Share

Sebuah Takdir

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-11-23 13:53:30

“Silahkan masuk,” kata Anita sembari membuka pintu rumah kedua orang tuanya.

Tadi bu Irma memberikan kunci rumah kepada Anita, semenjak kedua orang tuanya meninggal. Bu Irma dan keluarganya yang membersihkan rumah kecil di dalam gang itu.

Dan tentunya Ayu yang membayar jasa mereka setiap bulannya.

“Maaf sempit … tapi bersih kok,” kata Anita mempersilahkan ketiga tamunya duduk.

“Saya Deni dan ini rekan saya Yuli,” kata pria berseragam dinas.

Tatapan Anita lantas jatuh pada pria yang duduk di samping Yuli.

Jemari pria itu digenggam Nathan, saat dalam perjalanan ke sini Nathan bangun dan tidak berhenti memandangi Rex, mungkin karena wajahnya familiar.

“Gue … eh, saya … Rex Alder … saya sahabat sekaligus klien bisnisnya Anwar.” Rex mengulurkan tangan ke depan Anira.

Dengan tatapan datar, Anita hanya mengangguk, seolah enggan bersalaman dengan Rex.

Rex menarik tangannya kembali.

“Judes banget sih.” Rex membatin.

“Jadi begini Bu Anita, setelah kecelakaan … pak Anwar sempat dirawat sehari di rumah sakit, menurut Polisi yang waktu itu mengurus kecelakaan tersebut, pak Anwar menyebut nama Bu Anita sebagai kakak iparnya dan Pak Rex sebagai sahabatnya untuk merawat Nathan, dan kami dari dinas perlindungan anak dan wanita, wajib menyelesaikan permasalahan hak asuh ini … sebelumnya kami mendatangi kedua orang tua pak Anwar, untuk meminta persetujuan namun seperti yang sudah Ibu lihat tadi bagaimana tanggapan mereka … jadi kami langsung saja bicara dengan Bu Anita dan kebetulan Pak Rex juga ada saat ini ….” Kalimat Deni menggantung.

“Orang kaya memang seperti itu, makanya aku benci orang kaya.” Anita bergumam tapi masih bisa didengar oleh semua orang yang ada di sana.

“Enggak semua orang kaya begitu kok, eh tapi keluarga gue ‘kan kaya banget.” Yang tentu saja hanya bisa Rex utarakan di dalam hati.

Sebagai anak Konglomerat tentu Rex merasa tersinggung tapi memilih untuk tidak mendebat si cantik yang sedang berduka itu.

“Jadi bagaimana? Apakah di antara Bapak dan Ibu ada yang bersedia untuk mengadopsi Nathan?” Yuli to the point.

Jujur, tangannya pegal menggendong Nathan sedari tadi.

“Sepertinya Nathan menyukai kamu,” kata Anita mengendik ke genggaman tangan Nathan di jari telunjuk Rex.

Mata bulat yang mirip Ayu itu terus menatap Rex nyaris tidak berkedip.

“Ya, kami sering bertemu … aku malah menemani Anwar saat Ayu melahirkan,” kata Rex sambil tersenyum tapi bibir Anita sama sekali tidak terangkat sedikitpun bahkan tatapannya berubah, menjadi dingin ketika menatap Rex, mungkin karena sekarang telah menganggap Rex adalah musuhnya.

Sampai kapanpun Anita tidak akan lupa perlakuan Anwar dan Ayu yang mengkhianatinya, menusuknya dari belakang.

“Ya sudah, kamu aja yang urus dia …,” kata Anita dingin.

Rex mengangkat kedua alisnya terkejut, tidak menyangka Anita akan mengatakan itu

Deni dan Yuli saling menatap sebelum akhirnya Deni yang mulai menjelaskan.

“Jadi begini Bu … Pak, persyaratan untuk mengadopsi Nathan harus suami istri dengan finansial yang matang, tidak harus berlebihan tapi cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan membiayai sekolah Nathan nanti.”

“Saya belum menikah … dan apa kamu tega, keponakan kamu dirawat sama orang yang enggak ada hubungan darah dengan dia?” Rex sebenarnya tidak masalah kalau harus membawa Nathan tapi lebih pantas kalau Anita, sebagai tantenya yang merawat Nathan.

“Saya juga belum menikah …,” timpalnya ketus.

Deni dan Yuli kembali saling pandang, kalau seperti ini terus—mereka tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini.

