MasukBarra Farzan, lelaki muda yang sudah menyandang status duda. Semua terjadi begitu saja, ia tak menyesal. Namun Barra mulai bosan dengan hidupnya yang selalu pahit, ada keinginan untuk bahagia. Memiliki istri secara benar adalah cita-cita Barra. Mimpinya di aminkan oleh semesta, gadis cantik putri dari konglomerat ibukota benar-benar jatuh dalam pesona Barra. Hubungan yang sempat ditentang itu akhirnya lolos ke jenjang pernikahan seperti apa yang Barra bayangkan setiap malam. Barra menegak manisnya kesempurnaan akad, di dampingi dua keluarga. Ini bukan mimpi, ini benar terjadi. Khayalannya terlaksana, sampai hubungan mereka berhasil diresmikan. Di atas pelaminan, Barra mencuri-curi kecupan di bibir Astra. Keduanya tertawa bahagia. Tanpa Barra sadari seorang wanita berjalan menuju altar pelaminan. Dipenuhi amarah. Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Astra. "Dasar pelakor! wanita murahan! Aku ini masih istrimu, Mas. Kamu tega meninggalkan aku dan Beby?" Astra juga Barra terdiam beku, semua pasang mata menatap penuh intimidasi pada Barra dan Astra. Siapa yang tak sensitif saat kata 'pelakor' disebutkan? Rahasia apa yang Barra sembunyikan? Akankah keduanya bisa menjalani kehidupan sepasang suami-istri layaknya rumah tangga lain? Atau Barra akan habiskan hidupnya sebagai suami bayaran? Happy reading. Novel karya diara_di
Lihat lebih banyak“Apa! Papi ditangkap polisi karena menyuruh seseorang menembak Kak Barra?” Nayumi terduduk lemah. Bukan kaget mendengar kabar sang ayah ditangkap, melainkan ia terkejut dengan tindakan sang ayah yang melampaui batas.Nayumi menyeka air mata, meskipun tak begitu dekat dengan Barra Farzan, tetapi mendengar selentingan cerita seorang Barra dari beberapa sumber, membikin ia prihatin. Bagus Nayumi, Barra adalah pria terbaik untuk Annisa sang Kakak. Kalau saja Barra bukan suami dari Astrata, mungkin Nayumi juga akan menyatukan keduanya.“Mbak Nay kenapa nangis?” tanya Bi Sumi.“Kak Barra ditembak Papi, Bi. Aku harus melihat keadaan Kak Barra, titip Kak Nisa sebentar ya, Bu.”“Tapi, Mbak ... Non Annisa kan sedang kritis.”“Sebentar saja, Bi. Kalau ada apa-apa langsung telepon aku, ya.”Nayumi melangkah cepat meninggalkan Bi Sumi sendiri, Laksmi sang ibu sudah pulang lebih dulu karena tidak memungkinkan menunggui Annisa bersama bocah balita.Nayumi berjalan menuju ruang UGD, sebab ia tidak ta
Brugh!Tubuh ringannya tumbang ... tepat di depan gerbang rumah sakit. Suasana pecah, kocar-kacir manusia ketakutan mendengar ledakan menggema. Petugas keamanan berpencar, beberapa pergi mengejar, dan ada sebagian yang menolong korban.Langit jingga menjadi kelabu bersama cerita pilu itu. Barra Farzan, inginnya menemui sang istri terhalang petaka.“Cepat kejar pelakunya, dia pake motor besar warna hitam ke arah sana,” seru seorang saksi.“Tolong ini, tolong ... cepat bawa brankar ke sini.” Suara-suara kekhawatiran terdengar jelas. Beruntunglah ia, banyak orang peduli dengan kemalangannya.Tubuhnya berlumur darah. Kaos coklatnya berubah kehitaman. Brankar didorong cepat oleh perawat. Satu tangan masih setia menggenggam map coklat.Sesekali pria itu terbatuk demi mencukupi oksigen dalam otak. Suaranya tertahan rasa sakit. Tangan kirinya mencoba menjawil perawat.“Buk ... to .... tolong ... panggil, uhuk ... uhuk.” Napasnya terpotong-potong, menyulitkan Barra Farzan untuk buka suara.“S
Di hari yang sama, usai kepulangan Barra Farzan, Nayumi mencoba masuk ruangan Astrata. Ia ingin menjelaskan banyak hal mengenai Barra Farzan. Namun, begitu mengetuk pintu, Nayumi mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari Alfa Zen.“Permisi ... .” Nayumi melongok pintu yang terbuka. Meski tidak begitu mengenal Nayumi, tetapi Astrata tahu bahwa gadis yang tengah berdiri di ambang pintu ruangan adalah gadis yang pernah mengejar sang Kakak Alfa Zen. Astrata ikut tersenyum, juga dengan Mbok Yami.“Masuk, Kak ... eh ... hem ... .”“Panggil Nayumi saja.” Kaki Nayumi melangkah ke ruang rawat Astrata Bustomi.Sreet!“Auh,” pekik Nayumi terkejut.Tangan Nayumi ditarik dari belakang, bahkan tubuhnya terlempar hampir jatuh membentur kursi tunggu kalau saja kakinya tidak kuat menahan.Astrata terduduk, ia menurunkan kaki ingin keluar dan membantu Nayumi.“Kak ... jangan kasar-kasar sama perempuan.”“Eh, mau ke mana, Neng? Mas Zen, ini ... tolong Neng Berli mau turun.” Mbok Yami menahan tubuh Astr
Barra Farzan melangkah gontai meninggalkan ruang UGD. Seluruh sisa tenaga yang ia miliki seakan lenyap oleh penolakan. Kini, ia berencana pulang, menengok dua adik yang lama ditinggal. Tak ada lagi keluarga yang dipunya selain Alby dan Ervi.Barra meninggalkan rumah sakit tanpa berpamitan pada Nayumi dan Laksmi. Ia menaiki kendaraan umum untuk membawa ke alamat tinggalnya.Tak habis pikir kalau Pak Abbas sang mertua ternyata sudah meninggal dunia. Sungguh sesak menatap aura letih Astrata. Ia sangat Bu ingin mendekap dan saling bertukar kabar dengan perempuan yang dicintai tersebut. Namun, apa mau dikata, dokter sudah mengatakan bahwa Astrata tidak boleh terlampau stres agar kandungannya tetap sehat.Dari gerbang masuk perumahan daerah tinggalnya, Barra berjalan. Ia agak ragu untuk pulang, pasalnya ia sendiri yakin kalau kehidupan Alby dan Ervi baik-baik saja tanpa ada dirinya.“Maafkan Papa, Nak ... Papa tidak bisa menemani kamu dan ibumu. Namun, doa Papa tetap bersama kalian dan












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan