Share

33. Kritis

Brankar didorong kencang. Pasien yang terbaring di atasnya meringis kesakitan sambil terus melafalkan doa-doa agar ia tetap sadar. Wanita tua yang mendampingi sampai terseok-seok akibat langkahnya lambat.

“Jangan telepon Kak Zen dulu ya, Mbok, aku nggak apa-apa.”

“Tapi, Neng ... .”

“Sudah, nggak apa-apa. Mbok Yami jangan khawatir.” Astrata berusaha menarik kedua ujung bibir.

Ia merasa selama kembali ke rumah hanya menjadi beban sang Kakak. Oleh karena itu, saat ia tiba-tiba jatuh sakit, ia masih berusaha kuat. Astrata sendiri tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Kenapa dan apa sebabnya ia sampai pendarahan, sama sekali ia tidak paham.

Ruangan ICU menyatu dengan ruang gawat darurat. Ketika brankar hampir masuk ke ruang penanganan, seorang pria berlari – menahan brankar dan menatap pasien yang tengah kesakitan.

“Berli ... Sayang ... apa yang terjadi?”

Astrata menepis tangan Barra dari keningnya. “Tolong usir pria ini, Sus, saya tidak mengenalnya.”

“Maaf, Pak, Ibu harus
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status