“Om Bumi mesum, iiih!” teriak Renjana dengan secepat kilat turun dari ranjang. Pupil matanya masih melebar saking terkejut dengan sentuhan tiba-tiba beberapa detik yang lalu.
“Lah, kok, saya mesum? Memangnya di mana letak mesum dari perbuatan saya yang tadi?” Bumi menyandarkan punggung di ujung ranjang dan bersedekap santai. “Pokoknya om mesum! Nyentuh-nyentuh punya aku tanpa izin dulu!” bentak Renjana tak mau dibantah. Lalu ia tarik kursi yang terletak di depan meja rias, kemudian duduk di sana dengan raut wajah kesal. Bumi sedikit melengkungkan sudut bibirnya. “Paham dari arti kata mesum?” “Paham, lah!” sahut Renjana cepat. “Emangnya aku ini masih anak TK?” sambungnya dengan gaya congkak. “Coba kamu jelaskan mesum itu apa.” Renjana mengangkat dagu agar lebih terlihat kemampuannya menjawab karena tak suka dengan Bumi yang bersikap seperti sedang memandangnya rendah. “Itu, doang, mah, gampang! Mesum adalah tindakan yang nggak senonoh, kotor, dan cabul.” “Itu saja?” “Terus om maunya aku kasih penjelasan sepanjang rel kereta?” “Saya pikir mahasiswa seperti kamu bisa menjelaskan makna sesuatu lebih mendetail, tapi ternyata tidak. Yang kamu jelaskan tadi itu hanya intinya saja. Sedangkan saya minta penjelasan lengkap.” Bumi memperbaiki cara duduknya. “Mesum adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis atau lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan mahram pada tempat tertentu yang sepi, yang memungkinkan terjadinya perbuatan maksiat di bidang seksual atau yang berpeluang terjadinya perbuatan zina,” jelasnya runtut kemudian menatap Renjana. “Jadi, apa perbuatan saya yang tadi masuk dalam kategori mesum, Jana?” Renjana tak merespon. Hanya raut wajahnya yang berubah cemberut mendengar penjelasan Bumi lebih lengkap dari penjelasannya tadi. “Lagi pula saya hanya memeriksa apa benar kamu sedang haid atau tidak, dan ternyata kamu bohong. Kenapa harus bohong?” ‘Aku jijik sama kamu, Om. Nggak pengen kamu sentuh, makanya terpaksa bohong!’ balas Renjana dalam hati. ‘Punyamu udah kamu obral sana-sini.’ Tentu penyebab Renjana kehilangan selera untuk disentuh adalah karena perkara kondom yang ia temukan di kamar Bumi. Sebelum semuanya jelas, ia tak akan memberikan keperawanan begitu saja. Jika memang benar terbukti bahwa Bumi ternyata selama ini sering melakukan hubungan badan dengan wanita-wanita di luaran sana, maka Renjana tak akan mempertimbangkan lagi keputusannya untuk meminta cerai. Tak peduli mau konsekuensi apa yang akan didapatkan dari Bumi. Renjana sudah siap lahir batin menerima. “Tumben sekali kamu hanya betah diam.” Suara Bumi yang terdengar tiba-tiba membuat lamunan Renjana buyar. Sekilas ia tatap Bumi yang sedang menatapnya juga. Renjana memilih acuh tak acuh karena moodnya mendadak turun drastis. Cukup lama suasana hening menyelimuti pasutri baru itu. Sampai akhirnya Bumi membuka bicara lebih dulu lagi. “Belum ngantuk, Jana?” Tak ada balasan. Renjana kemudian berdiri menghampiri ranjang. Tiba di sana tanpa melirik Bumi ia tarik bantal kepala dan guling. Kemudian ia letakkan di bawah, tepat pada karpet bulu yang membentang. “Kita jangan dulu tidur seranjang,” katanya pelan. Lalu merebahkan diri di sana. Paham Renjana sedang berusaha memberi jarak yang tak ia tahu apa penyebab jelasnya, Bumi mengiyakan saja, kemudian menghela napas. Ia memilih tak mencegah meskipun ingin karena memang butuh Renjana malam ini. Namun, Bumi juga tak ingin memaksa jika perempuan itu belum siap melayani. Sebenarnya, Bumi merasa kepribadian Renjana