Share

04. Sebuah Pilihan

Author: Dyowanti
last update Last Updated: 2024-01-05 20:03:44

"Rin, lo kenapa? Kenapa diem aja?"

Tidak mendapat jawaban, Tiko mengambil kertas dari tangan Karina dan membacanya.

Akhirnya dia paham apa yang membuat Karina menjadi diam setelah membaca formulir tersebut. "Rin, kalau lo mikirin ini mending--"

"Gak, gak, Ti. Gue udah banyak banget ngerepotin lo, dan gue gak mau lagi lebih ngerepotin lo, Ti." Karina memotong ucapan Tiko karena tahu apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Tapi lo punya uang segini banyak dari mana dalam waktu singkat?"

Yang dikatakan oleh Tiko benar, Karina tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar biaya operasi sang ibu. Dia memang memiliki simpanan uang, tetapi nominalnya sangat jauh dari yang diperlukan. Menerima kembali bantuan Tiko pun Karina sangat merasa sungkan karena sudah sering membuat sahabatnya itu repot.

"Pake uang gue aja dulu, ya, Rin," bujuk Tiko.

Karina menggeleng, "Enggak, Tiko. Kalau gue terima bantuan lo lagi, gue ngerasa gue itu cuma beban buat lo doang. Lagian uang yang udah lo kumpulin susah payah itu buat biaya lo lanjut kuliah," tolaknya cepat.

"Ya terus lo mau nyari duit ke mana? Emang lo punya temen yang mau ngasih lo minjem uang?" tanya Tiko dengan suara sedikit keras.

Tampaknya, Tiko kesal karena Karina berpikiran bahwa perempuan itu hanya beban baginya. Padahal dia sangat tulus ingin membantu Karina, dan Mama Rahma sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri.

"Gue gak apa-apa kalau nunda lagi kuliah gue, yang penting Mama Rahma selamat, Rina. Pake uang gue aja, ya?" Tiko kembali membujuk.

Karina menangis, dia merutuki hidupnya yang selalu saja menjadi beban bagi orang lain, bahkan pada sahabatnya sendiri.

Tanpa sadar Karina memasukkan tangannya ke dalam saku jaket, dan dia merasakan ada sebuah benda.

Karina mengambil benda tersebut, dan sebuah kartu nama sudah berada di genggamannya.

Tanpa bisa dicegah juga pikirannya melayang pada ucapan si pemilik kartu nama tersebut.

"Ti, gue tahu. Gue tahu apa yang harus gue lakuin."

"Lo tahu apa?" Sungguh Tiko tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Karina.

Karina tidak menjawab pertanyaan Tiko, dia justru menatap suster di bagian administrasi. "Sus, kalau saya bayarnya nanti agak maleman, gak apa-apa?"

"Gak apa-apa, Mbak, asalkan Mbak bertanggung jawab untuk membayar biaya operasi hari ini," jawab si suster.

Karina mengangguk paham. "Iya, saya janji malem ini saya bayar."

Setelah itu ia kembali menatap Tiko. "Ti, gue titip Mama. Gue mau keluar dulu."

Lalu dia meninggalkan area rumah sakit serta Tiko dalam keadaan tidak mengerti.

*****

Dengan penuh tekad, kini Karina sudah berada di ruangan CEO The One Group, Bumi Cakrawala Suherman, dan berhadapan dengan pria itu.

Bumi mengangkat alis kanannya melihat Karina yang hanya diam saja setelah memaksa untuk masuk ke ruangannya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya seraya menyelipkan nada sarkas.

"Jika tidak ada yang mau kamu omongin, lebih baik kamu keluar dari ruangan saya. Kita akan bertemu lagi besok, sesuai kesepakatan--"

"Saya menerimanya!"

Gerakan tangan Bumi yang ingin menandatangani berkas seketika terhenti ketika ucapan Karina terdengar di telinganya.

Dia menatap perempuan di depannya dengan tatapan serius. "Maksud kamu?"

