Beranda / Rumah Tangga / Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar / Bab 8 - Pengkhiatan dan Persekongkolan

Share

Bab 8 - Pengkhiatan dan Persekongkolan

Penulis: Night Shade
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-28 11:23:16

“Mas, tega banget kamu.”

Elok tidak habis pikir. Kemarin dia diminta belanja oleh Rima dan ketika dia pergi, mereka juga pergi untuk melangsungkan akad nikah.

Elok tidak bisa membendung lagi air matanya. Air mata itu meluncur bebas dari kedua bola matanya membasahi pipinya yang mengerut karena terkena luka bakar.

Damar tertawa. “Aku tega?” dia menunjuk Elok. “Kamu yang tega. Ngapain kamu makan bareng Gilang? Dia itu Kakakku.”

Elok membiarkan air matanya mengalir deras hingga napasnya sesak. Dia merasa dikhianati suaminya. Sudah cukup pengumuman pertunangan itu. Kini ditambah secepat kilat suaminya menikah tanpa dia tahu.

“Mas Damar yang tega. Kenapa jadi saya yang disalahkan di sini?” Elok tidak mau kalah. Dia benar-benar kecewa.

“Harusnya kamu izin dulu sama saya. Suamimu!” suara Damar meninggi dan hampir berteriak. “Kamu kan dipesan Mama cuma belanja. Ngapain malah janjian?! Hah!”

“Saya enggak janjian! Kami ketemu enggak sengaja.” Elok memegang dadanya yang sesak. Damar mulai menyalahkannya. Damar mulai memanipulasi pikirannya seolah dialah yang bersalah di sini.

“Halah!” Damar mengibaskan tangannya.

“Lagipula, Mas,” ucap Elok. Ada yang tidak beres dari ucapan Damar. “Mas buntutin saya? Iya? Buat apa, Mas?”

Damar memutar matanya. “Kamu itu kan licik, siapa tahu kamu kabur bawa uang belanjaan Mama.”

“Astaghfirullah, Mas Damar.” Elok mengelus dadanya. Tidak percaya pada pendengarannya sendiri. “jahat banget pikiranmu itu, Mas.”

Damar keluar kamar mandi seraya tertawa. “Biasanya manusia kan begitu.”

“Mas,” ucap Elok.

Dia melangkahkan kaki kemudian duduk di kursi. Dia ingin marah tetapi urung. Dia berulang kali mengucapkan kalimat istighfar agar bukan setan yang menguasai hatinya.

“Enggak ada di pikiran saya buat bawa kabur uang Mama. Malah kembaliannya masih ada.” Elok berkata lagi.

Elok hampir menggebrak meja rias tempat dia meletakkan uang kembalian belanja siang tadi karena tidak melihat Rima di mana pun hingga petang.

“Siapa yang tau isi hatimu.” Damar berkata lagi. Nada suaranya masih terdengar marah.

“Mas,” bisik Elok. “Jangan sampai omongan kamu jadi doa. Tega kamu, Mas.”

Secara tersirat, Damar ingin berpisah dengannya. Hanya itu yang bisa Elok tangkap dari ucapan suaminya. Dia hanya berharap itu tidak terjadi. Dia ingin menjadi istri Damar walau pria itu memilih menikah lagi.

Damar tidak menjawab, dia hanya tersenyum miring mengejek. Dia kemudian memakai kemeja lain di dalam lemari.

“Mau ke mana lagi, Mas?”

Damar berdecak. “Kamu itu selain jelek di muka, jelek juga telinganya.”

Elok diam. Dia tidak tidak ada tenaga untuk menyahuti ucapan suaminya. Sudah berapa kali dia mengucapkan kalimat istighfar di dalam hatinya? entah sudah kesekian kali. Hanya berharap Tuhan meluaskan kesabarannya sedikit lagi.

“Cepat ganti pakaianmu yang bagus. Kamu harus datang resepsi nikahan saya dan Anjani.” Damar segera mengambil sepatu dari lemari sepatu lalu mengenakannya. “Kalau bukan karena Anjani, saya enggak mau datang ke sini.”

Elok mengepalkan tangannya lalu menunduk. Dia enggan untuk membalas lagi ucapan Damar. Lelah hatinya.

“Cepat, saya tunggu di mobil.”

Setelah mengatakan itu, Damar memilih untuk keluar kamar dengan membanting pintunya. Setelah tidak terdengar suara langkah kakinya, Elok menangis lagi. Dengan tangan gemetar, dia mengambil ponselnya untuk menelepon seseorang.

“Kenapa mati teleponnya sih.” Elok kembali menekan tombol telepon berwarna hijau. “Gilang, ayolah.”

Dia ingin menegaskan pada Gilang mengenai pernikahan Damar dan Anjani. Apakah Gilang mengetahuinya atau tidak. Malah sekarang dia curiga Gilang bersekongkol dengan keluarganya.

