Share

002

Author: Novisi
last update Huling Na-update: 2024-05-07 10:45:18

Natali kesal pada Danendra lantaran pria itu terus merecoki hidupnya. Danendra tidak berhenti mengirimkan pesan singkat dan menelepon kapan pria itu mau.

"Sudah ku katakan, jangan menghubungiku lagi! Aku telah bahagia bersama orang lain!" bentak Natali melalui saluran telepon.

"Aku ingin kita bicara baik-baik," pinta Danendra di sela istirahat siang.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan baik-baik Danendra, kita hanya perlu mempertegas hubungan. Ceraikan aku!" jerit Natali diiringi tangis wanita berusia 28 tahun itu.

Danendra terdiam, ia tahu Natali terluka banyak saat menjadi istrinya. Kesibukan sebagai dokter spesialis hemato onkologi anak menyisakan sedikit waktu untuk Natali.

Ditambah lagi, konflik menantu dan mertua yang membelit hubungan Natali dan ibu kandung Danendra memperparah relasi suami istri itu.

"Apakah perceraian akan membahagiakan kamu?" tanya Danendra pelan.

"Lepas dari kamu setahun ini membuat mentalku yang jatuh kembali bangkit, Dane. Siapapun yang menjadi istrimu pasti tidak akan tahan."

Terdengar bagai kutukan, Danendra mengepalkan tangannya. Terbit rasa kesal pada Natali lantaran wanita itu menyudutkan dirinya sebagai suami terus-menerus.

"Tetapi, kamu juga bukan istri yang sempurna. Dan aku mampu menerima kekurangan itu."

Natali tertawa sumbang. "Karena aku belum bisa memberikan keturunan selama menjadi istri kamu? Bagaimana bisa mengandung kalau batinku selama tiga tahun terus-terusan tertekan," ucap Natali tegas dengan ekspresi tajam di balik telepon.

"Aku tahu, itu sebabnya aku ingin menebus kesalahan ini, Natali," bujuk Danendra.

"Baik, aku beri penawaran terhadap kamu, kita tetap menjadi suami istri setahun ke depan. Selama itu aku akan melakukan sikap baik sebagai seorang suami. Setelahnya, bila kamu tidak puas dengan perubahanku, kita sepakat berpisah," tawar Danendra kemudian.

Mereka berdua sama-sama diam untuk berpikir. Beberapa waktu kemudian, Natali angkat suara.

"Telah aku katakan bahwa telah memiliki seseorang yang lebih mampu menghargaiku."

Usaha Danendra meyakinkan istrinya bila ia telah berubah menjadi sosok baru, tak berarti sama sekali. Natali tetap dengan keputusannya ingin berpisah.

"Baiklah. Bila kamu ingin lepas selamanya dariku. Hanya satu aku peringatkan, bila tidak ada kesempatan lagi untuk kembali padaku, Natali. Meski __." Danendra menghela napas dalam.

"Meskipun aku masih menyayangi kamu."

Sambungan telepon diputus sepihak oleh Danendra. Pria itu menyadarkan punggung ke bangku di ruang istirahat khusus dokter, bertepatan dirinya sendirian saat ini.

Danendra berdiri lalu berjalan menuju kaca jendela menatap pemandangan kota Bekasi yang terhampar luas. Ia menyugar rambut, muncul perasaan sesal lantaran tidak berhasil mempertahankan pernikahan dengan wanita yang ia cintai sekaligus abaikan.

"Urus perceraianku," ucap Danendra begitu mengambil ponsel untuk mencari kontak penasihat hukumnya.

Di usia kepala tiga, Danendra belum lagi memiliki seorang anak. Malahan, ia akan menjadi duda tanpa anak tidak lama lagi.

Terdengar bunyi dari ponselnya pertanda jadwal Danendra mengunjungi pasien rawat inap siang ini.

Segera Danendra keluar dari ruang istirahat menuju ke ruang pasien dengan tidak lupa mengenakan jas putih dokter, alat perlindungan diri, dan stetoskop.

Danendra menyapa anak yang menjadi pasiennya dengan membawa sebuah boneka untuk anak perempuan dan mainan dalam kantong celananya. Tidak segan Danendra bercerita menggunakan mainan sebagai alat bantu peraga.

Usai mengunjungi pasien, Danendra masih punya waktu luang menuju jam praktek di poliklinik. Saat berjalan, ia mendapat panggilan darurat.

"Dokter, ada seorang anak di UGD yang kondisinya perlu penanganan. Telah periksa darah, ada nilai yang rendah," lapor seorang dokter melalui panggilan telepon.

Danendra gegas menuju UGD, mengecek hasil tes darah sebentar.

