Share

Bab 2

Penulis: Allina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-05 12:38:03

Jantungku rasanya mau copot dan melompat keluar lewat tenggorokan saking kagetnya. 

“Jangkriikkk! Kok bisa aku nginjek ranting gini. Sumpah, aku kalau ketahuan, pasti aku dipecat. Asem, gimana ini, pliss otakku ayo mikir, jangan dulu pindah dari kepala ke bawah perut!”

Namun, di tengah kepanikan itu, otak udangku tiba-tiba bekerja dengan cara yang ajaib.

Aha!

Aku menemukan ide.

Alih-alih lari terbirit-birit yang justru bakal bikin curiga, aku justru memutuskan untuk melakukan hal paling bodoh yang bisa terpikirkan oleh manusia normal.

Aku menguap lebar-lebar, "Hoooaaahhhmm...".

Lalu aku juga pura-pura menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal sama sekali, tapi tujuan utamaku adalah biar rambutku kelihatan berantakan, seperti natural aja bangun tidur.

Dengan gerakan lambat yang dibuat-buat, aku berjalan menyeret kaki mendekati area mobil, seolah-olah aku tidak melihat apa pun yang terjadi di dalam sedan mewah itu.

Ekor mataku yang nakal sempat menangkap pergerakan panik dari dalam mobil.

Bayangan pria yang tadi memangku Nona Shella terlihat meluncur turun ke bawah dashboard secepat kilat, bersembunyi di balik setir kemudi seperti maling ayam yang kepergok warga. Sementara itu, pintu mobil terbuka dengan kasar.

Nona Shella keluar dengan napas yang masih memburu hebat.

"Ka-kamu! Ngapain kamu di sini?!" bentaknya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha terdengar galak meski wajahnya merah padam seperti kepiting rebus.

Aku menghentikan langkah, lalu menatapnya dengan tampang paling polos sedunia. "Eh, Nona Shella? Anu, Non, saya mau cuci mobil Nyonya. Katanya tadi habis nerobos banjir, takut karatan kalau didiamkan sampai besok.”

Nona Shella tampak berusaha keras mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Namun, mata jelalatan milikku ini justru gagal fokus dan malah tertuju pada penampilannya yang sangat berantakan, tapi sangat-sangat menawan. Rambut panjangnya yang tadi rapi kini acak-acakan seperti habis dijambak-jambak manja, beberapa helai rambut basah menempel di pipi dan lehernya.

Yang paling membuatku susah menelan ludah adalah kemeja kerjanya.

Satu kancing di bagian dada atasnya terlepas, entah copot atau memang sengaja ditarik paksa saat pergulatan panas tadi, sehingga belahannya terekspos jauh lebih lebar dari biasanya.

Kulit putih mulus di area sensitif itu terlihat basah oleh keringat yang mengilap tertimpa cahaya lampu garasi, sedangkan squishynya yang padat itu masih naik-turun dengan tempo cepat.

"Cuci mobil tengah malam begini? Kamu gila apa, ya?!" sembur Nona Shella lagi, tangannya sibuk merapikan rok span-nya yang miring ke kiri.

"Lho, ini kan tugas saya, Non. Lagian saya tadi dengar suara ribut-ribut di sini, saya kira ada tikus kejepit atau kucing berantem," jawabku asal bunyi, tapi mataku masih terpaku pada titik keringat yang mengalir turun membelah lembah dadanya.

“Eh, tapi Nona kok keringetan banget? Sampai basah begitu lehernya? Nona abis jogging di garasi malam-malam kayak gini?"

Nona Shella tersentak kaget, wajahnya yang tadi merah kini semakin merah padam menahan malu. “Jogging ndiasmu, Rafli, mana ada orang jogging malam-malam begini. Udah sana pergi, jangan ganggu aku!”

Namun, dasar aku yang memang kurang peka dan sok tahu, aku malah melangkah maju mendekatinya dengan wajah khawatir yang dibuat-buat.

"Waduh, Nona, jangan-jangan AC mobilnya rusak ya? Pantesan Nona sampai buka kancing baju begitu, pasti kepanasan banget di dalam sana, ya?"

Mata Nona Shella melotot sempurna mendengar ucapanku. "Apa kamu bilang? Kepanasan?"

"Iya, Non. Kalau AC-nya mati, besok biar saya bawa ke bengkel. Bahaya lho Non, kalau kepanasan di dalam mobil tertutup, bisa kehabisan oksigen. Apalagi tadi saya lihat Nona sampai napasnya ngos-ngosan gitu kayak habis lari maraton," cerocosku panjang lebar tanpa dosa.

Padahal dalam hati, aku menahan tawa membayangkan betapa malunya Nona Shella.

"Rafli!" Teriakan Nona Shella melengking.

PLAK!

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kananku.

"Dasar sopir bodoh, kamu itu mesum juga ternyata. Pergi, cepat! Nggak usah cuci-cuci mobil malam ini atau aku laporin Mama biar kamu dipecat!?"