berubah aneh setelah berdebat dengan mamanya tadi pagi. Apa mungkin Renjana sedang memendam rasa sakit hati? *** Malam semakin larut. Bunyi detak jam terdengar sangat jelas menemani kesunyian ruangan kamar. Renjana sudah pulas dan tampak nyaman sekali di bawah sana. Berbeda dengan Bumi yang tak kunjung bisa terlelap walau sudah memaksa beberapa kali. Perasaannya masih tak tenang. Ia melirik Renjana yang sedang berbaring memunggungi, kemudian menghela napas berat. Hal itu sebenarnya sudah Bumi lakukan berulang-ulang sejak tadi. “Jangan memaksanya melayanimu.” Bumi menekan hasutan-hasutan jahat di kepalanya yang terus mendorong agar menyentuh Renjana sekarang. Kemudian punggung tangan kanan ia letakkan di dahi. Berharap bisa segera diserang kantuk. Tak berselang lama, Bumi merasa ranjang bergerak. Lekas ia membuka mata. Ternyata Renjana sudah berbaring telentang di sisi sebelah yang tadinya kosong. Lama Bumi menatap wajah yang sedang terlelap itu. Lagi-lagi wajah Amaris ikut melintas di pikirannya. Tak ingin bayang-bayang masa lalu menghantui terus, akhirnya Bumi berganti posisi memunggungi Renjana. “Awas!” Tiba-tiba saja perempuan itu meracau. Bumi mengerutkan dahi. Baru saja ia berniat menoleh untuk memastikan keadaan Renjana. Namun, kalah cepat dengan tendangan Renjana yang mendarat cukup keras di bokongnya. Refleks Bumi memejam dan meringis sakit tertahan. “Kamu jahat! Dasar pengacau!” Sekali lagi Renjana meracau dan mendaratkan tendangan sama. Bukan hanya itu, ia juga mendorong bokong Bumi sampai .... Bugh! Bumi jatuh dengan posisi duduk di lantai. “Om Bumi jahat, Ma! Dia maksa Jana buat gantiin mama! Jana nggak cinta dia. Jana nggak suka terikat, pengen cepat cerai ....” “Ma! Mamaaa! Jangan pergiii!” Menyaksikan Renjana terus meracaukan nama Amaris sembari menggeliat seperti cacing kepanasan di ranjang, Bumi yang masih mengusap bokong yang sakit memaksa berdiri, kemudian naik. “Jana, hei,” panggilnya menepuk-nepuk pelan pipi itu. Renjana tersadar. Namun, belum membuka mata. Ia malah langsung memeluk perut suaminya erat. Menempelkan wajahnya di dada. Bumi tentu terkejut mendapat perlakuan yang tiba-tiba itu. Ia usap punggung Renjana untuk menenangkan. “Makanya sebelum tidur baca doa dulu.” Lama suasana di antara mereka hanya ditemani keheningan. Bumi sempat berpikir jika Renjana sudah terlelap kembali, sehingga ia pun berniat untuk mengurai pelukan Renjana yang sudah mengendur. Namun, baru saja ia bergerak, tangan mungil itu kembali mempererat pelukan. “Pinjam perutnya bentar buat nyalurin rasa hangat! Nggak boleh pelit! Aku kedinginan di bawah tadi. Om tega bener nggak kasih selimut.” “Yang suruh kamu tidur di bawah siapa?” “Ih! Aku, kan, lagi menghindar!” “Kalau tidak siap, ya tinggal bilang saja. Saya paham dan tidak akan memaksa.” “Emang bisa dipercaya? Gimana kalau ternyata om bakal nekat nyentuh aku diam-diam?” “Yang nekat bukannya kamu, ya? Lancang cium saya yang lagi tidur. Lagi pula saya tidak serendah itu melakukannya.” Kalah telak untuk melawan. Renjana memilih diam sejenak. Memikirkan sesuatu. Terdorong untuk memperjelas tentang kondom, ia mengurai pelukan, kemudian mengubah posisi berbaring agar kepala mereka sejajar berhadapan. Renjana merapat hingga jarak wajah mereka tinggal sejengkal, kemudian memegang kedua pipi Bumi dengan tatapan serius. “Aku bakal kasih satu ciuman dengan durasi lama kalau om mau jawab jujur.” “Om Bumi sebenarnya selama masih jadi pacar mama sering berhubungan sama berapa cewek? Aku mau jawaban jujur tanpa ada yang di tutup-tutupi.”