Share

Dinikahi CEO Arogan
Dinikahi CEO Arogan
Author: Kirana Senja

Bab 1 Sang Gadis

Siang hari, selesai mengajar di taman kanak-kanak tempat ia mencari nafkah, Suci lantas pergi ke tempat untuk menjenguk ibunya yang sedang dirawat. Di saat sinar matahari yang terik, gadis manis nan menawan itu menyusuri jalan yang ramai kendaraan bermotor. Angin menyibakan rambut hitam berkilau dan hitam, dia memang memiliki wajah cantik tapi postur badannya kurus, bahkan asap kendaraan yang hitam dan kotor sudah tak dihiraukan lagi.

Pakaiannya sederhana, cara dia berjalan juga kalem dan anggun. Wajahnya selalu dihiasi senyuman manis dan lembut. Kini dia sedang  membawa sebuah tas anyaman yang berisi makanan.

"Mudah-mudahan ibu senang aku bawakan makanan ini," gumamnya sembari melihat isi tas anyamannya.

Dia hendak menyeberangi jalan raya kemudian masuk gang, ketika dirinya menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya,  tiba-tiba saja suara klakson terdengar nyaring dan mengagetkan hingga menghentikan langkahnya. Suci melihat mobil sport hitam mewah tepat di depannya yang hampir saja menabraknya. 

Suci tak mempermasalahkan insiden ini. Ia anggap itu hanya angin lalu dan bergegas pergi.

"Hei kamu!" 

Suara tegas dan lantang itu membuatnya kaget seketika. Suci menoleh dan matanya begitu terpukau karena yang ia lihat adalah seorang pria gagah, ganteng, berbadan kekar, di wajahnya terdapat brewok dan kumis yang tipis.

"Iya. Anda pasti merasa tidak enak dengan saya barusan, ya. Kalau begitu saya minta maaf," ucap Suci sambil menundukan kepalanya.

Pria itu membuka kacamata hitamnya, di jari kanannya terdapat sebuah cincin berlian berwarna merah. Dan ia langsung memaki.

"Kamu sudah halangi jalan saya. Ingat! untung saya masih punya belas kasihan sama kamu, coba kalau enggak! saya sudah tabrak badan kamu ini."

Suci merasa dirinya menjadi tersangka. Ia pun melawan pria tampan itu dengan berani.

"Cuma gitu saja anda marah? lagian untuk apa anda turun dari mobil kemudian maki-maki saya? harusnya terus melaju, dong!"

*Tiiiiiiid*

Suara klakson memanggilnya. Pria tampan itu tampak gusar. Dia ingin terus melampiaskan amarahnya pada Suci namun seorang lelaki berpakaian seperti bodyguard menghampiri.

"Maaf, Pak Andhika. Ini sudah siang, kita harus bertemu dengan Mr. Chan sekarang juga. Mungkin lain kali kita selesaikan masalah ini."

Pria itu bernama Andhika. Sudah terdengar di telinga Suci.

"Maaf, Pak Andhika. Saya tinggal dulu," pamit Suci, kemudian ia pergi dengan santai.

"Ini belum selesai!" teriak Andhika.

Dan pria tampan itu masuk ke mobilnya dengan wajah yang ketus. Dari bahasa tubuhnya tampak seorang pedendam juga pemarah. 

Suci lantas melanjutkan perjalanannya. Ia berbelok ke arah gang yang tampak sepi, namun baru saja masuk, matanya terbelalak saat mendapati seorang nenek dan anak perempuan yang masih kecil dikerumuni sekawanan begal anak-anak muda. Emosinya mulai terpancing, Suci tak tinggal diam, ia berlari menuju TKP untuk menolong sosok tua itu.

 "Hei kalian! jangan macam-macam sama orang tua!" teriaknya. 

Supirnya sudah terkapar dengan kening yang sudah berlumuran darah segar. Nenek tua itu teriak minta tolong sembari menggendong anak kecil yang merengek karena ketakutan akan ancaman dari para begal berwajah sangar.

"Tolong saya!" teriaknya.

Dan begal yang berambut panjang dengan wajah kusam dan lusuh menantang. "Siapa elo! ini urusan gue!"

Salah satu begal itu menyandera si nenek dengan menekan lehernya yang tampak kehabisan napas.

"Baik, kalau elo berani macam-macam sama nenek gue coba lawan gue dulu! ayo sini!" Suci melawan, ia naik pitam dan terpaksa berbohong mengakui bahwa dia adalah neneknya.

 "Dasar cewek jalang, lo! ayo siapa takut," sahut si begal.

Suci bersiap memasang kuda-kuda untuk menaklukan tiga orang begal muda itu. Rambutnya tersibak angin, raut wajahnya berubah bagai Singa yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Nak, hati-hati!" ucap nenek yang masih disandera itu.

"Jangan khawatir, nek! tenang!" sahut Suci.

Dan pertarungan itu terjadi. Berbagai jurus silat ia gunakan untuk melawan dan menaklukan si begal. Ia menendangkan  kakinya ketika salah satu begal hampir saja menghantam punggungnya. 

 *Buk*

Hentakan tangannya berhasil membuat si begal terkapar. Lalu yang satunya lagi ia taklukan melalui hantaman sebuah kayu yang ia ambil, dan lagi-lagi dia berhasil menaklukan si begal. 

"Eh elo cewek gila! lawan gue kalau elo berani! elo udah kalahin temen gue, pastinya gue sakit!"

"Eh, begal! elo ngerampok orang emangnya gak sakit! kalau pengen duit makanya kerja, dong! kerja!" tegas Suci.

