Share

Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO
Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO
Penulis: Rinda

1. Suami pengangguran

“Mas kenapa setiap aku pulang kerja rumah selalu berantakan? Apakah kamu tidak ada waktu untuk membereskanya?” Tanya Rahayu protes melihat rumahnya yang begitu berantakan. 

Rahayu baru saja memasuki kamarnya setelah bekerja dan mendapati rumah sangat berantakan. Mainan anak berserakan di mana-mana, dapur penuh dengan tumpukan cucian piring, hingga baju-baju kotor anaknya yang juga berserakan tidak pada tempatnya. Sementara suaminya Sadewo sedang asyik bermain game di handphonenya.

Sebenarnya ini bukan kali pertama Rahayu mendapati rumahnya masih berantakan saat pulang kerja, namun sebelum-sebelumnya Rahayu selalu mencoba bersikap sabar pada suaminya. Kali ini, Rahayu ingin suaminya sadar dan merubah sikapnya.

“Haduuh Rahayu, membereskan rumah itu kan tugas seorang istri, masa aku juga sih yang harus membereskan rumah!” Sadewo tak terima dengan protes yang disampaikan oleh Rahayu, istrinya.

“Mas, aku kan sudah cape kerja, tolonglah bantu aku sedikit dengan membuat rumah kita nyaman saat aku pulang” Rahayu mencoba memberikan pengertian pada suaminya. Ia merasa sudah lelah bekerja seharian, rasanya tidak adil jika dia juga yang harus membereskan rumah setelah pulang kerja.

“Kamu bekerja kan juga atas ijinku Rahayu, kalau aku gak ijinkan uang yang kamu hasilkan dari bekerja tidaklah halal, jadi itu sudah konsekuensimu sebagai seorang istri. Kamu boleh kerja, tapi jangan pernah lupakan kodratmu sebagai seorang wanita!” Ucap Sadewo, seolah sikapnya sebagai seorang suami sudah benar.

Menurut Sadewo istrinya harus tetap mengerjakan kewajibanya mengurus anak-anak dan rumah tangga walaupun dia telah bekerja dan menghasilkan uang. Memang Sadewo yang mengijinkan Rahayu bekerja, namun entah bagaimana jadinya dengan kondisi keuangan mereka jika Rahayu tak bekerja. Pasalnya Sadewo sudah berbulan-bulan menganggur tanpa penghasilan.

“Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang bekerja cari uang untuk menafkahi istri dan anakmu? Bukankah itu kewajiban seorang suami? Kenapa kamu malah membiarkan aku yang kerja sedangkan kamu di rumah enak-enakan menikmati semua fasilitas rumah ini? Kamu gak lupa kan kalo aku yang membayar semua biaya tagihan di rumah ini?” Entah dari mana Rahayu memiliki keberanian untuk menjawab suaminya selantang itu. Padahal biasanya Rahayu hanya diam dengan semua sikap suaminya.

Mendengar jawaban istrinya, Sadewo merasa sangat direndahkan sebagai seorang lelaki. Hatinya bergemuruh menahan emosi hingga tanganya mengepal menahan amarah. 

“Dengar Rahayu, aku sedang berusaha mencari pekerjaan selama ini, tapi kamu tidak sabar dengan usaha yang sedang aku lakukan! Kamu seharusnya mendukungku, bukan meremehkanku! Paham?!” Sadewo mengucapkannya dengan suara yang keras karena marah pada Rahayu. 

"Mencari pekerjaan di mana? kamu hanya enak-enakan main game di rumah Mas! Bahkan membantu mengurus anak-anak dan mengurus rumah pun kamu tak mau melakukanya! Apa kamu gak malu sebagai laki-laki hanya menjadi beban istrimu?" Rahayu pun tak kalah emosi sehingga tanpa sadar ikut mengencangkan suaranya pada Sadewo.

Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kiri Rahayu membuatnya reflek memalingkan muka karena tidak siap menerima tamparan tersebut. Rahayu memegang pipinya yang memerah, rasanya panas dan perih. Namun hatinya lebih perih karena sikap suaminya benar-benar menyakitkan hati Rahayu, ia pengangguran sekaligus mulai berani KDRT.

“Ingat Rahayu, aku tidak suka direndahkan! Sekali lagi kamu meremehkan aku, tak segan-segan aku lakukan yang lebih dari ini” Sadewo menunjuk muka Rahayu dengan jarak yang sangat dekat sambil mengucapkan ancamanya. Belum puas dengan ancaman yang dia lakukan pada istrinya, Sadewo mendorong tubuh Rahayu hingga menabrak dinding, lalu keluar kamar meninggalkan Rahayu yang syok dengan sikap suaminya.