“Baiklah Pak Rex dan Bu Anita, kalau memang di antara kalian tidak ada yang bersedia merawat Nathan … kami akan bawa Nathan ke panti asuhan,” kata Yuli setengah mengancam.

Anita mendongak menatap Yuli lalu beralih ke Nathan yang duduk di pangkuan wanita itu.

“Nathan keponakan saya, semestinya enggak perlu syarat harus menikah untuk mendapatkan hak asuh dia … saya mampu membiayai dia, saya dosen di universitas swasta terbaik di Surabaya,” kata Anira akhirnya karena tiba-tiba hatinya berdenyut mendengar Nathan akan dibawa ke panti asuhan.

Sesungguhnya Rex juga tidak setuju kalau Nathan dititipkan ke panti asuhan.

“Peraturannya seperti itu, Bu … mungkin Ibu sudah memiliki kekasih, bisa disegerakan menikahnya.” Deni memberi solusi.

“Bapak pikir setelah saya dikhianati Anwar, saya masih berpikiran untuk menjalin hubungan dengan seorang pria? Mereka satu spesies … pasti sama saja,” kata Anita tanpa beban.

“Enggak semua cowok seperti itu,” tukas Rex tidak terima dibalas anggukan kepala setuju oleh Deni.

Anita memalingkan wajah, enggan berdebat.

“Begini saja Bu … Pak … kami akan merawat Nathan hingga satu minggu ke depan, kalau belum ada keputusan dari Bapak atau Ibu, kami akan menitipkan Nathan di panti asuhan,” ujar Yuli tegas.

“Saya mau cari ke mana calon suami dengan waktu satu minggu? Apa enggak ada keringanan lain? Misalnya Nathan saya rawat dulu sampai nanti saya bertemu seorang pria yang bener lalu kami menikah?” Anita berusaha negosiasi.

“Tidak bisa Bu, kecelakaan pak Anwar dan bu Ayu sudah menjadi berita nasional, banyak pihak yang terlibat dan Nathan menjadi sorotan publik, itu kenapa kami dari dinas sosial turun tangan … dan kami harus melengkapi berkas Nathan sebelum diberikan ke Bapak atau Ibu.” Yuli menambahkan.

“Bagaimana kalau ternyata saya hanya menikah pura-pura dengan perempuan lain hanya untuk mendapatkan hak asuh Nathan?” celetuk Rex asal.

Anita menoleh menatap Rex tajam, dia merasa pria itu sedang bersaing dengannya dalam hak asuh Nathan.

“Kalau mau menikah pura-pura, sebaiknya dengan bu Anita saja, Pak … karena bu Anita adalah tantenya … jadi kalian berdua bisa merawat Nathan bersama hingga prosedur proses penyerahan hak asuh Nathan kepada Bapak dan Ibu selesai.” Yuli memberikan ide terbaik untuk mereka.

“Jadi setelah menikah, ada prosedur yang harus kami jalani juga?” Anita bertanya memastikan.

“Betul, Bu … jadi nanti selama satu tahun enam bulan, ada dari dinas yang akan datang secara berkala untuk melihat bagaimana hak asuh dari orang tua angkat Nathan.”

Anira dan Rex saling menatap kemudian detik berikutnya secara bersamaan memalingkan wajah.

“Bu Anita mau gendong Nathan sebentar sebelum kami pulang?”

Anita belum menjawab, menatap Nathan sesaat.

Bayi berusia satu setengah tahun itu tiba-tiba tersenyum membuat hati Anita terenyuh.

Anita bangkit lantas mengulurkan tangan hendak menggendong Nathan dan ajaibnya Nathan juga mengangkat kedua tangan.

Setelah Nathan berada dalam gendongannya, Anita membawa Nathan ke salah satu dinding di ruang tamu mungil itu di mana tergantung foto pernikahan Anwar dengan Ayu.

Keduanya menatap foto itu sesaat.

“Mammaaaa ….” Nathan menunjuk foto Ayu.

“Papppaaa …,” ujar Nathan lagi.

Seketika air mata Anita luluh tak terbendung.

“Lucu ya, aku sengaja buang diri, menjauh dari keluarga sampai kedua orang tuaku meninggal, aku enggak pulang hanya untuk menghilangkan sakit hati tapi saat kembali, harus merawat buah cinta dari pusat sakit hati itu sendiri.”

