Teilen

Bab. 39

last update Zuletzt aktualisiert: 01.07.2025 13:06:43

'Kane, untuk apa dia datang ke sini?'

Nayla membatin sambil mendengus pelan, matanya tanpa sadar menyorot Kane yang berdiri tak jauh darinya. Tatapan itu, yang pernah membuat dadanya sesak.

Sejak kejadian di pom bensin tempo hari, setiap kali bertemu Kane, rasa kesal itu selalu menyelimuti hatinya.

Kane mencondongkan badan sedikit, suaranya tenang namun penuh tekanan.

“Aku dengar, kamu minta mama mengundurkan diri dari posisinya. Kenapa, Evan?”

Evan melengkungkan bibirnya menjadi senyum sinis, wajahnya terangkat menatap lurus ke arah Kane seperti menantang.

“Kenapa? Mau protes, ya?” sahut Evan dingin.

Mendadak, udara di sekitar mereka terasa dingin membeku. Lalu Nayla meraih lengan Evan, menggenggamnya erat.

“Evan, sebaiknya kamu jangan terbawa emosi,” bisik Nayla pelan.

Senyum tipis masih terukir di wajah Evan.

“Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengannya.”

Tatapan Evan semakin dingin, sama sekali tidak menunjukkan minat untuk menanggapi Kane.

Kane pun mendekat dengan wajah
Lies dieses Buch weiterhin kostenlos
Code scannen, um die App herunterzuladen
Gesperrtes Kapitel

Aktuellstes Kapitel

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 130

    “Aku benar-benar takut, Evan. Sungguh, aku takut.”Nayla terisak di dalam pelukan suaminya. Tak kuasa menahan rasa takut kehilangan ibunya.“Sudah sayang, kamu yang tenang, ya. Semuanya pasti bakalan baik-baik aja, kok,” bujuk Evan.Nayla mengangguk mengiyakan. Dia semakin membenamkan wajahnya di dada Evan.Sesampainya mereka di rumah. Nayla langsung melangkah masuk begitu saja, meninggalkan Evan di belakangnya. “Bu, tolong, Evan masih di belakang. Kamu samperin dia, ya,” pinta Nayla pada Rasti.Rasti mengangguk. “Baik, Nyonya.”Sementara Rasti segera menghampiri Evan. Nayla melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya. Dia menghela napas panjang, begitu membuka pintu.“Ya Tuhan … bagaimana ini? Bagaimana kalau Ibu tidak segera mendapatkan donor ginjal?” gumam Nayla, masih terbebani pikirannya mengenai Nasyila.Nayla melangkah masuk, menuju ke tempat tidur. Helaan napasnya berat, dadanya terasa sesak, dan pikirannya begitu kalut, ditambah tubuhnya yang terasa sangat lelah.Begitu sampai

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 129

    “Untuk saat ini, donor ginjal tidak tersedia di rumah sakit ini.Dokter itu menjawab sambil memasang raut wajah menyesal.Nayla menatap dokter dengan tatapan nanar.“Lalu, bagaimana Dok? Apa yang harus saya lakukan?” tanya Nayla penuh desakan.Dokter itu menunduk sejenak, tampak berpikir keras.“Kami akan berusaha mencari donor ginjal secepatnya. Tapi, terus terang, Nyonya Nayla, waktu kita sangat terbatas. Kondisi ibu Anda bisa memburuk kapan saja,” balas sang Dokter.Nayla menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang kembali mendesak keluar. “Apa tidak ada cara lain, Dok? Apa tidak ada rumah sakit lain yang memiliki donor ginjal?” tanya Nayla kembali.“Kami sudah menghubungi beberapa rumah sakit besar di negara kita, tapi hasilnya nihil. Semua rumah sakit juga sedang kekurangan donor ginjal,” jawab dokter dengan nada menyesal.Nayla terduduk lemas di kursi tunggu. Dunianya terasa runtuh seketika. Ibunya membutuhkan transplantasi ginjal secepatnya, tapi rumah sakit tidak memi

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 128

    “Maaf, Bu. Ibu nunggu lama, ya?”Nayla masuk ke dalam mobil, menatap Nasyila dengan khawatir. Disusul, Evan juga masuk ke dalam. Kali ini, Evan duduk di kursi depan, samping Tommy yang menyetir mobil mereka.“Nggak apa-apa, Nay. Ibu senang, kok, karena akhirnya Ibu bisa pergi,” balas Nasyila dengan lembut.Nayla menghela napas lega, kemudian menyunggingkan senyuman kaku. “Syukurlah, untung Evan datang.” Nayla menoleh ke depan, melihat suaminya yang duduk di kursi depan mobil, selalu kembali tersenyum.“Lain kali, jangan datang ke sini sendirian, ya, sayang,” peringat Evan dengan nada dingin. “Aku khawatir, kamu tidak bisa menangani mereka sendirian.”Nayla menghela napas panjang, kemudian tertunduk lesu.“Maafin aku, Evan. Pikiranku terlalu kacau, aku tidak berpikir sampai kesana,” keluh Nayla dengan nada sedih.Evan menghela napas berat. Dia mengerti, kenapa istrinya bisa memiliki pikiran yang cukup kotor. ‘Pasti kamu masalah di hotel,’ pikir Evan.“Maaf, aku sudah membebanimu den