Jebreet! Sadewo membanting pintu kamar dengan keras. Membuat tubuh Rahayu berjingkat karena kaget. Kini tubuhnya merosot ke lantai, mata Rahayu panas menahan air mata yang berkumpul di sudut matanya. Bagaimana tidak? Tenaga dan pikiranya telah terkuras habis untuk bekerja hingga malam, namun ia mendapati kondisi rumah yang masih berantakan.

Mainan anak-anaknya berserakan disetiap sudut rumah, sementara cucian piring juga menumpuk di dapur memaksa Rahayu untuk segera mencucinya. Belum lagi disudut kamar mandi juga teronggok tumpukan baju kotor yang menambah beban pekerjaanya. Saat Rahayu protes, Sadewo malah memarahinya dan menamparnya membuat Rahayu merasa dirinya tak berharga.

Rahayu mengelap pipinya yang basah oleh air mata. Ya, air mata itu akhirnya tumpah juga. Rahayu menangis dalam diam sambil menahan seluruh rasa kecewa, lelah dan sedih yang berkecamuk jadi satu dalam hatinya. Bagaimana mungkin suaminya setega ini, ia sudah lelah bekerja namun setelah pulang masih dihidangkan segudang pekerjaan rumah yang mau tak mau harus dikerjakan.

***

Setelah tenang, Rahayu keluar dari kamarnya. Ia mendapati ibu mertuanya sedang menonton televisi acara malam di ruang tengah, sementara suaminya entah kemana. Biasanya Sadewo akan pergi keluar jika sedang marah seperti saat ini.

Rahayu mengambil keranjang yang biasa digunakan untuk menyimpan mainan anak-anaknya. Ia memunguti satu persatu mainan anak-anaknya yang berserakan di lantai. Setelah itu, ia menyapu kemudian dilanjutkan  mengepel lantai yang lengket oleh kotoran. Ia melirik ke arah Ibu mertuanya yang tak ada inisiatif untuk membantu, namun Rahayu cepat-cepat mengalihkan pandanganya ke  lantai yang sedang di pel ketika Ibu Yanti melihatnya.

“Rahayu maaf yah Ibu tidak membantu, ini sudah malam, Ibu cape seharian habis pergi arisan” Ucap Bu Yanti. Tanganya asyik memegang remot tv sambil menikmati snack yang sebenarnya Rahayu beli untuk anak-anaknya.

“Iya Bu, tak apa Rahayu sudah terbiasa” Ucap Rahayu pelan. Rahayu tak ingin mencari masalah lagi dengan memprotes perilaku suami maupun Ibu mertuanya.

Selain menanggung beban suami yang menganggur, Rahayu juga menanggung biaya hidup Ibu mertua dan adik iparnya. Mereka berdua memustuskan tinggal bersama Rahayu dengan alasan rumah mereka telah disewakan untuk biaya hidup. Rahayu pun tak bisa menolak, menurut Sadewo apa yang diperintahkan oleh suami, istri harus menurut.

Setelah selesai membereskan mainan anak-anak dan mengepel lantai, Rahayu mengumpulkan pakaian kotor untuk di cuci. Beruntungnya Rahayu memiliki mesin cuci sehingga bisa meringankan pekerjaan rumahnya.

Rahayu berdiri di depan mesin cuci yang letaknya tak jauh dari kamar mandi. Ia memisahkan pakaian putih dan pakaian berwarna sebelum memasukan ke mesin cuci. Pakaian putih ia masukan terlebih dahulu ke dalam mesin, setelahnya pakaian berwarna agar tidak luntur dan mengotori pakaian putih.

“Nyuci baju aja pake mesin cuci, kan boros listriknya! Apalagi malem-malem begini haduuh nanti tagihan listrik jadi mahal loh!” Ibu Yanti tiba-tiba muncul mengomentari Rahayu yang menggunakan mesin cuci. Rahayu yang berniat masuk kamar mandi jadi merasa tak enak, padahal tagihan listrik pun dirinya yang membayar.

“Iya Bu, Rahayu sudah cape soalnya seharian kerja, biar cepat jadi pake mesin cuci” Ucap Rahayu, lalu cepat-cepat masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia enggan meladeni mertuanya tersebut karena takut salah bicara hingga menimbulkan masalah baru dengan suaminya.

“Dasar menantu jaman sekarang memang manja! Aku dulu nyuci ya di kucek pake tangan biar bersih!” Suara Ibu mertuanya terdengar jelas dari kamar mandi sedang menyindir Rahayu. Rahayu memilih diam pura-pura tak mendengar, lalu melanjutkan acara mandinya.

Betapa menyedihkan kehidupan Rahayu, hidup di rumah sendiri tetapi rasanya seperti menunpang. Segala sesuatu yang Rahayu lakukan selalu saja mendapatkan komentar negatif dari Yanti, Ibu mertuanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status