Dua begal sudah siap memasang kuda-kuda untuk melawan. Tangan dan kaki mereka hentakan dan siap menghantam lawan.

"Ayo! gue siap jadi lawan elo! karena gue juga bisa silat," ucapnya.

 "Ayo siapa takut! lawan gue!" 

Dan Suci berkata dengan suara lebih keras lagi.

"Langkahi dulu mayatku!"

Ketika insiden itu terjadi, satang sebuah mobil masuk gang itu, dia berhenti kemudian menembakkan sebuah peluru ke atas.

 *Duar*

Spontan suara itu menghentikan aksi bejad mereka. Kemunculan seorang pria tampan nan berwibawa mampu membungkam aksi para begal. 

"Kami dari kepolisian, angkat tangan!" ucap pria itu dengan tegas.

Dengan gesit semua begal diborgol lalu  ia menghubungi kepolisian setempat untuk menangani para begal yang sudah tertahan. Tak lama kemudian beberapa polisi datang untuk membawa tersangka.

Pria itu menghampiri Suci sambil tersenyum merekah.

"Kayaknya aku kenal. Siapa ya?" gumam Suci sambil melirik-lirik.

"Nak," sapa nenek. "Terima kasih, ya. Kamu sudah menolong saya, kalau saja gak ada kamu mungkin kita yang lemah ini udah mati di sini."

"Oh, iya. Aku lupa. Nenek baik-baik saja, kan? gak sakit badannya?" tanya Suci yang mulai cemas.

"Enggak, nak. Tapi badan nenek juga sakit ditekan sama mereka," keluhnya.

Nenek itu tampak memakai cincin berlian berwarna merah melingkar di jari kanannya persis seperti yang dimiliki oleh pria arogan yang ditemui Suci di jalan raya.

"Tante hebat bisa silat." Ucapan manis itu terlontar dari bibir mungil anak perempuan berkucir dua itu. Ia tersenyum merekah.

"Terima kasih, sayang. Kamu gak apa-apa, kan?" kata Suci tersenyum.

Dan pria tampan itu mendekat lalu membuka kacamata hitamnya. Suci langsung tercekat melihat sosok yang tersenyum manis di depannya.

 "Sofyan? aku kira siapa?"

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Sofyan. Lalu, ia membantu supir pribadi si nenek yang masih lemah.

Salah satu teman Sofyan baru saja keluar dari mobil, ia membantu supir tersebut agar segera sadarkan diri. Namun, karena bekas hantaman di wajah dan perutnya, ia tak mampu menggerakkan seluruh persendian badannya. 

"Pak Rustam, ini supir saya. Kita bawa saja dia ke rumah sakit, biar saya yang nyetir," kata nenek.

"Ke rumah sakit? oh, kebetulan saya juga mau rumah sakit, nek. Mau jenguk ibu saya yang sedang dirawat," kata Suci.

"Kalau begitu kita pergi sama-sama," ajaknya.

"Maaf, bu. Sebaiknya, teman saya saja yang nyetir mobilnya. Jangan khawatir, kami dari pihak kepolisian," kata Sofyan dengan lembut.

Suci merasa bersalah atas apa yang terjadi. Namun, ia sadar kadang insiden membahayakan nyawanya bisa datang kapan saja. Nenek dan anak kecil itu lantas masuk ke dalam mobil. Ia masih panik dan badannya gemetaran. 

"Pak sofyan, saya duluan ke rumah sakit, ya?" pamit temannya itu.

"Ok, Don. Tunggu gue di sana," sahutnya.

Suci menghela napas. Matanya mendelik saat mendapati darah segar di lengannya. Ia baru saja merasakan sakitnya terluka akibat terkena hantaman dari begal yang ia lawan dan lukanya mulai memar.

"Kamu itu kadang lembut, tapi barusan kayak Singa," kata Sofyan.

"Kamu tahu dari mana aku di sini?" tanya Suci.

"Biasanya kalau pulang ngajar, kamu lewat sini, kok. Kita ke rumah sakit, sekalian jenguk ibu kamu," ajak Sofyan. "Sekalian juga obati luka lebam itu."

Tak ada pilihan lain selain ikut dengan pria yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Suci merasa senang ketika ada orang yang mau meringankan sedikit bebannya di waktu dirinya ada pada titik terendah.

 "Gimana ibu kamu?"

"Parah, kanker livernya udah parah. Kemarin juga dia gak bisa tidur, gak mau makan, gak minum, bisanya nangis," sahut Suci.

Air matanya mulai berlinang, seraya  mengusapnya perlahan. 

"Kalau ada masalah coba ngomong sama aku," kata Sofyan. "Jangan dipendam terus."

"Itu rumah mau aku jual buat bayar hutang bekas pengobatan ibu, ratusan juta, masa aku harus pinjam dari kamu," ungkap Suci. "Tapi, kamu udah naik jabatan nih?"

Sofyan tersenyum, dari raut wajahnya sudah menunjukan bahwa dia memang sedang bahagia.

"Aku sekarang jadi anggota detektif dan gabung dengan kepolisian, besok mau sidang buat membongkar kasus pembunuhan, aku udah punya bukti banyak. Doakan, ya?"

"Indonesia butuh orang jenius kayak kamu," tukas Suci.

"Masa kamu gak butuh aku," sambung Sofyan.  

"Barusan nenek itu dibawa ke mana?"

"Ke rumah sakit, kita temukan beliau di sana, siapa tahu ketemu," tukas Sofyan.

Batin Suci belum tenang, ia masih ingat pada sosok tua itu.

"Siapa beliau, ya? kok, jadi penasaran begini? Kenapa cincin berlian itu mirip dengan orang arogan yang aku temui di jalan?"

    

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status