Share

03. Sebuah Berita

"Sumpah, ya! Nih cowok dari belakang aja udah keliatan cakep, apalagi dari depan? Duh, Titi pasti udah masuk rumah sakit, saking gak kuatnya liat dia. AAA!"

Karina mengabaikan ocehan Tiko terkait pria yang menjadi highlight berita terbaru di seluruh berita online karena pikirannya dipaksa untuk kembali ke kejadian saat pria itu mengajukan sebuah penawaran.

Walaupun foto yang ditampilkan hanya berupa punggung, tetapi Karina tahu bahwa pria itu adalah Bumi Cakrawala Suherman.

Tunggu!

Jika penawaran itu sudah terjadi seminggu lalu, berarti besok dirinya harus memberikan jawaban atas pertanyaan yang Bumi berikan tempo hari.

Oh tidak! Karina belum memikirkan jawaban pasti yang harus dia berikan besok.

Dia memang tidak terlalu memikirkan penawaran itu karena selama ini dirinya disibukkan dengan berbagai casting. Jadi, pikiran itu teralihkan.

"Titi harus gimana kalau nanti gak sengaja ketemu sama di--"

"Gue pernah ketemu sama nih cowok, bukan cuma ketemu tapi ngobrol, Ti!" potong Karina, dan tentu saja mendapatkan tatapan tidak percaya dari Tiko.

"Seriusan, Say?! Waah! Kok yeiy gak pernah ngomong ke eikeu, kalau yeiy ketemuan sama nih cowok cakep?" Tiko menatap Karina penuh kecewa merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri, tetapi tatapan itu seketika berubah menjadi tatapan penasaran. "Kalian ngomongin apa nih? Apa jangan-jangan kalian ngomongin Titi, ya?" tanyanya dengan senyum malu-malu.

Reflek Karina memukul kepala belakang Tiko menggunakan guling. "Maunya lo itu mah."

"Aw! Yeiy kasar, ya, sama eikeu. Gimana kalau Titi gegar otak?" Tiko mengusap tiga kali kepala belakangnya dengan bibir yang dimajukan.

Karina mendelik. "Biarin."

"Eh, tapi ... seriusan yeiy ngapain ngomong sama dia? Kalian emang udah saling kenal sebelumnya? Atau gimana? Titi penasaran banget, lho."

Karina menatap Tiko dengan pandangan ragu, apakah dia harus bercerita, atau hanya menyimpannya sendiri?

Namun, jika tidak bercerita Tiko akan menerornya karena sudah memancing rasa penasaran pria kemayu itu.

Menghela napas panjang, Karina pun mulai menceritakan bagaimana awal mula pertemuannya dengan Bumi pada Tiko, bahkan tentang penawaran pernikahan.

Intinya Karina tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Tiko, karena jika terbentur sesuatu pria kemayu itu akan berada di sisinya untuk memberikan dukungan, begitu pun dengan Tiko.

Di antara mereka berdua tidak ada yang ditutupi.

"Jadi gitu, Ti." Karina menyelesaikan ceritanya pada Tiko. "Menurut lo, gimana?"

Tiko mengedipkan matanya sebanyak tiga kali, lalu bertepuk tangan heboh dengan binar bahagia. "Wow! Yeiy beruntung banget. Titi jadi cemburu. Sampai saat ini belum ada cowok yang nawarin begitu ke eikeu. Rahasianya apa, sih? Bagi, dong," tukasnya dengan mata dikedipkan genit.

"Ck!" Seharusnya Karina tidak perlu berekspektasi terlalu tinggi pada Tiko, nyatanya pria kemayu itu memberikan respon yang sangat di luar dugaan.

Karina akan berbicara lagi, tetapi diinterupsi oleh dering ponselnya yang berbunyi menandakan ada telepon masuk.

"Dari siapa?" tanya Tiko karena Karina tidak langsung mengangkat panggilan telepon.

Karina menggeleng, "Gak tahu, cuma nomor doang. Bentar gue angkat dulu," jawabnya. Lalu menggeser ikon hijau, "Hallo?"

"APA?!"

*****

Karina kini berlari di koridor rumah sakit menuju UGD dengan mata merah dan air mata yang tidak mau berhenti keluar.

Dari informasi si penelepon, Karina mendapat kabar bahwa sang ibu menjadi korban tabrak lari, dan sedang berada di rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Sementara itu, Tiko membantunya mengurus administrasi.

