Home / Romansa / Dikontrak Cinta Dosen Duda / 5. Chapter 5 : Sebuah Penawaran

Share

5. Chapter 5 : Sebuah Penawaran

Author: Raynasha
last update Last Updated: 2025-02-25 20:36:53

Damar menjabat tangan kliennya, ia tersenyum puas dengan hasil meeting kali ini. Mereka pun berjabat tangan, sebelum akhirnya meninggalkan Damar dan sang asisten di sana.

“Kamu langsung balik ke kantor saja, aku masih ingin di sini!” ujar Damar. Pria itu menyesap sedikit minumannya, ia ingin sedikit menenangkan dirinya sejenak di kafe ini.

“Iya Pak?” tanya sang asisten tidak mencoba memastikan apa yang didengarnya.

“Kamu, balik ke kantor dan selesaikan pekerjaan kamu! Aku mau di sini dulu sebentar,” Damar terpaksa mengulang kembali perintahnya kepada sang asisten.

“Baik Pak!” jawab Aidan. “Apa nanti perlu saya hubungi Ramdan untuk menjemput Bapak?” tanyanya.

“Tidak perlu,” jawab Damar. “Kamu tinggalkan saja mobilnya di sini!”

Aidan kembali mengangguk, tanpa perlu dijelaskan lagi ia sudah paham dengan apa yang harus dilakukannya.

Dan sepeninggal sang asisten, Damar kembali membuka tablet dan mulai mengerjakan sesuatu di sana, sebelum akhirnya pria itu menangkap sosok yang sangat familiar untuknya.

Ya, benar! itu adalah adik sepupunya—Adrian, bersama dengan Kinanti dan juga pacar Adrian.

Sepertinya ketiga mahasiswa itu tidak menyadari keberadaannya. Damar menggeleng pelan, kemudian fokus kembali pada pekerjaannya.

Tapi saat sedang fokus dengan pekerjaannya, samar-samar Damar mendengar obrolan ketiga mahasiswa itu.

Awalnya Damar tidak terlalu peduli, karena itu masalah anak muda pada umumnya. Namun saat ia mendengar Kinanti yang ingin segera mendapatkan pacar, tiba-tiba ia merasa tertarik untuk mendengar lebih lanjut.

Entah kenapa Damar merasa seperti baru saja mendapatkan sebuah angin segar, dari masalah yang sejak kemarin membuatnya pusing.

Damar menyeringai tipis. “Interesting!”

***

Keesokan harinya …

[Datang ke ruangan saya jam 10, ada yang ingin saya bicarakan mengenai hasil evaluasi kamu kemarin]

Kening Kinanti berkerut saat membaca pesan pribadi dari Damar. Pesan itu terlalu mendadak, sehingga membuat gadis itu—yang saat ini sedang berada di kantin langsung beranjak dari duduknya.

“Kenapa Ki?” tanya Anggita.

“Huh? Enggak ini, Pak Damar tiba-tiba banget nyuruh gue ke ruangannya,” jawab Kinanti.

“Lah, mau ngapain?” kali ini Adrian yang bertanya.

Kinanti mengangkat bahunya. “Nggak tahu, katanya sih mau ngomong soal hasil evaluasi kemarin. Tapi nggak tahu, deh!”

“Ya udah, gih sana! sebelum dia marah-marah di grup, mending lo cepetan deh, Ki!” usul Adrian.

Kinanti mengangguk, gadis itu pun bergegas meninggalkan kantin fakultas. Padahal perutnya masih sangat lapar, tapi demi sang dosen Kinanti rela menahan lapar.

***

Tiba di depan ruangan Damar, Kinanti melihat ada seorang pemuda yang kalau ia tidak salah tebak, itu adalah mahasiswa bimbingan Damar.

Mengangkat bahu, Kinanti berjalan dan berdiri di sisi pemuda itu. “Lagi bimbingan ya, Kak?” tanyanya—basa-basi.

“Iya ini,” jawab pemuda itu. “Lo juga mau bimbingan?” tanyanya pada Kinanti.

“Huh? enggak,” Kinanti menggeleng pelan. “Gue mau bahas hasil eval kemarin.”

Pemuda itu hanya mengangguk. Dan tak lama setelahnya, pintu terbuka menampilkan sosok pemuda dengan wajah yang luar biasa kusut.