“Astaghfirullah.” Elok menghembuskan napasnya. “Pikiran macam apa itu. Enggak mungkin Gilang jahat sama aku.”

Dia teringat Gilang yang memberikannya nomor telepon untuk berjaga-jaga jika membutuhkan sesuatu atau sekedar menyapa. Tetapi nyatanya ponsel Gilang malah sulit dihubungi.

Pada akhirnya, Elok memilih untuk menyerah. Dia berharap Gilang akan datang ke pesta pernikahan Damar. Itupun jika pria itu tahu lokasi pernikahan Damar. Tetapi Elok yakin, Gilang akan tahu sebab berita pertunangan Damar dan Anjani saja tahu.

Elok mengambil gaun sekenanya asalnya tertutup dari ujung kepala hingga kaki. Gaun berwarna putih tulang dipilihnya. Gaun satin sederhana dengan aksen brokat. Dipilihnya warna kerudung yang senada. Dia tidak peduli dengan sepatunya. Dia lebih suka memakai sepatu berhak rendah daripada hak tinggi.

“Bu Elok?”

Suara asisten rumah tangganya terdengar diiringi ketukan pintu.

“Ya?”

“Ditunggu Pak Damar di bawah.”

“Oke. Saya sedikit lagi selesai.” Elok menyahut. Dia merapikan kerudungnya lalu memakai lipstick sedikit.

Terburu-buru dia keluar kamar lalu menuruni anak tangga. Damar sudah menunggu di depan pintu rumah dengan tidak sabar.

“Kamu ngapain sih? Dandan lama.” Damar berdecak menatap Elok dari atas sampai bawah.

“Ada apa, Mas?” Elok bertanya saat melihat Damar masih menatapnya.

“Badan kamu bagus.” Damar mulai berkata yang memuat Elok mengedipkan matanya. Kemudian pria itu menatap Elok lekat. “Berapa Gilang bayar kamu cuma buat teman makan?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 77 - Api yang Tersembunyi

    Teguh tidak mundur. "Aku enggak bilang siapa-siapa. Tapi kamu yang tersinggung duluan."Alis Teguh naik. Dia menatap Damar dengan menantang serta tidak takut sama sekali."Cukup!" bentak Arya. "Kamu semua bikin rumah ini kayak arena adu kambing.""Papa...” Elok akhirnya angkat suara. “Saya cuma pengin tahu, kenapa waktu itu saya dinikahkan? Saya lagi terluka, enggak sadar, tahu-tahu bangun disuruh nikah sama Mas Damar."Arya terlihat tertegun. "Itu... karena kami pikir itu cara terbaik menebus—""Menebus?" potong Elok. Hatinya begitu sakit. "Kalau menebus, kenapa malah saya yang harus keluar dari rumah utama setelah donor ginjal? Kenapa saya yang dijauhi?"Dia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya ada mertuanya. Sudah lama dia memendamnya. Arya menunduk. Perlahan ia bicara, "Ayahmu, Bagus, malam itu luka parah. Sebelum beliau meninggal, beliau titip pesan... supaya aku jaga kamu, bantu kelangsungan hidupmu."Semua terdiam.Arya melanjutkan lirih, "Aku panik. Aku takut disalahkan.

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 76 - Benturan

    Teguh menatap Arya dengan luka di matanya. Ucapan Arya telah menorehkan luka baru di dalam hatinya. "Uang itu buat beli makan siang!” teriak Teguh kecewa. “Aku udah bilang. Tapi enggak ada yang mau dengar penjelasanku. Kalian cuma cari kambing hitam."Elok menahan napas. Kata-kata Teguh seperti membuka semua lapisan luka yang dia kubur dalam-dalam. Kebakaran, kepergian Ayahnya, dan luka di wajahnya yang tidak akan bisa kembali seperti semula. Gilang melangkah maju. "Papa... Mama... kalian tega menjadikan Teguh tumbal demi nutupin kesalahan orang lain?""Kami cuma jaga nama baik keluarga ini!" seru Rima. Matanya menatap Gilang tajam."Nama baik apa? Yang dibangun di atas kebohongan?" sahut Gilang. Dia tertawa tanpa humor.Arya menatap putra sulungnya dengan sorot kelam. "Kadang, kebenaran enggak seharusnya diungkap, Gilang. Kadang, diam itu lebih aman."Teguh menoleh ke arah Elok. "Aku cuma mau kamu tahu satu hal, Mbak. Kamu enggak salah. Kamu korban. Dan kamu berhak tahu siapa yang