Aku memegangi pipiku yang berdenyut, pura-pura kesakitan dan ketakutan. "Aduh, ampun Non! Iya, iya, saya pergi. Jangan dipecat, Non, saya cuma mau bantu benerin AC kok ditampar," keluhku sambil mundur teratur.

Nona Shella mendengus kasar, lalu buru-buru membalikkan badan dan kembali masuk ke dalam mobil, mungkin untuk memberitahu pacarnya kalau situasi sudah aman karena yang memergoki mereka cuma sopir bloon yang mengira mereka kepanasan.

Sambil berjalan kembali ke arah dapur dengan ember kosong, aku menyeringai kecil sambil mengusap pipi bekas tamparannya.

Sakit sih, tapi bayangan belahan dadanya yang basah keringat dan ekspresi pasrahnya saat mendesah tadi benar-benar tercetak permanen di otakku.

"Galak-galak begitu tapi kalau lagi main ternyata liar juga.”

Rasanya si Gatot di bawah sana masih belum mau tenang, justru semakin menegang sakit karena tidak mendapat penyaluran.

Berjalan dengan celana yang menyempit di bagian depan sungguh siksaan tersendiri.

Aku mencoba membayangkan hal-hal yang tidak jorok biar si Gatot cepat tidur lagi, seperti tagihan listrik atau muka garang penagih utang di kampung, tapi tetap saja bayangan paha putih Nona Shella yang menjepit pinggang pacarnya terus menari-nari di pelupuk mata.

Aku melewati garasi samping tempat Nona Sora tadi duduk dan dia masih ada di sana.

Setelah dirasa tidak ada lagi yang bisa kukerjakan, aku meletakkan ember di dekat pintu dapur belakang, berniat mengambil air minum dingin dari kulkas untuk mendinginkan otak dan tubuhku yang rasanya mau meledak ini.

Suasana di dapur cukup gelap, hanya diterangi lampu kecil di atas kitchen set, sedangkan hujan di luar semakin deras, disertai angin kencang yang membuat jendela kaca bergetar ngeri.

Baru saja tanganku menyentuh gagang pintu kulkas, tiba-tiba...

LHAP!

Seluruh lampu di rumah besar itu padam seketika. Suara guntur menggelegar dahsyat tepat di atas atap rumah dan membuat lantai yang kupijak terasa bergetar.

DHUAR!

DHUAR!

"Waduh, mati lampu," gumamku sambil meraba-raba dinding, berusaha mencari letak lilin atau senter yang biasanya disimpan di laci dapur.

Saat lilin sudah kunyalakan, aku ingin melangkah ke arah Sora. Namun, belum sempat aku melangkah, telingaku menangkap suara jeritan tertahan dari arah ruang tengah.

Suara perempuan, terdengar panik dan ketakutan setengah mati. "Mamaaa! Tolooong, Sora takut gelap, Mamaaa!"

Tanpa aba-aba, gadis itu melompat bangkit dari sofa secepat kilat, melingkarkan tangannya ke pinggangku seperti koala.

"Mas Rafli, jangan tinggalin Sora, Sora takuutt! Mas Rafliii!” Gadis itu terus-menerus menangis, tapi sial bagiku, dia tadi loncat dan dadanya tepat menjepit si Gatot.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 8

    "Non, ini ruang tengah, terus masih jam sembilan pagi. Nanti kalau Nona Shella atau Mbak Inem lewat gimana?""Duduk sini, Mas!""Waduh, jangan, Non. Saya berdiri aja. Pamali, kalau pelayan duduk di sofa mahal begini, nanti kualat pantat saya bisulan. Lagian saya masih keringetan habis nyupirin Nona Claudia tadi."Dengan tenaga yang mengejutkan untuk ukuran gadis semungil itu, dia terus menarik tanganku menuju sofa kulit berwarna krem yang terletak tepat di depan televisi layar datar raksasa.Alasanku yang sebenarnya tentu saja bukan soal kualat atau keringat, tapi karena si Gatot. Benda pusaka di balik celana kainku ini masih berdiri tegak seperti menantang tinju milik Nona Sora yang tidak menggunakan pelindung."Mas Rafli ma

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 7

    "Sora? Kamu di dalam? Kenapa dikunci segala, sih? Ini Kakak bawain buah potong, bukain pintunya!"Jantungku rasanya berhenti berdetak detik itu juga..Aku menatap Nona Sora dengan mata melotot, keringat dingin sebesar biji jagung mulai mengalir deras dari pelipis, bercampur dengan uap panas kamar mandi yang membuat seragamku semakin lengket dan tidak nyaman.Kalau pintu ini terbuka, tamatlah riwayatku.Bukan hanya dipecat, bisa-bisa aku digebuki warga satu kompleks karena dikira mau memperkosa anak majikan di kamar mandi.Nona Sora, meski terlihat sedikit gugup, dengan cepat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, memberi isyarat agar aku diam seribu bahasa."Iya, Kak, bentar! Aku lagi luluran nih, badan lengket semua kena krim, ribet kalau aku jalan ke pintu terus ambil buahnya. Kakak taruh aja buahnya di meja makan, nanti aku ambil kalau udah selesai bilas!""Luluran?" Suara Nona Shella terdengar curiga, nadanya meninggi satu oktaf."Tumben banget luluran di kamar mandi bawah? Biasan