Yuli bangkit dari sofa, dia melangkah mendekati Anita.

“Takdir memang suka becanda, Bu … tapi Ibu enggak punya pilihan lain … Nathan adalah satu-satunya orang yang sedarah dengan Ibu yang masih hidup hingga saat ini,” kata Yuli, berusaha mengetuk pintu hati Anita.

Sesungguhnya, baik Yuli maupun Deni tidak peduli bagaimana cara Anita maupun Rex bisa mendapatkan hak asuh Nathan, yang terpenting bagi mereka adalah Nathan berada di tangan yang tepat dan berkas Nathan bisa dilengkapi sehingga demikian pekerjaan mereka untuk kasus Nathan selesai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Suami Kontrakku   Kesepakatan

    “Rex?”“Yup.” Ia menegakkan badan. “Surprise.”“Maksudmu apa ‘surprise’? Kamu … dari Bandung?” “Enggak… aku dari Jakarta. Aku tadi naik pesawat pribadi seorang teman. Cepat, kan?”Teman yang Rex maksud adalah papanya yang pemilik rental privat jet.Anita mengerutkan dahi. “Pesawat pribadi? Teman kamu siapa? Sultan Andara?”Rex terkekeh. “Enggak juga sih. Cuma kenalan lama. Anggap aja bonus dari Tuhan karena aku rajin berbuat baik.”Anita memicingkan mata. “Kamu bohong.” Tidak semudah itu dia percaya.“Ya ampun, aku baru sampai dan udah diinterogasi. Kamu bisa kasih aku segelas air dulu, enggak?”Anita mendengus, tapi membuka pintu lebih lebar. “Masuk.”Rex berjalan masuk ke ruang tamu sederhana itu. Aroma sabun cuci piring samar bercampur wangi kayu tua.Ia memperhatikan sekeliling—rak buku, pot tanaman, foto keluarga kecil yang tergantung di dinding.Semuanya rapi, tapi terlalu sepi.“Tempat ini … hangat,” katanya spontan.“Dan sederhana,” balas Anita cepat. “Kamu engg

  • Dimanja Suami Kontrakku   Desakan

    “Pak Rex, kami sudah terlalu lama menunggu kabar baik dari Anda.”Suara Deni dari Dinas Sosial terdengar tegas di ujung panggilan sana.Rex menatap layar laptopnya yang penuh laporan bisnis, tapi fokusnya sudah teralihkan.Dia menggeser kursinya, menghela napas dalam.“Tenang aja, Pak Deni. Aku lagi berusaha. Tapi hal kayak gini enggak bisa asal ambil keputusan, kan?”“Justru karena ini serius, Pak. Kami harus segera memastikan hak asuh Nathan. Kalau Bapak atau bu Anita tidak menikah dalam waktu dekat, maka hak asuh akan dialihkan ke panti asuhan.”“Jadi Anita belum menghubungi Pak Deni?” Rex bertanya memastikan.“Belum Pak … sepertinya dia juga kesulitan mencari pasangan.”Rex terdiam beberapa detik.“Jadi… masih enggak ada toleransi waktu?”“Enggak ada, Pak. Surat keputusan sementara akan keluar minggu depan.”Rex terdiam, dia sedang berpikir dan menimbang.“Saran saya masih bisa dicoba, Pak. Baik saya maupun bu Yuli tidak akan membocorkan kepada dinas kalau pernikahan P

  • Dimanja Suami Kontrakku   Ide Gila

    Suara gesekan sendok di cangkir kopi terdengar samar di kafe kecil dekat kampus.Anita menatap jam tangannya. Sudah lewat dua puluh menit dari janji yang dibuat Dita.Di depannya, dua kursi di meja itu masih kosong kecuali secangkir latte yang mulai dingin.“Nit .…”Dita datang tergopoh-gopoh, wajahnya berseri-seri seperti seseorang yang baru saja menemukan harta karun.“Sorry, macet. Tapi—ya Tuhan, kamu akan sangat berterima kasih sama aku.”Anita menaikkan satu alis. “Aku akan berterima kasih sama kamu kalau kamu bawain uang satu tas.”Dita cengar-cengir. “Lebih dari itu. Aku bawain calon suami buat kamu.”Suaranya dibuat sepelan mungkin, tapi tetap cukup untuk membuat dua mahasiswa di meja sebelah melirik.“Dita!” Anita menatapnya tajam.“Tenang, Nit. Dia orang baik. Teman kuliah aku dulu. Kerja di perusahaan kontraktor, stabil, rajin ibadah, enggak suka dugem.” Dita menjelaskan cepat.Dan seolah sesuai aba-aba, seorang pria datang menghampiri.“Maaf, saya terlambat,” k

