Home / Rumah Tangga / Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar / Bab 7 - Petang yang Terluka

Share

Bab 7 - Petang yang Terluka

Author: Night Shade
last update Last Updated: 2025-04-28 11:22:28

“Kamu bahagia nikah sama Damar?”

Pertanyaan yang keluar dari bibir Gilang membuat Elok mengedipkan matanya. Pertanyaan yang tidak bisa dia jawab dengan dusta.

Gilang menyandar punggungnya ke sandaran kursi. Dia masih menatap Elok lekat. Elok yang ditatap hanya menelan ludah. Dia membetulkan kerudungnya dengan gugup.

“Enggak perlu dijawab.” Gilang berkata lagi.

“Kamu tinggal di mana?”

Elok berusaha mengalihkan pembicaraan ketika dia melihat raut wajah Gilang yang tidak suka. Walau bagaimanapun, Gilang adalah sahabatnya dan dia tidak ingin pria itu kesal karena pernikahannya tidak bahagia dengan Damar.

“Selama ini?”

Elok mengangguk. Dia meminum lagi sedikit es teh manisnya. “Selama satu tahun terakhir ini.”

“Los Angeles.” Gilang menjawab singkat.

Suasana menjadi tidak enak. Elok dapat merasakan itu. Tidak berapa lama, soto ayam pesanan mereka datang. Elok tersenyum pada penjualnya lalu bergumam terima kasih.

“Kalau di sini?”

Elok bertanya dengan mata pada soto ayam dan tangan mengaduk-aduk isinya. Dia menyendok sedikit airnya lalu menyeruputnya kemudian mengangguk pelan karena sotonya enak menurutnya.

“Tinggal di kontrakan.”

Elok mengangguk.

“Ada alasan aku enggak mau tinggal di rumah mertuamu itu lagi.”

Ucapan Gilang yang ketus itu membuat Elok mendongak. Pria itu masih dengan posisi yang tadi. menyandarkan diri di sandaran kursi tetapi dengan kedua tangan bersidekap.

Elok mengambil tisu makan lalu mengusapkan di bibirnya. ditatapnya Gilang tidak suka. “Mertua aku itu Mama kamu. Sopan sedikit, Gilang.”

Gilang memutar matanya. “Mama aku? Mana mungkin Mama aku malah mendukung suaminya untuk menjodohkan aku dengan perempuan lain.”

Kali ini Elok terkejut. “Kamu dijodohkan?”

Gilang mengangguk. “Aku padahal sudah kasih tahu mereka kalau aku mencintai seorang wanita. Aku sudah bicara sama mereka kalau aku berniat melamar wanita itu.”

Gilang berkata dengan menggebu. Dia tidak peduli dengan nada suaranya yang mulai tinggi. Emosi menguasainya.

“Tapi mereka enggak setuju karena wanita yang aku cintai itu dari kalangan biasa.”

“Sabar, Gilang.” Elok berkata lembut. Dia tidak ingin orang salah sangka padanya dan Gilang. Khawatir orang mengira dia dan Gilang bertengkar.

Gilang mengatur napasnya. “Aku sangat kecewa, Elok,” ucapnya setengah berbisik. “Aku narah saat tahu perjodohan itu karena bisnis. Aku dijual oleh orang tuaku hanya demi bisnisnya berkembang.”

Elok tidak bisa berkata-kata.

“Aku bukan pria kebanyakan yang mau-mau saja dijodohkan lalu di belakangnya selingkuh. Tidak. Aku punya pendirian.”

Elok tahu, Gilang sedang meluapkan emosi yang dia pendam selama ini. Tidak ada tempat pria itu untuk bercerita. Dan kini Elok memilih menjadi pendengar yang baik bagi Gilang.

“Dan aku tambah kecewa pada mertuamu itu. Karena istri kedua dari suamimu itu adalah perempuan yang sama yang pernah dikenalkan padaku sebagai calon istriku. Anjani.”

Elok tidak bisa berkata-kata. Napasnya tercekat di kerongkongannya. ‘Gila,’ pikirnya.

“Mereka tidak punya malu. Dan Anjani mau-mau saja didorong ke sana lalu kemari asalkan bisa menikah dengan keluarga Nugraha.” Gilang mendengus. Dia menegus es kopinya dengan kesal.

Elok terdiam. Dia mengunyah makan siangnya perlahan. Soto ayam yang ada di mangkuknya masih banyak membuat Elok ingin segera menghabiskannya lalu pulang. Informasi itu terlalu banyak.

“Kamu hati-hati dengan Anjani.” Gilang berkata yang membuat Elok menatapnya lagi. “Bisa jadi perempuan itu berbisa. Depannya baik, tiba-tiba dia gigit kamu.”