"Anak tiba dengan keadaan demam dan lesu, hingga penurunan kesadaran setelah tes darah. Di sekitar tubuhnya terdapat titik memar. Ada kecurigaan pada darah pasien dokter," ungkap dokter jaga.

Betapa terkejut Danendra mendapati nama pasien, segera ia menuju ranjang tempat pasien terbaring. Dia adalah Bima, anak dari mendiang kakak sepupunya.

Cempaka yang begitu fokus pada Bima, tidak menyadari kedatangan Danendra.

"Aku akan memeriksanya."

Suara itu mengagetkan Cempaka, ia lantas berdiri melihat Danendra. Cempaka sendiri tidak tahu kalau Danendra bekerja di rumah sakit Selamat Jaya.

Demi keselamatan putranya, Cempaka menjauh memberi akses pada Danendra.

Usai Danendra memeriksa Bima, ia sendiri mengabarkan pada Cempaka agar bocah laki-laki itu dirawat di rumah sakit.

Awalnya Cempaka keberatan lantaran Danendra sebagai dokter yang merawat anaknya. Namun, atas desakan kondisi Bima yang membutuhkan penanganan cepat, akhirnya Cempaka bersedia.

"Bu, Bima harus dirawat di rumah sakit. Malam ini aku jaga di sini." Ucap Cempaka pelan di samping Bima yang sedang terlelap.

Dalam ruangan ada 3 orang anak lainnya, Cempaka memiliki asuransi kesehatan pemerintah, ia bersyukur karena rutin membayar iuran bulanan untuk jaga-jaga.

Padahal, ia sempat ingin menghentikan pembayaran karena dirasa berat membayar untuk empat orang sekaligus.

"Sakit apa Bima?" tanya Cakrawati.

"Belum tahu, Bu. Kata Danendra hasil tes darahnya kurang baik. Besok masih mau ambil darah lagi," jawab Cempaka.

"Nak Dane jadi dokternya Bima?" Berita itu mengejutkan Cakrawati, ia lebih tenang bila Bima ditangani oleh pamannya sendiri.

"Ya, Bu. Kalau Bima membaik, aku rencana mau rawat jalan atau pindah rumah sakit saja."

Cakrawati menghela napas panjang, ia tak mengerti cara berpikir putrinya.

"Masih sempat-sempatnya kamu berpikir seperti itu, Nak. Fokuslah pada kesehatan Bima. Kalau ternyata kesehatan Bima lebih baik bila diurusi om-nya, kamu tidak berhak loh menghalangi Bima mendapat layanan kesehatan terrbaik," ingat Cakrawati.

Cempaka terdiam, tetapi dalam hati menyatakan setuju pada kalimat Cakrawati.

Hubungan telepon usai, Cempaka berpikir tentang betapa buruk cara dirinya berpikir. Seharusnya apa yang terbaik buat Bima, itulah yang dipilih oleh ia sebagai seorang ibu.

Malam semakin larut, Danendra telah tiba di rumahnya. Namun, perasaannya tidak tenang mengingat kondisi Bima yang sedang tidak baik-baik saja.

Danendra tidak bisa tidur nyenyak, ia khawatir pula dengan Cempaka yang pasti akan terpukul saat tahu anaknya menderita sakit keras.

Belum usai kesedihan Cempaka atas kepergian kakak sepupunya, kini perempuan itu harus dipaksa tabah menerima kenyataan putranya mengalami kanker darah.

Apakah Cempaka bisa menerima kenyataan pahit itu esok?

Danendra berpikir terlalu keras, sampai berteriak sendiri hingga kedua tangannya terkepal.

Ponsel Cempaka berdering kecil, ia terbangun di tengah malam. Cempaka duduk beralas tikar demi menemani putra terkasihnya.

Cempaka membaca nama penelepon.

'Pembunuh Bang Haris'

Geram Cempaka membaca namanya, memori lama memanggil Cempaka yang sekarang untuk membenci Danendra selamanya.

Tiga kali panggilan diabaikan oleh Cempaka. Tanpa sengaja pandangannya tertuju pada Bima yang sedang diinfus. Lagi-lagi Cempaka mengingat keselamatan putranya ada di tangan Danendra.

Dengan terpaksa Cempaka mengangkat panggilan.