Kinanti hanya tersenyum tipis melihat pemandangan itu. Dalam hati, jangan sampai ia bernasib sama seperti kakak tingkatnya itu.

Kini giliran Kinanti yang berdiri di depan pintu ruangan sang dosen. Sebelum mengetuk pintu, Kinanti menarik napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Tak lupa gadis itu merapalkan doa dalam hati, semoga kali ini tidak ada hal buruk menimpanya.

Tok, Tok!

Kinanti membuka sedikit pintu, dan juga sedikit menyembulkan kepalanya mencari sosok Damar.

“Permisi Pak …” gadis itu tersenyum kikuk.

“Oh, Kinanti!” Damar yang tengah membaca berkas, baru saja menyadari kedatangan Kiati. “Masuklah!”

Kinanti menurut, kemudian berjalan pelan hingga akhirnya gadis itu berdiri di depan meja sang dosen.

Damar melirik Kinanti yang sedang berdiri dengan kikuk. “Duduk.”

Gadis itu pun menuruti ucapan sang dosen. Hawa sejuk dari pendingin ruangan mulai menyelimuti tubuh Kinanti.

Hening

Kinanti memperhatikan Damar yang masih sibuk dengan berkas di tangannya. Dan gadis itu hanya bisa diam, menunggu Damar selesai dengan berkas di tangannya.

“Kelas kamu sudah selesai?” tanya Damar memecah keheningan.

Kinanti mengangguk cepat. “Sudah Pak,” jawabnya pelan.

“Kamu tahu, alasan saya panggil kamu kemari?” Damar bertanya lagi.

Kinanti mengangguk lagi. “Bapak mau bicara tentang hasil evaluasi saya kemarin.”

Damar merapikan berkas yang baru saja ia periksa tadi, kemudian ia mengambil satu lembar kerja milik Kinanti, dan menyerahkannya pada gadis itu.

“Ini hasil evaluasi kamu kemarin,” ujar Damar. “Lumayan,” imbuhnya.

Kinanti menerima kertas itu dengan wajah yang berseri. “Terimakasih Pak,” ucapnya dengan senyum yang tercetak jelas di wajah cantiknya.

“Selain itu ada hal lain, yang ingin saya tanyakan sama kamu,” ujar Damar. 

“Huh?” netra Kinanti sedikit melebar karena terkejut. “T-tanya apa ya, Pak?”

Damar terdiam, menatap gadis muda yang duduk di hadapannya. Sejenak ia ragu untuk mengutarakan niatnya, mengingat status mereka dosen dan mahasiswa.

Apalagi keluarga mereka juga lumayan dekat, karena orang tua Kinanti masih kolega bisnis ayah Damar.

Atau ia urungkan saja?

Tapi suara-suara yang terus mendesaknya untuk menikah, kembali terdengar. Seolah ibunya itu tengah berbicara tepat di sisi Damar.

Kinanti yang melihat dosennya hanya diam saja, pun ikut merasa bingung sekaligus penasaran.

“Pak?” panggil Kinanti pelan.

“Hm? Ya!” Damar sedikit terkesiap, karena suara Kinanti membuyarkan lamunannya. “Ah, sampai mana tadi?” tanyanya.

“Bapak, yang katanya mau tanya sesuatu sama saya,” jawab Kinanti pelan.

Damar mengangguk kecil, ia harus segera menyelesaikan masalah ini.

“Kemarin saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu dengan dua teman kamu,” kata Damar pelan. “Kamu sedang membutuhkan pacar, sebagai ajang pembuktian sama mantan pacar kamu, kalau kamu juga tidak kalah dengannya. Betul begitu?” tanyanya.

Kinanti jelas terkejut dengan penuturan dosennya barusan. Mau ditaruh dimana wajahnya?

“Apa urusannya dengan Bapak?” jawab Kinanti, berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan sang dosen.

“Jawab saja pertanyaan saya,” Damar menatap lurus gadis itu.

“Kenapa Bapak mau tahu?” tanya Kinanti yang masih enggan untuk menjawab. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan yang menurutnya sangat aneh itu.

“Jawab saja Diah Ayu Kinanti!” nada bicara Damar sedikit mendesak.

“Maaf Pak, itu privasi saya, dan saya rasa Bapak tidak perlu ikut campur,” balas Kinanti.