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 75 - Pengakuan Tertahan

    Ucapan itu membuat Gilang berbalik. “Tetap di belakangku, Elok,” ucap Gilang tidak mau dibantah.Tiba-tiba pintu rumah utama dibanting terbuka. Rima keluar dengan wajah penuh amarah. “Kamu mau bikin semua ini jadi tontonan? Mau bikin malu keluarga ini?”Teguh berdiri di belakangnya, wajahnya pucat tapi matanya menyala. “Kalau harus malu demi kebenaran, ya silakan!”Gilang menoleh pada adiknya angkat. “Teguh, kamu yakin?” tanyanya. Tadi Gilang memang mendukung Teguh, akan tetapi setelah melihat betapa rapuh, lelah, dan tersiksanya Elok membuat Gilang tidak tega.Teguh mengangguk. “Kalau aku diem terus, Elok akan terus percaya kalau semua ini salah dia.”Elok yang mendengar itu menunduk. Perlahan tangannya terulur menggenggam erat ujung jaket yang dipakai Gilang lalu menariknya pelan. Dia berusaha mencari pegangan. Jika di rumah kecil, dia bisa menjadikan pintu atau tirai sebagai pegangannya. Gilang merasakan jaketnya ditarik pelan ke belakang. Dia menoleh sebentar pada Elok lalu kemb

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 74 - Luka Menganga

    “Kalau gitu, biar aku yang buka semuanya sekarang!”Kalimat Teguh itu menggema di kepala Elok. Dia berdiri mematung di balik tirai, tangannya gemetar memegang pinggiran kain. Sari yang berdiri tidak jauh darinya hanya menatap dengan cemas.“Mbak… kalau butuh saya, saya enggak akan jauh-jauh,” bisik Sari.Elok hanya mengangguk pelan. Dia tahu Sari cemas, tapi juga tidak tahu harus berbuat apa.Di rumah utama, suara langkah tergesa kembali terdengar. Teriakan Rima dan Arya makin memuncak. Tidak lama, suara Damar terdengar, membentak Teguh dari kejauhan, namun jawaban Teguh malah menambah gaduh.“Diam kamu, Teguh!” teriak Damar. “Kamu cuma buat semuanya kacau!”Elok memejamkan mata. Tangannya masih menggenggam kain penutup jendela itu erat. Mereka terlibat konflik serius dan itu menyangkut dirinya. Akan tetapi, mereka tidak pernah menanyakan bagaimana perasaannya. “Selama ini aku diam karena kupikir aku pantas dihukum!”Teguh kembali bersuara. Lebih tepatnya berteriak lantang. “Tapi maki

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 73 - Pilihan Terjaga

    “Ngapain kamu di sini?!” Suara Damar membahana. Mengulangi kalimat tadi yang tidak dijawab oleh Gilang. Membuat suasana di rumah kecil itu langsung membeku.Gilang berdiri pelan lalu membalikkan badan. “Aku cuma mau bicara. Lima menit. Itu yang Papa izinkan.”Damar masuk tanpa aba-aba. Wajahnya merah padam. “Kamu pikir kamu pahlawan sekarang? Datang-datang, sok jadi penyelamat!”Mata itu terus menatap Gilang seolah akan membakarnya hidup-hidup.Elok berdiri di belakang kursi dengan gugup tapi tetap diam. Dia tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk ikut bicara.“Kamu yang selama ini nyaman sudah balik ke luar negeri, tiba-tiba datang lagi dan merasa berhak mencampuri semuanya?” lanjut Damar.Gilang menatap adiknya. Tatapannya berusaha untuk tenang. “Kalau aku nyaman, aku enggak akan pulang. Aku pulang karena tahu ada yang salah,” balasnya. Tiba-tiba dari arah rumah utama terdengar suara gaduh. Pintu utama dibanting terbuka, dan suara teriakan Rima memecah keheningan.“Berani-beraniny

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 72 - Kedatangan Secara Terang-Terangan

    "Itu tadi suara mobil ya, Mbak?" Sari menegakkan tubuhnya dari duduk di lantai dekat kompor kecil. Dia mematikan api dan menoleh ke arah jendela.Hari masihlah gelap. Pukul tiga pagi ketika Sari memutuskan untuk membuat dua cangkir kopi. Dia membuatnya tanpa diminta oleh Elok. Elok yang sedang melipat selimut di kursi kecil ikut menoleh. Jantungnya langsung berdebar. Tidak ada rasa kantuk sama sekali. Dia tadi tidur hanya sepuluh menit lalu salat tahajud pukul tiga pagi. Bunyi pintu pagar besar di sisi samping rumah utama terdengar terbuka jelas. Bukan suara biasa. Langkah kaki berat menyusul setelahnya. Ada suara laki-laki menyapa Seno, satpam yang berjaga malam hingga nanti pukul tujuh pagi."Gilang." Suara Arya terdengar dari arah depan rumah utama, tegas dan tidak terkejut.Elok langsung berdiri dan merapat ke jendela. Dari celah tirai, ia bisa melihat sosok yang tidak asing. Jaket panjang, tas selempang gelap, dan langkah tegap menuju pintu utama. Seno mengikuti di belakang den

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status