"Halo."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   109 TAMAT

    Hari mulai gelap, Cempaka gelisah lantaran merasa terlalu lama jauh dari anak-anaknya."Kita makan malam dulu, gimana?" ajak Danendra usai mereka menonton film drama di bioskop."Pulang saja, ya, anak-anak pasti cari," tolaknya dengan pasti, Cempaka gelisah mengingat kedua buah hatinya.Danendra mengangguk, mereka berjalan beriringan ke lokasi parkir."Kamu suka filmnya tadi?" tanya Danendra membuka percakapan setelah mereka dalam perjalanan tak mengeluarkan kata sama sskali.Cempaka mengangguk."Nabil, pemain utama, memilih tindakan yang tepat dengan berpisah dari suaminya, pulang kembali ke Indonesia," komentar Cempaka yang membuat posisi duduk Danendra merasa tak nyaman."Tapi, Maxime menunjukkan kalau dia serius bersama Nabil, bukan. Mengejar istrinya sampai ke Indonesia dan meyakinkannya kalau dia bukan Maxime yang dulu. Perjuangan Maxime lima tahun untuk bisa menemukan jejak istrinya. Dan butuh tiga tahun meyakinkan Nabil.""Entahlah, sepertinya semua pria memang seperti itu, ka

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   108

    Pagi hari usai mengantarkan Saras ke sekolah, Danendra melakukan aktivitas sebagai dokter di rumah sakit. Meskipun semangatnya turun, ia tetap profesional dalam bekerja. Saat jam istirahat ponselnya berdering."Ya, Ma?""Bagaimana kabar kamu?" tanya Qonita dari seberang. Danendra menghela napas panjang, menyenderkan punggung ke bangku."Sepertinya aku gagal, Cempaka tetap mau bercerai, Ma."Qonita merasakan nada sendu dari anak tunggalnya itu. Hatinya pun tak sanggup bila Cempaka akan berpisah dari Danendra. "Sepertinya kamu harus bersiap untuk itu," ucap Qonita bila memang itu akan terjadi."Besok kami akan ke pengadilan, Ma."***Hari yang ditakuti Danendra datang, mereka hadir secara terpisah. Danendra dari tempat kerja, sementara Cempaka dari rumah.Cempaka bisa mengamati bagaimana paras suaminya, sedari semalam mereka telah pisah ranjang. Danendra memutuskan menghabiskan waktu di ruang kerjanya.Ia tak sanggup bersama Cempaka dan setelah itu mereka berpisah.Agenda pertama ada

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   107

    Dengan sigap Danendra melingkarkan tangan ke tubuh Cempaka sehingga perempuan itu tidak terjerembab ke lantai.Mendadak suara tangis Keenan memenuhi kamar tidur mereka. Segera Cempaka setelah badannya seimbang pergi menggendong Keenan."Ssshhh... maaf, ya, Mama membangunkan kamu." Cempaka mengayun-ayun Keenan, menenangkan, sampai anaknya kembali terlelap dalam gendong Cempaka.Perilaku Cempaka yang lembut menangani Keenan disaksikan oleh suaminya dengan seksama. Dalam hati ia memuji istrinya yang lembut pada anak, tetapi bisa kasar juga terhadap orang yang melewati batas.Cempaka kembali naik ke tempat tidur lalu meletakkan Keenan dengan perlahan. Dia menarik napas panjang, lega, lantaran Keenan sudah terbuai dalam tidurnya."Ngapain senyum-senyum?" tanya Cempaka pada Danendra yang tak melepas tatapan.Danendra tidak sadar kalau Cempaka memerhatikan dirinya, ia salah tingkah dengan menggaruk-garuk kepala belakang. "Kamu ibu dan istri yang luar biasa." Danendra memberanikan diri memuj

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   106

    Merasa tidak mampu sendiri, Danendra memutuskan meminta bantuan orang tuanya untuk meyakinkan Cempaka agar bersedia bersamanya."Baru sadar sekarang, Danendra!" Lantaran jarak jauh, Danendra hanya bisa mengobrol dari telepon.Bukannya dukungan, Danendra malah dimarahi oleh ibu kandungnya, Qonita."Papa kamu mendukung perceraian kamu, terlalu banyak penderitaan Cempaka!"Beberapa waktu lalu Qonita masih berjuang agar Cempaka tidak bercerai dari putra kesayangannya, hanya saja mengingat betapa Cempaka terluka, hatinya pun tak sanggup."Mama harus bantu aku," ucap Danendra memohon. "Kamu tidak sadar betapa dicintai oleh Cempaka selama ini, hah?!""Cempaka hanya mencintai bang Haris, Ma." Bayangan kemesraan dan kedekatan Cempaka di masa lalu dengan mendiang Haris menari di alam pikiran Danendra. "Jadi, Keenan - anak kamu, bukan bukti kalau Cempaka sangat mencintai kamu? Dia rela tetap bertahan dimadu, padahal dia tahu mendiang istri kamu orang jahat!!"Qonita menggeleng tak habis pikir,

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   105

    Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara

  • Dimadu Adik Sepupu Suamiku   104

    Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status