Damar menghela napas pelan.”Justru saya ingin memberikan solusi untuk masalah kamu,” katanya.

“Solusi?” ulang Kinanti dengan kening yang berkerut. “Apa maksud Bapak?” tanyanya. Entah kenapa firasatnya tidak enak.

“Kamu tahu kalau saya ini duda, kan?” tanya Damar. Dan Kinanti mengangguk. “Kamu juga pasti sering dengar dari Adrian, kalau saya sering didesak untuk menikah, bukan?”

Kinanti mengangguk lagi.

“Kamu butuh pacar, dan saya butuh calon istri,” kata Damar pelan. Pria itu menatap Kinanti yang tengah menatapnya bingung.

“Lalu?”

“Kita harus bekerja sama,” Damar menyodorkan satu lembar kertas di hadapan Kinanti. “Saya ingin membuat sebuah penawaran sama kamu.”

Penawaran?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   82. Chapter 82

    “Besok kamu kelas pagi?” tanya Damar, saat dalam perjalanan mengantar Kinanti pulang ke kosnya.“Jam 8 sih, Mas,” jawab perempuan cantik itu. “Mas besok ada jadwal di kampus juga?” tanyanya.“Ada, tapi cuma sebentar. Paling cuma sampai jam 10,” pria itu menjawab pelan. Fokusnya masih pada kemudi, meski sesekali ia melirik sang kekasih yang duduk di sampingnya. “Kamu nanti kabari saja selesai jam berapa, biar Aidan yang jemput kamu,” lanjutnya lagi.Kinanti yang tengah bermain ponsel, mengalihkan pandangannya sejenak. “Mas … nggak bisa jemput, ya?” tanyanya.“Iya,” Damar mengangguk kecil. “Aku harus cek berkas, dan juga ada lunch bareng klien siangnya.”Kinanti mengangguk-angguk paham. Ia tidak masalah dengan hal itu, dan mengerti akan kesibukan sang kekasih.Karena hanya diam, Damar melirik Kinanti. Ia khawatir, perempuan itu akan marah dengannya karena berhalangan untuk menjemput.“Ini … kamu nggak apa-apa kan, Sayang? bukan lagi ngambek?” tanya pria itu.“Hah?” kening Kinanti berker

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   81. Chapter 81

    Rangga ikut bangkit, saat wanita di depannya juga bangkit. Dengan gerakan seolah tanpa disengaja, ia sedikit menabrak wanita itu, hingga minumannya tumpah dan mengenai tas wanita itu. “Oh, maaf,” kata Rangga pelan. “Saya tidak sengaja. Saya bantu bersihkan?” tawarnya. Wanita itu mendongak menatap Rangga, yang kini tengah tersenyum manis padanya. Namun di balik itu semua, ia justru penasaran dengan tatapan Rangga, yang sepertinya menyimpan sesuatu. Maka wanita itu pun mengangguk kecil, menerima ajakan Rangga. Mereka keluar dari tempat itu, tentu saja dengan gerakan yang tidak sampai mencuri perhatian siapapun—terutama Damar dan Kinanti. Begitu merasa berada di tempat yang aman, barulah Mega melontarkan pertanyaan. “Kenapa kamu bawa saya ke sini? kita nggak saling kenal, kan?” tanyanya. Alih-alih langsung menjawab, Rangga justru tersenyum kecil. Ia kembali melihat sekitar, memastikan sekali lagi, jika mereka betul-betul sudah aman. “Kita memang nggak saling kenal,tapi saya yakin

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   80. Chapter 80

    “Udah lah, ikhlasin aja itu si Kinanti.”Kalimat itu berasal dari salah seorang sahabat Rangga. Tentu saja, membuat pemuda itu langsung menoleh, dan memberikan tatapan tajamnya. “Ikhlasin?” ulang Rangga. “Enak aja, gue susah payah dapatkan dia. Masa ujungnya dia sama orang tua itu?”Kedua sahabat Rangga saling melempar pandangan. Mereka merasa, jika Rangga ini sepertinya sudah gila. Masalahnya, penyebab putusnya hubungan Rangga dan Kinanti, ya karena ulah pemuda itu sendiri. Dan sekarang, tiba-tiba merasa tak senang, Kinanti berhubungan dengan laki-laki lain. Aneh betul memang si Rangga ini. “Ya, lo juga bego, anjir!” salah satu teman Rangga yang lain, ikut menyahut. “Udah tahu susah dapatinnya, malah selingkuh. Kan, goblok!”Rangga berdecak kesal. Apalagi jika diingatkan kembali, tentang alasan hubungannya dengan Kinanti berakhir.Ya, memang betul salah dirinya, tapi bisakah untuk tidak mengingatkannya? Rangga paham betul, jika dirinya salah. Tapi tetap saja ia tidak mau mengak