"Suster, Suster! Gimana keadaan Mama saya?" Karina segera mencegat seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan UGD.

"Anda keluarga pasien?"

Karina mengangguk cepat. "Iya, saya anaknya."

"Saat ini pasien masih ditangani oleh dokter, tapi saya sarankan Anda untuk menyiapkan--"

"Bagaimana? Apa sudah ada keluarga dari pasien?" Seorang dokter pria paruh baya keluar dari ruangan UGD dengan raut wajah panik, dan tanpa sengaja memotong ucapan si suster pada Karina.

Suster tersebut baru saja akan menjawab pertanyaan si dokter, tetapi dengan cepat Karina menyalip. "Bagaimana keadaan Mama saya, Dok? Apa Mama saya baik-baik saja?"

Dokter itu terdiam sejenak saat melihat raut khawatir dan takut yang tercetak di wajah Karina.

"Dok, gimana Mama saya?" Karina kembali menanyakan keadaan sang ibu.

"Kepala pasien mengalami benturan yang keras di bagian kepala saat kecelakaan terjadi, dan mengakibatkan pendarahan otak yang cukup serius. Saat ini kondisi pasien sangat lemah, dan harus menjalani operasi segera. Saya meminta persetujuan dari keluarga pasien untuk menjalani operasi tersebut," papar dokter menjelaskan keadaan Rahma, ibunya Karina.

Deg!

Kejadian ini mengingatkan Karina pada kemalangan yang menimpa mendiang ayahnya. Sang ayah meninggal karena menjadi korban tabrak lagi, dan kini kejadian serupa menimpa ibunya.

Karina tidak ingin kehilangan satu-satunya orang yang sangat berarti baginya, tidak akan lagi.

Tanpa berpikir panjang, Karina pun mengangguk menyetujui saran dokter. "Lakukan, Dok. Lakukan itu agar Mama saya bisa selamat."

"Untuk itu Mbak bisa ke bagian administrasi untuk mengisi formulir persetujuan tindakan operasi," imbuh suster meminta Karina untuk kembali ke meja resepsionis, dan mengisi formulir persetujuan operasi.

Karina mengangguk, dan sebelum meninggalkan kawasan UGD dirinya mendengar perintah dokter untuk menyiapkan meja operasi.

Tidak ingin membuat sang ibu menunggu lama dalam mendapatkan pertolongan, Karina segera melesat kembali ke meja resepsionis.

Di tengah jalan, Karina berpapasan dengan Tiko yang sudah menyelesaikan mengisi formulir data pasien.

"Rin, mau ke mana?" tanya Tiko saat berdiri di depan Karina.

"Ti, Mama gue harus ngejalanin operasi di kepala, Ti," jawab Karina dengan suara bergetar.

"Mama Rahma kenapa, Rin? Kenapa harus dioperasi?"

Karina menyeka air mata yang turun, lalu berucap, "Ntar gue jelasin. Sekarang gue harus ke bagian administrasi buat ngisi formulir persetujuan tindakan operasi."

Tanpa mencegah Karina dengan pertanyaan lagi, Tiko mengikuti sahabatnya pergi ke bagian administrasi yang masih satu meja dengan bagian resepsionis.

"Permisi, Suster. Saya mau ngisi formulir buat persetujuan tindakan operasi," tukas Karina setelah berdiri di depan meja administrasi.

"Maaf, nama pasiennya siapa?" tanya suster seraya bersiap mengetikkan nama pasien pada kolom data pasien di komputer.

"Rahma, korban tabrak lari."

"Tunggu sebentar." Tidak perlu menunggu lama nama pasien yang disebutkan oleh Karina segera muncul di komputer, dan di keterangan menyatakan bahwa Rahma--nama pasien--harus segera menjalani tindakan operasi karena mengalami pendarahan di otak.

"Ini, Mbak," kata suster seraya menyerahkan kertas formulir.

Karina menerima formulir tersebut, lalu membaca sekilas apa-apa saja yang tertera di sana. Seperti, data pasien, data si penanggung jawab, efek samping setelah menjalani operasi, kemungkinan terburuk saat menjalani operasi, lalu masalah biaya.

"Seratus lima puluh juta?" gumamnya saat melihat nominal yang harus dia bayar.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status