Karina menarik napas panjang sebelum menjelaskan tujuan dia datang ke kantor The One Group. "Saya akan menjawab sekarang terkait tawaran yang Anda berikan satu minggu lalu. Saya terima tawaran Anda untuk menikah dengan Anda selama satu tahun," paparnya.

Sekilas Bumi menunjukkan raut wajah terkejut, tetapi dengan cepat dia mengembalikan raut wajahnya seperti sedia kala, datar.

Awalnya Bumi berpikir bahwa Karina akan menolak tawarannya pada pertemuan besok, karena yang dirinya lihat pada sosok perempuan itu adalah sosok independen, tidak menyerah, dan tidak akan segan menolak hal-hal yang dirasa tidak masuk akal.

Namun, hari ini Karina mengatakan bahwa perempuan itu menerima tawaran menikah kontrak dengannya.

Tidak tahu harus menjawab apa, Bumi berdeham sekali. "Kalau begitu kita akan bertemu besok untuk membicarakan lebih lanjut hal-hal apa saja yang harus dilakukan dalam perjanjian nikah--"

"Tidak. Saya ingin semuanya jelas hari ini. Jika tidak keberatan kita bisa membicarakan poin-poin penting dalam perjanjian nikah hari ini juga. Dan ... dan ...." Ini adalah bagian tersulit bagi Karina untuk menjelaskan tujuannya datang saat ini ke kantor Bumi.

"Jika diperkenankan saya menolak bantuan Anda dalam mengangkat nama saya di industri hiburan. Sebagai gantinya saya ingin Anda membayarnya dengan ... dengan ...."

"Dengan?" Bumi mengulang ucapan Karina yang tidak selesai. Dia bisa melihat raut wajah perempuan itu yang gelisah, sedih, dan takut.

Karina menutup kedua matanya, lalu mengambil oksigen dalam-dalam sebelum dikeluarkan dengan perlahan. "Dengan ... uang 150 juta hari ini," tukasnya setelah merasa yakin.

"Maaf?" Bumi merasa salah dengar. Untuk apa uang sebanyak itu?

Terkejut?

Tentu saja Bumi sangat terkejut mendengarnya, tetapi dengan cepat dia mengubah ekspresi wajahnya.

Dalam hati Karina menyempatkan terlebih dahulu untuk merutuki telinga Bumi yang bermasalah secara tiba-tiba. Namun, respon yang diberikan oleh pria itu tidak salah juga. Siapa yang tidak terkejut mendengar seorang perempuan meminta uang sebesar seratus lima puluh juta pada pria asing?

Jadi, Karina memaklumi respon Bumi.

Dia pun berdeham sekali lagi sebelum merincikan penjelasannya, "Saya menerima tawaran yang Anda berikan untuk menikah selama 1 tahun dengan Anda, tapi saya ingin Anda membayar ketersediaan saya dengan uang sebesar 150 juta hari ini."

Bumi bergeming, mencoba memproses ucapan Karina di otaknya.

"Saya ingin tahu untuk apa kamu mengganti tawaran saya dengan uang sebanyak itu? Saya tidak bisa sembarangan memberikan uang dalam jumlah banyak tanpa tujuan yang SANGAT jelas," tukasnya seraya menekan kata 'Sangat', karena baginya membicarakan tentang uang adalah hal yang sangat sensitif.

Bagaimana jika Karina mencoba mengecohnya? Dan membawa kabur uang miliknya setelah menerima benda mati itu? Bumi hanya berhati-hati terhadap apa yang dia miliki.

Karina menunduk seraya meremas kedua ujung baju dengan masing-masing tangannya.

Apa dia harus menceritakan juga kenapa dirinya sangat membutuhkan uang dalam waktu yang bisa dikatakan sangat singkat ini? Namun, setelah berpikir kembali dengan pikiran yang sedikit tenang, apa yang diucapkan oleh Bumi ada benarnya.

"Mama," lirihnya pada akhirnya.

Di sisi lain, Bumi mengerutkan kening bingung. "Maaf?"

Karina mengangkat kepalanya, dan menatap Bumi. "Mama saya. Uang itu untuk Mama saya. Be-beliau ...."