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 127

    “Kamu berani mengancam ayah mertuamu sendiri, Evan?!”Marissa langsung ikut angkat bicara dengan nada tinggi. Tatapannya tajam, menatap Evan tanpa rasa takut. Evan tersenyum sinis. Semakin lama, dia semakin paham bagaimana karakter masing-masing dari anggota keluarga istrinya. “Kalau memang itu diperlukan. Apa boleh buat?” sahut Evan dengan entengnya. Ghavin mendengus kesal. Mencoba mengontrol emosinya. Karena dia tahu, menantunya Evan tidak akan mudah ditundukkan seperti putrinya, Nayla. Dia harus menghadapinya dengan hati-hati. “Bukan begitu maksud Papa, Evan. Tapi, kamu juga kan seorang suami. Harusnya kamu tahu kan posisi Papa?” Ghavin mencoba menjelaskan dengan tenang dan lembut. “Bagaimana perasaan kamu, tiba-tiba istrimu sendiri dibawa tanpa seizinmu?”Evan tertunduk sesaat sambil tersenyum sinis. Dia merasa kalau perkataan ayah mertuanya itu sama sekali tidak masuk akal. Karena, sama sekali tidak mencerminkan tindakannya sendiri. “Enteng sekali Anda berbicara seperti itu,

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 126

    “Tidak bisa! Kamu nggak bisa pergi dari sini. Aku tidak akan mengizinkanmu, Nasyila!”Ghavin melotot tajam. Menentang keras rencana Evan dan Nayla membawa Nasyila tinggal di rumah mereka.Nayla maju selangkah lebih dekat kepada ayahnya. Wajahnya terangkat, seolah menantang sama ayah dengan penuh keberanian. “Kenapa, Pa? Kenapa Papa nggak mau kalau aku ajak Ibu untuk tinggal di rumah kami?” tanya Nayla dengan nada menantang. Ghavin mendengus kesal. Tatapan tajamnya kini berarah kepada Nayla. “Nggak! Pokoknya Papa nggak bakal mengizinkan kalian membawa Ibu kalian pergi dari sini!” pungkas Ghavin menegaskan.Mendengar itu, Evan terdiam namun tatapannya menusuk tajam ke arah ayah mertuanya. Auranya terasa mencekam, sekaligus dingin, namun penuh otoritas. “Anda mengizinkan atau tidak, kami tetap akan membawa Ibu pergi dari sini!” Evan pun ikut mengambil keputusan dengan tegas. Membuat Ghavin tercengang menatapnya.“Kenapa? Anda keberatan, Tuan Ghavin?” Lanjut Evan bertanya dengan penu

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 125

    “Kalian mau kemana?”Adelia dan Marissa seketika menghadang Nayla, dan Evan yang keluar bersama dengan Nasyila.“Mau dibawa kemana, dia?” tanya Adelia kembali mendesak.Nayla yang berdiri tegap, menelan ludahnya sambil melayangkan tatapan tajam kearah mereka berdua.“Aku mau bawa Ibu ke rumah sakit. Lalu, Ibu bakalan tinggal bareng kami.” Sejenak, Nayla melirik pada Nasyila. Lalu balik lagi menatap Adelia dan Marissa dengan tatapan tajam. “Kalau kalian mencoba menghalangiku. Aku pastikan, akhirnya nggak akan baik untuk kalian berdua,” lanjut Nayla mengancam.Adelia tertawa sinis, lalu melipatkan kedua tangannya di dada. Mengangkat wajahnya dengan angkuh. Bibirnya menyunggingkan senyum dingin yang menusuk, dengan tangannya yang menunjuk tajam ke arah Nasyila.“Oh, jadi kamu mau bawa beban itu keluar dari rumah ini?” tanya Adelia dengan merendahkan, penuh sindiran terselubung. Nayla yang berdiri tak jauh dari situ, dadanya naik-turun menahan amarah, mendengus keras. Tatapannya membar

Weitere Kapitel
Entdecke und lies gute Romane kostenlos
Kostenloser Zugriff auf zahlreiche Romane in der GoodNovel-App. Lade deine Lieblingsbücher herunter und lies jederzeit und überall.
Bücher in der App kostenlos lesen
CODE SCANNEN, UM IN DER APP ZU LESEN
DMCA.com Protection Status