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 6

    “Pu-putih, mulus, agak ramping, da-dan sedikit tepos! Ta-tapi, punggungnya bagus banget, sumpah, i-ini bidadari apa gimana? Tapi kok bidadari agak mungil kayak botol yakult?”Nona Sora menunduk sedikit, satu kakinya dinaikkan ke atas kursi kecil berlapis beludru, sementara tangannya sibuk mengoleskan body lotion ke betisnya yang jenjang dan mulus bak pualam.“Waduh Gusti… ini mata saya yang salah lihat atau memang bidadari lagi turun mandi? Kulitnya itu lho, merah-merah muda kayak bayi baru lahir, emang sih belahannya ga segede kakaknya, ta-tapi…”Gerakan tangannya yang lambat dan sensual saat meratakan krim putih itu dari pergelangan kaki naik ke betis, lalu ke lutut, dan terus naik ke paha bagian belakang yang sedikit terekspos karena handuknya terangkat, benar-benar pemandangan yang sanggup meruntuhkan iman ustad sekalipun, apalagi iman sopir sepertiku.Aku terpaku di ambang pintu, tangan masih memegang gagang pintu yang terbuka setengah.Otakku memintaku untuk lari, tapi kakiku se

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 5

    CIIIIIIT!Mobil berhenti mendadak dengan jarak hanya beberapa sentimeter dari bodi bus yang gila itu. Guncangannya cukup keras karena pengereman darurat.Tubuh Nona Claudia terlempar ke depan karena dia tidak memakai sabuk pengaman dengan benar, tapi untungnya airbag tidak meledak.Namun, karena panik dan ketakutan setengah mati melihat bemper bus di depan matanya, Nona Claudia secara insting mencari pegangan.Dan pegangan terdekat adalah aku."Mamaaa!!!" jeritnya sambil melemparkan tubuhnya ke arahku.Kedua tangannya memeluk lengan kiriku erat-erat, wajahnya dibenamkan ke bahuku. Dan yang membuat napasku tercekat seketika bukan karena hampir tabrakan, melainkan sensasi bantalan empuk yang menghantam lengan atasku.Dada Nona Claudia yang sintal dan padat di balik crop top ketat itu menekan telak otot bisepku. Rasanya begitu lembut, kenyal, dan hangat, apalagi guncangan mobil tadi membuat posisinya semakin menekan ke dalam, seolah dia berusaha menyatukan tubuhnya denganku saking takutn

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 4

    Saat aku menyerahkan gelas berisi air hangat itu kepadanya di ambang pintu kamar pelayan, jari-jari lentiknya yang halus sengaja bersentuhan lama dengan tanganku.Piyama sutra merah mudanya yang tipis menerawang di bawah sorot lampu lorong yang remang-remang, memperlihatkan siluet tubuh mudanya yang padat dan belum tersentuh gravitasi.Nona Sora kemudian menatapku lalu berjinjit sedikit, mendekatkan wajahnya ke telingaku."Makasih ya, Mas Rafli, aku nggak nyangka kamu gagah banget waktu nahan badan aku, padahal tubuh kamu cungkring. Tapi barusan, aku lihat, loh, perut kamu kotak-kotak, ternyata kamu punya badan bagus cungkring-cungkring gini," bisiknya manja.Sebelum aku sempat menjawab dengan otakku yang korslet, gadis itu sudah melesat pergi ke kamarnya sambil terkikik kecil.Keesokan paginya, aku bangun lebih awal dengan mata sedikit bengkak kurang tidur.Setelah mandi dan memakai seragam sopir yang sudah disetrika licin, aku menghadap Nyonya Alika di ruang makan.Nyonya Alika seda

  • Dimanja Tiga Majikan Cantik   Bab 3

    Nona Sora, si bungsu yang katanya manja itu, kini kakinya melilit kakiku dengan simpul mati, membuat area paling sensitif di kedua dadanya menekan telak ke perut bawahku.Setiap kali dia terisak pelan karena sisa ketakutan, tubuhnya bergetar, menciptakan gesekan-gesekan kecil yang mahadahsyat di area terlarang."Mas Rafli, jangan dilepas, nggak mauuu! Sora takut gelap, Sora nggak mau lepas sama Mas Rafli, huhuhu!"Si Gatot yang masih terjepit , kini memberontak semakin brutal. Mungkin ukuran angka milik Nona Sora tidak sebesar kedua kakaknya, tapi lingkarnya dia besar, sehingga terasa penuh-sesak saat menekanku.Otak udangku mendadak membayangkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Nona Sora sadar ada pentungan yang mengganjal di mainan squishy itu?"A-anu, Non-Nona Sora," panggilku terbata-bata, tangan kiriku masih menopang bagian belakangnya yang sintal dan luar biasa empuk itu agar dia tidak jatuh.Sumpah mati, tanganku gemetar bukan main merasakan tekstur daging yang kenyal dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status