Share

5. Berhutang

Author: Rin Rien
last update Last Updated: 2025-06-19 17:14:51

Evita menutup panggilan telepon dengan perasaan kecewa. Wanita itu baru saja menghubungi Dito untuk menceritakan tentang kondisi putra sulung mereka berdua. Ia juga meminta Dito untuk mencarikan uang untuk biaya operasi Alif.

Namun jawaban yang diterima oleh Evita benar-benar diluar dugaan. Pria yang masih resmi berstatus sebagai suaminya itu sama sekali tidak peduli pada putranya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kemana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Evita dalam hati.

Air mata tampak mulai mengalir dari kedua sudut matanya. Perasaan sedih, cemas, takut dan juga putus asa, bercampur jadi satu menguasai hati dan pikirannya.

"Tidak mungkin aku meminta tolong pada mbak Mira. Aku sudah terlalu sering menyusahkannya. Lagipula jumlah segitu bukanlah jumlah yang kecil," kata Evita dalam hati ketika teringat pada Mira.

"Kenapa Mama menangis? Siapa yang udah bikin Mama sedih?" Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil.

Tampak Viona yang sudah berdiri di dekat kaki Evita. Gadis kecil itu menatap wajah ibunya dengan wajah terangkat. Membuat Evita gugup dan langsung mengusap mata serta pipinya yang basah.

Saat menemui dokter untuk membicarakan tentang kondisi Alif, Evita memang meminta tolong pada Lusi untuk menjaga putrinya. Sepertinya ibu guru tersebut membawa Viona keluar untuk membeli es krim. Sebab bocah kecil itu kini tampak menggenggam sebungkus es krim.

"Mama tidak menangis kok, Sayang. Mama hanya kelilipan," sanggah Evita sembari berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan sang putri. Senyum yang tampak dipaksakan, tercetak jelas di wajah Evita.

"Wah, kelihatannya sangat enak. Sebaiknya Vio cepat habiskan es krimnya sebelum meleleh." Evita coba mengalihkan perhatian putrinya.

"Tadi bu Lusi yang belikan es krim buat Vio." Viona bercerita sembari menunjuk Lusi yang berdiri tidak jauh darinya.

"Apakah Vio sudah mengucapkan terima kasih pada bu Lusi?" tanya Evita.

Viona mengangguk. "Sudah, Ma," jawab gadis mungil itu.

"Kalau begitu, sekarang Vio duduk dulu di kursi itu dan habiskan es krimnya ya?" Evita berkata pada putrinya seraya menunjuk bangku panjang yang terbuat dari stainless steel.

"Mama ingin bicara sebentar dengan bu Lusi," lanjut Evita yang tidak ingin pembicaraannya dengan Lusi didengar oleh putrinya.

Viona menganggukkan kepala dengan cepat. Lalu bocah kecil itu berjalan menuju kursi yang baru saja ditunjuk oleh sang ibu.

Setelah melihat putrinya duduk, Evita melangkah pelan mendekati Lusi. Raut wajah wanita beranak tiga itu terlihat bingung.

"Sebelumnya saya ingin meminta maaf. Jika tidak keberatan, saya ingin merepotkan Anda lagi," kata Evita dengan tatapan memohon.

"Katakan saja, Bu. Kalau memang saya mampu, saya pasti akan membantu Bu Evita," balas Lusi yang turut merasa bersalah, atas kejadian yang menimpa Alif.

"Saya ingin meminta bantuan Anda, untuk menjaga Vio dan tetap tinggal di rumah sakit ini sampai saya kembali. Saya harus pergi ke suatu tempat untuk mendapatkan uang sebesar tujuh puluh juta rupiah, untuk biaya operasi Alif," jelas Evita yang tidak bisa membawa Viona bersamanya. Ia juga tidak bisa meninggalkan Alif yang sedang dalam keadaan koma, tanpa ada seseorang yang menjaganya. Hanya untuk antisipasi, seandainya saja ada kabar mengenai perkembangan kondisi Alif.

"Tentu saja, saya akan membantu Bu Evita untuk menjaga Vio. Bu Evita tidak usah mencemaskan hal itu," sahut Lusi seraya mengusap lengan Evita, seolah ingin memberikan semangat.