***

Perbincangannya dengan Gilang tempo hari masih membekas di kepala Elok. Saat ini dia sedang duduk termenung di depan meja rias. Hari sudah petang tatkala pintu menjeblak terbuka. Damar datang setelah beberapa hari tidak pulang. Elok segera berdiri lalu menghampiri pria itu.

“Sudah pulang, Mas?” dia menyapa Damar. Berusaha baik pada suaminya.

“Kamu lihatnya bagaimana?!”

Pertanyaan itu membuat Elok yang tadinya hendak membantu membawakan tas Damar menjadi urung. Diturunkan tangannya.

“Ke mana saja, Mas?” tanya Elok tatkala Damar sedang melepas kemejanya.

Damar menatap Elok sekilas. “Saya tidur di rumah istri muda.”

Elok mundur. “Apa, Mas?” dia berharap tidak salah mengira. “Coba ulangi?”

Damar berdiri di hadapan Elok. Pria itu tersenyum miring. “Sana pakai baju yang bagus. Malam ini pesta pernikahan saya dan Anjani.”

“Hah?”

Bagaikan disambar petir pada petang yang cerah itu. Suaminya sudah menikah dan dia tidak diberitahu. “Kenapa enggak bilang saya, Mas?”

Damar melangkah menuju kamar mandi. “Kamu enggak penting.”

Elok membuntutinya. Dia menatap Damar yang sedang membersihkan wajah di wastafel kamar mandi. “Kapan kalian nikahnya?” dia tidak peduli dengan ucapan menyakitkan Damar barusan.

Damar melirik Elok dari kaca di hadapannya. “Kemarin pagi.”

“Apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 148 - Satu Hari, Seribu Nafas Baru

    “Gilang…” suara Elok lirih, parau, ketika membuka matanya pagi itu. Dia menoleh ke arah pintu kamar, seolah ingin memastikan bahwa semua ini nyata.Gilang muncul dengan langkah tenang sambil membawa dua cangkir teh. Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Iya. Aku di sini. Kamu aman.”Elok menghela napas panjang, menegakkan tubuhnya di tepi ranjang. “Rasanya… aneh. Bangun tidur tanpa dengar suara Mama Rima yang ngetok pintu, tanpa harus buru-buru ke dapur.”“Kalau gitu, mulai biasakan. Karena mulai hari ini, kamu enggak lagi bangun untuk mereka,” jawab Gilang sambil menyerahkan secangkir teh hangat. “Aku buat teh. Minum dulu.”Elok menerima cangkir itu dengan tangan gemetar, menatap uapnya yang mengepul. “Terima kasih, Lang. Aku… masih belum percaya semua ini nyata.”“Percaya saja,” Gilang menepuk bahunya lembut. “Karena sekarang kamu bener-bener bebas.”Udara pagi masuk lewat jendela rumah tua itu, membawa aroma kayu lama bercampur embun. Elok duduk di kursi rotan di ruang tamu, sesekali m

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 147 - Gugur Sebuah Nama

    “Dengan ini, majelis hakim memutuskan… perkawinan antara penggugat Elok Puspa Keinan dan tergugat Damar Arya Nugraha dinyatakan putus karena perceraian.”Kalimat itu menggema di ruang sidang yang hening. Elok menunduk, kedua tangannya meremas ujung kerudungnya hingga kusut. Hatinya bergetar hebat. Seolah setiap kata yang keluar dari mulut hakim itu menjadi palu yang menghancurkan dinding terakhir kehidupannya yang lama.Dia tahu, sejak awal tidak ada cinta. Pernikahan itu lahir dari paksaan, luka, dan tekanan. Tapi tetap saja, mendengar kata ‘putus’ begitu resmi dari mulut hakim, seakan-akan sesuatu yang besar dalam hidupnya ikut runtuh.“Sidang selesai. Panitera akan menyerahkan salinan putusan dalam waktu dekat,” ucap hakim menutup persidangan.Elok mengangguk lemah, tidak mampu berkata apa-apa. Saat ia berdiri, langkahnya terasa goyah. Gilang yang sejak tadi menunggu di kursi pengunjung langsung menghampiri.“Elok,” bisiknya lembut sambil menyodorkan sebotol air. “Minum dulu. Kamu

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 146 - Sidang Tanpa Kehadiran