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   79. Chapter 79

    Rangga tersenyum miring, menatap pria yang ada di hadapannya. Meski begitu, dalam hatinya mengumpati pria itu—Damar.Bisa-bisanya, pria yang dari segi usia saja, jauh di atasnya. Apalagi dari segi status. Jelas Rangga lebih unggul. Rangga lebih muda, dan mungkin hanya satu tahun di atas Kinanti. Secara status jelas, ia adalah seorang pria lajang—lebih tepatnya bujangan. Sedangkan Damar? pria itu dilihat dari perbedaan usia saja, jauh di atas Kinanti. Dan lagi, pria itu berstatus duda dengan satu anak. Artinya, sangat tidak cocok dengan Kinanti, yang masih gadis. Meski dari segi finansial, Damar jelas jauh lebih unggul dibanding Rangga. Tapi tetap saja, itu semua tidak bisa menjadi landasan untuk keduanya menjalin hubungan asmara. Apalagi mengingat Damar yang juga berprofesi sebagai dosen, di kampus yang sama dengannya. Rasanya sangat tidak etis, jika ada hubungan asmara antara mahasiswi dan dosennya. Dan Rangga sangat yakin, jika ada sesuatu yang mendasari hubungan mereka. Kare

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   78. Chapter 78

    “Kangen nggak sama Tante?” Kinanti tersenyum lembut, kepada gadis kecil yang sejak tadi memeluk lehernya. “Kangen!” sahut gadis cilik itu. Matanya berbinar, saat menatap Kinanti. “Tante jarang banget main ke sini. Kan, Ola jadi kangen?” Kinanti tertawa kecil, saat melihat wajah Ola yang sedikit memberengut. Ditambah lagi, bibir gadis kecil itu yang sedikit mengerucut dengan pipi yang menggembung. Sangat menggemaskan! Dan Kinanti tidak tahan, untuk tidak mencium pipi Ola. “Aduh, anak Tante gemesin banget, sih?” kata perempuan itu. “Maaf, ya? akhir-akhir ini Tante memang lagi sibuk banget di kampus. Kuliah Tante lagi banyak tugas.”Ola menghela napas pelan. “Tapi hari ini kita beneran main kan, Tante?” tanyanya. “Iya, dong,” Kinanti mencubit pelan. “Pokoknya, hari ini kita main sampai puas. Oke?”Ola mengangguk senang, kemudian tatapannya beralih kepada sang ayah yang ikut tersenyum. “Papa ikut nggak?” tanya gadis kecil itu. Damar tersenyum tipis. “Nanti Papa nyusul aja, ya? soa

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   77. Chapter 77

    “Kinan, Sayang? kok malah ngelamun?”Kinanti mengerjap cepat, kemudian menggeleng pelan dan tersenyum kecil pada Damar. Ia baru tersadar, jika sejak tadi tengah melamun. Sampai akhirnya mendengar suara Damar. “Eh? enggak, aku nggak melamun kok, Mas,” elaknya. “Tadi cuma kepikiran tugas kuliah aja.”Damar menghela napas pelan. “Pelan-pelan saja, nggak perlu terlalu diforsir. Kalau butuh bantuan, bilang sama aku. Hm?”Kinanti mengangguk cepat, karena tak ingin membuat pria tampan itu semakin khawatir kepadanya. Sementara Damar, diam-diam menghubungi asistennya. [Tolong suruh Eric, mengawasi Rangga. Dia tampak mencurigakan][Siap, Pak]Pria tampan itu menghela napas pelan. Ia menatap Kinanti yang kini tengah mencuci piring, bekas makan mereka.Ia berderap pelan, kemudian memeluk perempuannya dari belakang. “Kenapa kamu cuci piringnya, hm?”Kinanti meringis, karena suara Damar terasa seperti menggelitiki tengkuknya. “Mas, geli, ih!”Bukannya berhenti, Dama malah semakin menggelitiki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status