saja pulang dari "dinas" luar kota, dia sudah menunggu lama untuk kepulangannya. Aruna menyadari gelagat tak biasa dari ayahnya. Wajah pria yang telah memberinya kehidupan itu terlihat bahagia tidak seperti biasanya. "Ini oleh-oleh untuk putri kesayangan ayah," ucapnya lalu masuk ke kamar, tubuhnya lelah pasca pertempuran ranjangnya dengan sang majikan. Aruna melihat bingkisan itu dengan tatapan sedih, bukan karena apa isinya tapi karena kondisinya ayahnya yang tak biasa. "Semoga firasatku salah," gumamnya. Aruna, gadis yang menginjak remaja telah mengalami banyak pergulatan batin. Berawal dari perceraian sang ayah dan bundanya di masa lalu, membuatnya tumbuh menjadi anak yang pendiam. Hidupnya hanya seputar sekolah dan belajar. Belum lagi kelakuan ayahnya yang doyan selingkuh dan kawin cerai membuatnya tumbuh menjadi remaja yang tidak nyaman jika menjalin kedekatan dengan pria. Ia masih berkutat dengan buku pelajarannya
"Wah, nyonya kita terlihat sangat bersemangat! Dia membawa pacar barunya!"bisik teman satu circlenya, mereka tengah menyoroti Anneth yang sedang membawa Arka ke pesta ulang tahun sahabatnya. Panggilan "Nyonya" merupakan sebuah sindiran.Anneth tersenyum lebar, kehadiran Arka di sampingnya seolah mengukuhkan hubungan mereka, ia bahkan tak ragu memperkenalkan Arka sebagai pacarnya."Nona, apa ini tidak berlebihan?"Diamlah, aku benci panggilan itu!"Arka terdiam saat wanita yang telah memberikan kepuasan batinnya tengah memintanya untuk tak banyak bicara."Aku senang sekali kau datang ke pestaku setelah kau cukup sibuk akhir-akhir ini," ujar Nancy, sang pemilik vila mewah di kawasan puncak."Tentu aku akan hadir karena ini menjadi kencan pertama kami," ucapnya dengan bangga.Arka hanya tersenyum kecil, hatinya sebenarnya belum begitu yakin atas apa jalan yang telah dipilihnya.Pria itu memilih untuk duduk di balkon sendirian sambil merokok, ingin istirahat sejenak dari beban hidupnya.
Arka terbangun dari mimpi manisnya. Namun, terasa manis jika hanya disebut mimpi. Ia menatap wanita yang tengah tidur di sebelahnya yang ternyata adalah Anneth! Artinya yang semalam itu bukanlah mimpi belaka. Ia bergegas mengambil pakaian yang tergelatak di lantai lalu mandi membersihkan diri masih tergiang permainan panasnya dengan sang majikan. "Bagaimana ini? Aku takut dipecat karena kurang ajar!" keluhnya sambil menyiram tubuhnya dengan air dingin. Masih teringat jelas dibenaknya saat dia memeluk lalu mencium lembut bibir sang majikan! Anehnya kenapa wanita itu justru membiarkannya seolah hal itu adalah keinginannya sendiri? Pusing bukan main rasanya. "Kenapa kau tidak membangunkan, Sayang? sapa Anneth yang masih duduk di ranjangnya. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut, masih enggan untuk beranjak. "Maafkan aku Non, aku khilaf," ujar Arka yang masih menundukkan kepalanya, malu, cemas dan khawatir. Anneth hanya terdiam, ia beranjak dari ranjangnya mendekati Arka yang
"Ayah, haruskah kita bertemu majikanmu? Aku takut dia tidak menyukaiku," ujar Aruna yang gelisah. Aruna terus memperhatikan sekitar, jantungnya berdegup kencang. Terngiang perilaku kejam ibu tiri yang sering menyiksanya. "Tenanglah, dia hanya ingin mengenalmu dan berniat memberimu beasiswa, bukankah ini langkah yang tepat?" sahut Arka dengan senyum sumringahnya. Datanglah seorang wanita memakai gaun merah yang terkesan glamor dan berkelas. Anneth sengaja memakai pakaian terbaiknya untuk memikat Arka. "Apakah ini anak yang kamu ceritakan?" tanya Anneth yang terkejut melihat sosok Aruna yang sangat mirip dengan Arini, ponakan yang sangat menyebalkan. Arka mengangguk lalu menyuruh Aruna untuk mencium tangan Anneth. "Sangat sopan, berbeda sekali dengan yang kutemui di butik kemarin," ucapnya sambil tersenyum palsu. Anneth memang tidak tulus menyayangi Aruna, dia hanya mencintai ayahnya, Arka. Aruna mampu menangkap senyum ketidaktulusan, berharap wanita licik ini tidak menik