"Terima kasih banyak, Bu Lusi. Secepatnya saya akan segera kembali," ucap Evita dengan perasaan lega sekaligus terharu.

Setelah berpamitan dengan Lusi, Evita bergegas pergi meninggalkan rumah sakit. Hanya satu nama yang kini terlintas di benaknya. Nama seseorang yang mungkin saja bisa menolongnya.

Dengan memakai jasa ojek online, Evita pergi ke suatu tempat. Yaitu sebuah rumah yang terlihat cukup mewah. Sebuah mobil sport mewah berwarna silver tampak terparkir di halaman rumah.

Setelah turun dari motor dan membayar ongkos ojek online, Evita segera berjalan mendekati pagar besi yang tampak tinggi menjulang. Wanita itu menekan bel yang berada di dekat pagar.

Tak lama setelah dirinya menekan bel, tampak seorang wanita paruh baya yang berjalan keluar dari dalam rumah. Wanita itu melangkah mendekati Evita.

"Mau cari siapa?" Wanita itu bertanya dari balik pagar, sambil memperhatikan penampilan Evita yang lusuh.

"Apakah Sinta ada di rumah? Tolong katakan padanya kalau kakaknya datang ingin bertemu." Evita berkata dengan tatapan memohon. Kedua tangan wanita itu menggenggam kuat jeruji pagar besi.

Wanita yang merupakan pelayan di rumah itu tampak terkejut mendengar ucapan Evita. Sulit untuk percaya, jika wanita berpenampilan lusuh yang ada di hadapannya adalah kakak dari majikannya.

"Baik, Bu, akan saya sampaikan pada Bu Sinta. Tolong Anda tunggu sebentar," pinta wanita itu yang kemudian bergegas masuk untuk menemui majikannya.

Tak lama menunggu, pelayan itu kembali keluar. Dikeluarkannya sebuah anak kunci dari dalam saku pakaian yang dikenakannya. Lalu wanita itu membuka gembok pagar dan mempersilahkan Evita untuk masuk.

Sembari memperhatikan sekelilingnya, Evita berjalan masuk ke dalam rumah. Tidak banyak perubahan yang terjadi dari rumah itu, setelah tiga tahun lalu terakhir kali ia melihatnya.

"Untuk apa Kakak datang lagi kemari? Apakah suami Kakak yang tidak berguna itu membuat ulah lagi?" Terdengar suara seorang wanita dari dalam ruang keluarga.

Tampak sebatang rokok terselip diantara dua jari wanita tersebut. Rok pendek dan tanktop yang dikenakannya membuat penampilan wanita itu terlihat seksi. Apalagi kulitnya juga terlihat sangat putih dan mulus. Ditunjang dengan wajahnya yang cantik, membuat wanita itu terlihat semakin sempurna.

Evita menggeleng dengan kepala tertunduk, mendengar pertanyaan wanita tersebut.

"Maaf jika aku datang hanya untuk merepotkanmu. Tapi saat ini aku benar-benar butuh bantuanmu, Sin," kata Evita, lalu perlahan mengangkat wajahnya untuk menatap wajah wanita, yang tak lain adalah adik tirinya.

"Apa lagi yang sudah diperbuat oleh kakak iparku yang tidak berguna itu? Apakah dia masuk penjara lagi?" Wanita bernama Sinta itu bertanya dengan senyum sinis yang tergambar di wajahnya. Lalu menghisap batang rokok yang ada diantara dua jarinya, kemudian meniupkan asap dari dalam mulutnya.

Gegas Evita menggelengkan kepalanya.

"Aku butuh untuk Alif, putraku. Dia baru saja mengalami kecelakaan dan harus dioperasi. Dokter memintaku untuk menyiapkan uang sebesar tujuh puluh juta rupiah, untuk biaya operasinya. Jadi aku datang kemari untuk meminta tolong padamu, untuk meminjamkan uang," tutur wanita itu menjelaskan tentang kondisi putranya.