"Beliau saat ini sedang berada di rumah sakit, karena menjadi korban tabrak lari," lanjutnya. Lalu mengedipkan kelopak mata sehingga cairan bening itu meluncur bebas di pipi. "Akibat dari tabrakan itu, Mama saya harus menjalani operasi karena ada pendarahan hebat di otak. Saya perlu uang 150 juta agar Mama saya bisa dioperasi secepatnya dan selamat."

"Mama adalah anggota keluarga satu-satunya yang saya punya setelah meninggalnya Ayah."

Deg!

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   25. Canggung

    Karina duduk termenung di kursi meja makan. Namun, mulutnya tetap bergerak untuk mengunyah nasi goreng yang disiapkan oleh Rahma sebagai sarapan. "Jadi, dia udah bangun duluan?" gumamnya ketika mengingat ucapan Bumi ketika di kamar beberapa menit lalu. "Argh!" Karina mengusap rambutnya frustasi membayangkan dia yang nyaman tidur berada dalam pelukan Bumi. Sungguh, dia sangat malu. Bahkan saat Bumi mengatakan dia yang memeluk pria itu duluan, Karina segera bangkit dari duduknya lalu pergi dengan cepat meninggalkan Bumi seorang diri di kamar, mengabaikan rasa sakit di punggung. "Kutu sama ketombe kamu nanti jatuh ke nasi goreng." Karina sontak menghentikan gerakan tangannya pada rambut, lalu menegakan tubuh, dan membiarkan rambutnya berantakan ketika mendengar suara Bumi. Perempuan itu menatap horor pada Bumi yang kini telah duduk di hadapannya seraya meneguk teh hangat. "Kenapa lihatin saya kaya gitu? Kaya ketemu hantu saja kamu." Bumi berucap kembali dan membuat Karina

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   24. Minggu Pagi

    Karina semakin melesakkan kepalanya pada sesuatu yang membuatnya nyaman. Dan dia pun mengeratkan pelukan pada sesuatu yang dianggap sebagai guling. "Mama emang jagoan kalau milih guling. Gulingnya nyaman banget," gumamnya. Karina mengigau dalam tidurnya. Dia tidak tahu saja bahwa sesuatu yang dipeluk dengan nyaman itu adalah tubuh Bumi. Tidak berbeda jauh dengan Karina, Bumi pun mengeratkan pelukan pada tubuh Karina yang dia anggap guling. Dua orang itu masih terlena akan nyamannya tidur dan pelukan, serta belum ada niatan membuka mata untuk menyambut pagi hari yang cerah. Hingga kenyamanan itu harus terusik dengan seruan Rahma di luar kamar tidur Karina. "Rina, bangun! Udah siang. Rina!" "Lima menit lagi, Ma," balas Karina. Namun, tentu saja Rahma tidak mendengar balasan dari Karina karena putrinya itu membalasnya dengan suara lirih. "Rina, bangun!" seru Rahma lagi. Sedangkan di dalam kamar, Karina semakin melesakkan kepala pada dada bidang Bumi. Merasakan ada sesuatu yan

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   23. Dalam Pelukan

    Bumi dan Karina setuju untuk menginap di rumah Rahma karena keadaan di luar tidak memungkinkan mereka pulang. Maka, mau tak mau kedua orang yang selalu bertingkah seperti orang asing itu harus berada dalam satu ruangan. Setelah selesai membantu sang ibu untuk mencuci piring, kini Karina sudah berdiri di depan pintu kamar tidurnya. Dia merasa canggung hanya untuk masuk ke kamarnya sendiri. "Dia udah tidur belum, ya?" gumamnya. Lalu, Karina melihat jam yang digantung di dinding. "Masih jam 8. Pasti dia belum tidur," lanjutnya. Tidak ingin terlibat dalam suasana canggung saat bertemu Bumi di kamar, Karina lebih memilih kembali ke dapur, dan membuat coklat hangat untuk menemaninya nonton televisi di ruang tengah. Karina duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi, lalu mencari saluran tayangan yang dia inginkan. Akhirnya Karina menjatuhkan pilihan tayangan pada salah satu saluran televisi yang menayangkan film fantasi, di mana film tersebut menceritakan tentang empat saudara ya