  • Dimanja Suami Kontrakku   Married by Fate Challange

    “Dari mana Rex?” Papa Nicholas bertanya ketika Rex baru saja masuk dari lantai loby sementara beliau dari basement.“Abis makan siang sama bang Ezra, Papa dari mana kok jam segini balik ke kantor?” Rex balas bertanya.“Ketemu klien tadi, mau langsung pulang tapi hape Papa ketinggalan.” “Oooo ….” “Kamu lagi rekrut sekretaris baru ya?” Papa Nicholas bertanya lagi.“Eng … enggak, kenapa memang?” Kening Rex berkerut dalam, menatap bingung sang papa.“Itu di depan, ada beberapa pelamar … kata sekuriti, kamu lagi rekruitment.”Rex menepuk jidat, dia lupa dengan pesan Tika yang tadi siang dikirim kalau ada wawancara calon istri sore ini.“I … Iya, Pa … Rex lagi cari calon is … eh, calon sekretaris.” Rex menyengir.Papa Nicholas menganggukan kepalanya.Ting …Pintu lift terbuka.“Papa duluan ya, kamu jangan ngelayap … langsung pulang, besok ikut Papa ke Bandung.” “Ngapain ke Bandung, Pa?” Rex meninggikan suara karena sang papa sudah keluar dari dalam lift.“Ada masalah di c

  • Dimanja Suami Kontrakku   Mencari Pasangan

    Setelah Deni dan Yuli pergi membawa Nathan, tinggal lah Rex dan Anita berdua di ruang tamu rumah itu.Keduanya tampak sedang berpikir bagaimana caranya agar bisa mendapatkan hak asuh atas Nathan.“Yang nyebelin itu jangka waktunya cuma seminggu, ke mana coba gue harus cari cewek buat dikawinin?” Rex bergumam.Anita melirik pria itu.“Aku harus balik ke Surabaya besok,” kata Anita setengah mengusir.Rex mendongak menatap Anita. “Kamu enggak peduli banget sama Nathan ya?” Dia bangkit dari sofa.“Peduli lah, tapi aku harus kerja … aku cuma cuti tiga hari.”“Ya udah kalau gitu gini deh, siapa duluan yang bisa menemukan pasangan berarti dia yang dapet hak asuh Nathan.”Anita mendongak menatap Nathan yang berdiri menjulang di depannya.“Aku harap kamu bisa ngalah, Nathan itu keponakan aku … harus aku yang merawat Nathan, lagian kalau kamu nikah nanti—memangnya cewek kamu mau nerima Nathan?”Rex terkekeh. “Masih jauh itu mah, aku masih ingin seneng-seneng dulu … tapi aku sayang sam

  • Dimanja Suami Kontrakku   Sebuah Takdir

    “Silahkan masuk,” kata Anita sembari membuka pintu rumah kedua orang tuanya.Tadi bu Irma memberikan kunci rumah kepada Anita, semenjak kedua orang tuanya meninggal. Bu Irma dan keluarganya yang membersihkan rumah kecil di dalam gang itu.Dan tentunya Ayu yang membayar jasa mereka setiap bulannya.“Maaf sempit … tapi bersih kok,” kata Anita mempersilahkan ketiga tamunya duduk.“Saya Deni dan ini rekan saya Yuli,” kata pria berseragam dinas.Tatapan Anita lantas jatuh pada pria yang duduk di samping Yuli.Jemari pria itu digenggam Nathan, saat dalam perjalanan ke sini Nathan bangun dan tidak berhenti memandangi Rex, mungkin karena wajahnya familiar.“Gue … eh, saya … Rex Alder … saya sahabat sekaligus klien bisnisnya Anwar.” Rex mengulurkan tangan ke depan Anira.Dengan tatapan datar, Anita hanya mengangguk, seolah enggan bersalaman dengan Rex.Rex menarik tangannya kembali.“Judes banget sih.” Rex membatin.“Jadi begini Bu Anita, setelah kecelakaan … pak Anwar sempat dirawa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status