"Apa? Tujuh puluh juta rupiah? Memangnya Kakak mampu mengembalikan uang sebanyak itu? Uang dua juta yang dulu pernah Kakak pinjam untuk modal dagang kue saja, beberapa bulan baru bisa kakak lunasi!" sungut Sinta yang pernah memberikan pinjaman kepada Evita, saat suami kakaknya itu masuk ke dalam penjara.

"Aku mohon tolong bantu aku, Sin. Alif harus segera dioperasi agar nyawanya selamat." Evita memohon dengan air mata yang mulai mengalir dari kedua sudut matanya.

Sinta menghembuskan nafas kasar. Wanita itu meletakkan rokok ke dalam asbak, kemudian berdiri. Dilipatnya kedua tangannya ke depan dada dan menatap wajah kakak tirinya dengan sorot mata tajam.

"Aku akan memberikan pinjaman. Tapi ada syaratnya," tukas Sinta.

Kening Evita mengernyit. "Syarat apa?" tanyanya sembari membalas tatapan adik tirinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   10. Tinggal Di Rumah Arya

    "Apa kamu tidak salah, memilih tempat tinggal? Tempat seperti ini sama sekali tidak layak, untuk perkembangan mental anak-anakmu yang masih kecil!" Arya berkata dengan perasaan geram."Aku tidak mempunyai pilihan lain. Hanya tempat ini yang mampu aku sewa, sekaligus yang paling dekat dengan gedung sekolah anak-anakku," sahut Evita."Kalau begitu kemasi barang-barangmu! Hari ini juga kamu dan anak-anakmu harus pindah!" tegas Arya."Memangnya kemana kami harus pindah? Aku sudah tidak punya uang lagi untuk menyewa tempat tinggal," tukas Evita yang merasa sedikit kesal. Sebab Arya memberikan perintah tanpa mengerti kondisi keuangannya saat ini."Kamu tidak perlu memikirkan biaya sewa. Yang terpenting adalah keselamatan mental anak-anakmu. Sebab aku juga seorang ayah yang memiliki seorang anak. Dan pastinya aku tidak akan pernah membiarkan anakku, untuk tinggal di lingkungan seperti ini," tukas Arya yang tiba-tiba teringat akan putra semata wayangnya.Tanpa menunggu persetujuan dari Evita,

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   9. Perhatian Arya

    "Aku hanya lulusan SMA. Bagaimana aku bisa menjadi sekretarismu? Aku juga tidak punya pengalaman bekerja di kantor," ujar Evita yang merasa tidak pantas untuk menduduki posisi tersebut."Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku akan mengajari dan membantumu. Aku tahu kamu wanita yang pintar. Dulu setiap tahun, kamu selalu mendapatkan ranking tiga besar di kelas. Aku yakin tidak akan sulit bagimu untuk mempelajari tugas-tugas seorang sekretaris." Arya berusaha meyakinkan Evita.Dengan hati yang masih diliputi perasaan ragu, Evita mengangguk. Wanita itu menyetujui tawaran Arya.Kegembiraan seketika tergambar di wajah Arya. Senyuman manis menghiasi bibir pria tersebut."Kalau begitu, sebaiknya sekarang kamu pulang saja. Aku akan mengantarmu pulang," kata Arya yang tidak ingin Evita kembali masuk ke dalam cafe."Tidak usah, Ar. Biar aku pesan ojek online saja," sahut Evita yang tidak ingin terus menerus merepotkan Arya."Sudahlah. Aku tidak ingin mendengar penolakan lagi!" tegas Arya

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   8. Dilecehkan

    "Na-nama saya, Vita." Evita menjawab dengan suara yang terdengar gugup.Merasa tidak nyaman dengan perbuatan pria yang duduk di sampingnya, Evita berusaha menyingkirkan tangan pria itu dari pahanya."Maaf, bisakah kita berkaraoke saja? Saya akan bantu memutarkan lagu yang bapak-bapak inginkan. Atau kalau kalian meminta, saya juga bisa bernyanyi untuk menghibur kalian semuanya." Evita menawarkan untuk menghilangkan kecanggungan yang kini tengah dirasakannya. Dipaksanya bibirnya untuk tersenyum.Walaupun AC di ruangan itu sangat dingin, namun tubuh dan wajah Evita tak hentinya mengeluarkan keringat dingin."Tapi saat ini kami sedang tidak ingin bernyanyi. Kami butuh seseorang untuk menghibur dan menemani kami minum. Untuk merayakan kesepakatan bisnis yang baru saja kami tandatangani," balas pria di samping Evita, yang kini mendaratkan tangannya pada wajah Evita. Lalu mengelus pipi mulus wanita tersebut.Evita yang merasa risih disentuh oleh pria asing yang tidak dikenalnya, berusaha unt