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   22. Sayur Sop

    "Nah, ayo Nak Bumi, di makan." Rahma telah selesai menyajikan semua menu makan malam, dan duduk di kursi meja makan bersama anak serta menantunya. "Kamu harus cobain sayur sop buatan Rina. Mama yakin kamu pasti langsung suka," tambahnya. Bumi mengangguk, dan tersenyum. "Iya, Ma, pasti saya cobain. Soalnya ini kali pertama saya makan masakannya Karina." "Loh, kamu emang gak pernah masakin makanan buat suami kamu di rumah, Rin?" tanya Rahma menatap Karina penuh tuntutan. Karina yang tengah mengambil nasi untuk diletakkan di piring harus terhenti sejenak. "Di rumah ada ART yang khusus buat masak, Ma," jawabnya. "Jadi, Rina gak--Rahma mencubit pinggang Karina yang berada di sampingnya, hingga membuat ucapan sang putri tidak selesai dan meringis. "Kamu ini, sesekali masakin makanan buat suami kamu apa susahnya?" "Aduh, Ma! Sakit ih.""Jangan kebiasaan pake jasa ART, Rina." Rahma kembali memberikan wejangan. Karina mengerucutkan bibirnya. "Tapi Rina lagi sibuk-sibuknya, Ma, jadi g

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   21. Dada Bidang

    Bumi menghela napas panjang, membuat dirinya lebih rileks. Sedangkan di balik dinding, kembali terdengar suara wajan yang beradu dengan spatula, menandakan Karina dan Rahma kembali memasak. Setelah dirasa lebih tenang, Bumi mengembuskan napas. Lalu, berjalan kembali ke depan pintu. Dia harus bertingkah layaknya orang yang baru sampai. "Assalamualaikum!" seru Bumi di depan pintu. Lalu, terdengar langkah seseorang dari arah dapur. "Wa'alaikumsalam," sahut Rahma yang menyambut kedatangan Bumi. Bumi menghampiri Rahma, lalu mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. "Tadi gimana di sana, Nak?" Rahma menanyakan tentang para korban kecelakaan. "Semuanya sudah diperiksa. Kata dokter enggak ada luka serius, cuma lecet-lecet sama shock saja. Keluarga korban juga sudah datang ke rumah sakit," jawab Bumi. Rahma mengangguk. "Syukur alhamdulillah, enggak ada yang serius. Tadi waktu denger suara motor jatuh Mama panik banget, takut kenapa-kenapa sama mereka," ungkapnya. "Sekarang mere

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   20. Sebuah keinginan.

    Bumi berjalan di koridor rumah sakit dengan Pak RT dan dua warga. Mereka akan pulang setelah menunggu beberapa menit hingga keluarga korban sampai di rumah sakit. "Kamu ini menantunya Bu Rahma, ya?" tanya Pak RT setelah semuanya masuk dan duduk di mobil Bumi. Bumi menoleh ke arah Pak RT yang duduk di kursi penumpang bagian depan, seraya memasang sabuk pengaman. "Iya, Pak, saya menantunya Bu Rahma." Pak RT dan dua warga yang duduk di kursi belakang mengangguk. "Kamu cocok sama anaknya Bu Rahma, si Karina itu," celetuk salah satu warga di kursi belakang. "Iya, kamu sama Karina cocok. Soalnya sama-sama ganteng sama cantik," sambar satu warga lainnya. "Bener itu! Soalnya banyak yang bilang, katanya kalau laki-lakinya ganteng terus perempuannya cantik itu bakalan cocok." Pak RT ikut menimpali, dan membuat dua penumpang di belakang tertawa. Bumi terkekeh kecil dengan semua ucapan para penumpang mobilnya. Lalu, menggelengkan kepala, tidak terlalu percaya akan hal-hal tersebut. "Naman

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status