"Non, apa tidak masalah saya ikut ke masuk? Saya hanya sopir pribadi bukan siapa-siapa," ujar Arka tampak ragu. Ia menatap rumah yang terlihat sangat luas dan mewah, sebuah perumahan elit yang terletak di pusat kota. "Jangan panggil aku "Non", panggil Anneth dan kamu harus tersenyum dan berkata iya jika aku berbicara," pinta Anneth sambil menggandeng tangan Arka. Arka nampak tak seperti biasa, balutan jas membuatnya terlihat sangat tampan dan mempesona. Anneth memang tak pernah gagal mendandani Arka hingga mirip seorang CEO tampan. Teman-temannya sangat takjub melihat Anneth yang menggandeng pria tampan meski nampak jarak usia di antara keduanya. "Wah, kamu dapat pria darimana? Tampan sekali sangat mirip adikmu," sapa wanita yang memakai gaun putih, dia adalah teman akrab Anneth. "Aku memang selalu pandai memilih pria meski aku seorang janda," sahutnya dengan masih menggandeng tangan Arka. Keduanya segera menyapa yang lain, terlihat Anneth sangat bangga membawa Arka di
"Arka, apa kamu yakin ingin resign dari pekerjaan ini, bukankah kamu sedang kesulitan ekonomi?" tanya sang bos yang heran dengan sikapnya. "Iya Bos, saya mendapat tawaran sopir pribadi seorang wanita cantik," sahut Arka dengan tersipu malu. Pak bos hanya tersenyum mendengar pernyataan anak buahnya. Ia memberikan sejumlah uang sebagai gaji terakhirnya. Arka menerimanya dengan senyum penuh kebahagiaan. Langkah kakinya terasa ringan meski hati terus menerus dilanda kesepian. Pernikahannya dengan tiga wanita hancur berantakan. Namun, penyesalan terbesarnya adalah Anna, wanita yang begitu baik tapi berakhir dikhianatinya. Pikirannya jauh melayang, memikirkan seandainya ia bertahan dari desakan ibu dan godaan Clara, mungkin ia akan hidup bahagia bersamanya. Terdengar klakson mobil seperti hendak menegurnya. Arka membalikkan badan melihat siapakah pengemudi di balik mobil mewah itu. "Anneth?" ujarnya terkejut melihat sosok di balik mobil itu. "Ayolah, aku ke mari untuk menjemput
Aruna tersenyum setelah melihat deretan apartemen milik sang kakek, ia bergegas keluar saat taksi itu berhenti di pinggir jalan. Saat hendak akan membayar, gadis itu sangat terkejut dengan keberadaan taksi yang menghilang dari pandangannya. Aruna mencoba memperhatikan sepanjang jalan tapi nihil. Taksi itu seolah menghilang bak di telan bumi. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, ia bergegas memasuki apartemennya. "Aruna!" teriak sang kakek yang sangat mengkhawatirkannya. Melihat gelagat sang kakek, Aruna kebingungan. Ia kembali melihat jamnya, pukul 6 sore. dia hanya terlambat tiga puluh menit, apakah hal itu patut dikhawatirkan? "Kakek, aku hanya terlambat tiga puluh menit, kenapa kau begitu khawatir padaku?" tanyanya dengan kebingungan. "Kamu sudah pergi selama satu hari Aruna! Jika kamu hilang, aku akan merasa bersalah pada ayahmu!" tegas Andrew yang merasa gelisah karena sang cucu tak kunjung pulang. Aruna terkejut mendengar perkataan kakeknya, satu hari? Bagaimana mu