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   7. Hari Pertama Bekerja

    "Dok, bagaimana kondisi putra saya?" tanya Evita dengan perasaan tidak sabar.Dokter bedah yang baru saja keluar dari ruang operasi, tidak langsung menjawab pertanyaan Evita. Pria itu terlebih dulu membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya."Syukurlah operasinya berjalan dengan sukses dan tanpa kesulitan yang berarti. Tapi untuk sementara waktu, pasien akan ditempatkan di ruang pemulihan. Agar kami bisa mengawasi perkembangan kondisi pasien, pasca menjalani operasi," tutur dokter menjelaskan.Evita merasa sangat lega mendengar penjelasan dokter. Begitu pula Mira dan Lusi. "Maaf, saya permisi dulu. Jika nanti ada perkembangan tentang kondisi putra Anda, saya akan memberitahukannya pada Anda," pamit dokter."Iya, Dok, silahkan. Terima kasih banyak," balas Evita yang langsung meraih tangan dokter dan menyalami tangan pria itu, sebagai ucapan terima kasih.Dokter bedah itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis, menanggapi ucapan Evita. Lalu ia berlalu pergi meninggalkan Evita."Sebai

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   6. Menjadi LC

    Sinta berjalan perlahan mendekati Evita. Ditatapnya dengan lekat seluruh bagian tubuh Evita dari kepala hingga kaki. Wanita itu bahkan berjalan memutari tubuh Evita. Bagian belakang tubuh kakak tirinya itu pun tak luput dari perhatiannya."Aku lihat postur tubuh Kak Vita lumayan bagus, meskipun sudah pernah melahirkan tiga orang anak. Wajah Kak Vita juga cantik, walaupun tak secantik aku. Aku rasa Kakak bisa menjadi primadona dan menghasilkan banyak uang di tempat karaoke milik suamiku," tutur Sinta yang mengakui kecantikan kakak tirinya.Kening Evita mengerut. "Memangnya apa yang harus aku lakukan di tempat itu? Apakah aku akan menjadi pelayan?" tanya Evita yang sama sekali belum pernah masuk ke tempat hiburan semacam itu."Pekerjaan sebagai pelayan tidak akan menghasilkan banyak uang. Uang yang didapat hanya cukup untuk biaya hidup Kak Vita dan anak-anak. Lantas bagaimana hutang Kak Vita bisa lunas?" tukas Sinta."Lalu apa yang harus aku lakukan di tempat itu?" Evita kembali bertany

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   5. Berhutang

    Evita menutup panggilan telepon dengan perasaan kecewa. Wanita itu baru saja menghubungi Dito untuk menceritakan tentang kondisi putra sulung mereka berdua. Ia juga meminta Dito untuk mencarikan uang untuk biaya operasi Alif. Namun jawaban yang diterima oleh Evita benar-benar diluar dugaan. Pria yang masih resmi berstatus sebagai suaminya itu sama sekali tidak peduli pada putranya."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kemana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Evita dalam hati.Air mata tampak mulai mengalir dari kedua sudut matanya. Perasaan sedih, cemas, takut dan juga putus asa, bercampur jadi satu menguasai hati dan pikirannya."Tidak mungkin aku meminta tolong pada mbak Mira. Aku sudah terlalu sering menyusahkannya. Lagipula jumlah segitu bukanlah jumlah yang kecil," kata Evita dalam hati ketika teringat pada Mira."Kenapa Mama menangis? Siapa yang udah bikin Mama sedih?" Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil.Tampak Viona yang sudah berdiri di dekat kaki Evita. Gad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status