    “El, sudah siap?” suara Gilang terdengar pelan, hati-hati, ketika mobil berhenti di depan gedung pengadilan agama.Elok menarik napas dalam-dalam. Jemarinya dingin, padahal udara Jakarta siang itu panas terik. Dia mengangguk pelan sambil menatap bangunan bercat putih itu—tempat yang akan menentukan nasibnya. “Aku… enggak tahu bisa disebut siap atau enggak. Tapi aku enggak mau mundur lagi.”Gilang tersenyum tipis lalu meraih tangan Elok sebentar. “Enggak ada yang minta kamu sempurna hari ini. Yang penting, kamu berani. Dan itu sudah cukup.”Elok menunduk berusaha menahan gemetar. Sejak semalam dia tidak bisa tidur. Kata ‘cerai’ begitu berat di telinganya, meski hatinya tahu itulah jalan keluar.Ruang sidang tidak terlalu besar. Dindingnya polos dengan lambang negara terpampang jelas di belakang kursi hakim. Elok duduk di sisi penggugat bersama kuasa hukumnya sementara kursi di sisi tergugat kosong.Hakim memasuki ruangan, suara palu diketuk. “Sidang perkara perceraian atas nama Elok P

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 145 - Damar Tidak Siap Kehilangan

    “Mas, apa yang sebenarnya kau lakukan tadi?” suara Anjani menusuk tajam, terdengar dari balik pintu kamar ketika Damar baru saja masuk. Tubuh lelaki itu masih tegang, napasnya memburu, wajahnya merah padam karena emosi.Damar melempar jasnya sembarangan ke kursi. “Jangan tanya macam-macam, Anjani. Aku lagi enggak mau dengar ocehanmu.”Anjani melipat tangannya di dada. “Enggak mau dengar? Kau habis bentak-bentak Gilang sampai suara kalian terdengar ke seluruh rumah. Dan aku yang harus menanggung malu di depan pembantu-pembantu.”Damar menoleh tajam. “Kau pikir aku peduli?” balasnya kesal. “Itu semua salahmu! Kalau saja kau lebih menjaga Elok, dia enggak akan sampai kabur seperti ini!”Mata Anjani melebar, lalu ia tertawa kecil. Tawa dingin dan penuh sindiran. “Jadi sekarang salahku? Kau yang dari dulu enggak pernah bisa mengendalikan hatimu sendiri, Mas. Kau kira aku enggak tahu? Kau mulai goyah, kan? Mulai menyukai Elok yang kau hina-hina dulu.”Damar mendengus kasar mendengar ocehan

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 144 - Surat Gugatan, Surat Keberanian

    “Lang, kamu yakin mau datang sendiri?” suara Elok terdengar cemas dari seberang telepon. Napasnya terdengar tidak tenang.Ini adalah pagi hari berikutnya. Setelah pembicaraan kemarin malam, Elok memutuskan untuk tidur di rumah orang tuanya. Pagi setelah sarapan nasi uduk, Gilang berangkat menuju rumah besar itu. “Enggak usah ikut.”Begitu yang Gilang ucapkan ketika dia hendak bersiap-siap ganti gamis. Gilang menggenggam ponselnya erat. Dia sedang berdiri di trotoar seberang rumah besar itu, menatap bangunan yang dulu juga sempat dia tinggali. “Elok, aku harus. Gugatan ini enggak bisa diwakilkan lewat orang lain. Kalau aku kirim pengacara, mereka bisa pura-pura enggak tahu. Aku mau mereka dengar langsung.”Elok terdiam sesaat. “Aku takut… kamu tahu sendiri, Damar dan Papamu enggak akan tinggal diam.”Gilang menarik napas panjang, lalu menatap ke arah pagar hitam menjulang. “Biar aku yang hadapi. Kamu sudah terlalu lama menanggung semuanya sendirian. Kali ini, biarkan aku berdiri di d

  • Dimadu Suami Dinikahi Kakak Ipar   Bab 143 - Buku Luka

    “Aku masih ingat hari itu,” ucap Elok pelan, suaranya hampir tenggelam. “Hari pernikahan. Semua orang bilang aku beruntung… dapat Mas Damar. Tapi aku tahu, Lang… aku sama sekali enggak pernah setuju. Aku cuma tunduk. Aku pikir kalau aku nolak, Ibu yang sakit makin disakiti. Jadi aku diam.”Elok duduk di lantai ruang tamu, cahaya lampu yang redup memantulkan bayangan di wajahnya. Di tangannya, buku nikah bersampul hijau itu terbuka, memperlihatkan lembaran yang menuliskan nama dirinya dan Damar berdampingan. Suaranya pecah di ujung kalimat. Elok memejamkan mata, dan ingatannya berputar saat dia memakai gaun putih yang dikenakannya kala itu dan wajah Damar yang dingin saat mengucapkan ijab kabul, serta tatapan penuh tekanan dari Arya dan Rima yang duduk di kursi keluarga. Semua serba indah di mata tamu, tapi baginya itu adalah penjara.Tangannya menggenggam buku nikah itu lebih erat. “Sejak hari itu… aku enggak pernah merasa jadi diriku sendiri lagi.”Gilang duduk di sampingnya lalu di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status