“Om Bumi mesum, iiih!” teriak Renjana dengan secepat kilat turun dari ranjang. Pupil matanya masih melebar saking terkejut dengan sentuhan tiba-tiba beberapa detik yang lalu.“Lah, kok, saya mesum? Memangnya di mana letak mesum dari perbuatan saya yang tadi?” Bumi menyandarkan punggung di ujung ranjang dan bersedekap santai.“Pokoknya om mesum! Nyentuh-nyentuh punya aku tanpa izin dulu!” bentak Renjana tak mau dibantah. Lalu ia tarik kursi yang terletak di depan meja rias, kemudian duduk di sana dengan raut wajah kesal.Bumi sedikit melengkungkan sudut bibirnya. “Paham dari arti kata mesum?”“Paham, lah!” sahut Renjana cepat. “Emangnya aku ini masih anak TK?” sambungnya dengan gaya congkak.“Coba kamu jelaskan mesum itu apa.”Renjana mengangkat dagu agar lebih terlihat kemampuannya menjawab karena tak suka dengan Bumi yang bersikap seperti sedang memandangnya rendah. “Itu, doang, mah, gampang! Mesum adalah tindakan yang nggak senonoh, kotor, dan cabul.”“Itu saja?”“Terus om maunya ak
“Fungsinya kondom apa, sih?” tanya Renjana berbisik pada Mbak Google.Sebenarnya Renjana sudah tahu fungsinya apa. Ia hanya ingin memperjelas lagi untuk menguatkan prasangka buruknya terhadap Bumi.“Menurunkan resiko tertular penyakit s3ksual,” sahut Mbak Google.“Anjiiir!” Refleks Renjana mengumpat.“Om Bumi yang aku pikir cowok terjaga dan nggak pernah tersentuh sama tangan-tangan cewek, ternyata aslinya pemain handal ... gilaaa!”Di sisi lain, Bumi yang sudah berada di luar kamar menghampiri mama dan papanya yang sedang duduk bersisian di ruang keluarga. Tampak kedua sosok lanjut usia itu sedang terlibat pembicaraan serius.Endah, mamanya Bumi yang menyadari kedatangan putranya, mendadak berhenti berbicara. Hal itu membuat Harja mengikuti ke mana arah pusat pandangan istrinya.“Sendirian saja? Jana mana, Nak?” tanya Harja menyambut putranya dengan senyum ramah.Bumi langsung mengambil posisi duduk di depan mereka.“Halah, palingan bocah bau kencur itu masih asyik ngebo,” sahut Enda
“Saya tidak ingin menyentuh kamu sekarang.”Selepas mengatakan kalimat tegas itu, Bumi mengubah posisi menjadi berbaring telentang. Kedua tangannya turun ingin menyingkirkan kaki Renjana yang masih mengurung pinggang. Namun, tangannya lebih dulu ditahan. Lebih tepatnya dicengkram Renjana.“Kenapa nggak pengen?” tanya Renjana semakin merapat, bahkan ia sengaja menempelkan dada di lengan Bumi.Bumi mengeraskan rahang. Ia resah dengan tindakan Renjana yang semakin berani menggoda.Tak ingin meladeni lagi, Bumi bersedekap, kemudian menutup mata.“Ih, Om Bumi, kok, gitu? Nggak sopan banget, aku masih pengen ngomong malah ditinggal tidur!”“Kenapa om nggak mau nyentuh aku? Bukannya om pengen aku hamil?” Pantang menyerah, Renjana mengguncang-guncang kuat lengan itu.“Oh ... atau jangan-jangan ternyata Om Bumi sebenarnya nggak normal?!”“Jangan berisik!” Bumi mendengkus. “Suara kamu menganggu kenyamanan telinga. Saya ingin istirahat.”Renjana mengembuskan napas kasar. Wanita itu melepas cengk
“Pokoknya Om Bumi harus nyentuh aku malam ini,” gumam Renjana dengan tekad penuh dalam dirinya.Wanita itu kemudian meletakkan kado pemberian Zizi di lantai, lalu berjongkok. Membuka pembungkusnya dengan hati-hati.“Si Zizi belum nikah, tapi udah paham aja kebutuhan pengantin baru. Tau dari mana, ya, dia?”“Apa jangan-jangan dia udah pernah pakai lingerie juga?”“Tapi buat siapa dia pakai? Pacar aja nggak punya.”“Oh ... atau selama ini Zizi punya pacar rahasia?”Renjana terdiam sejenak setelah kado itu terbuka sepenuhnya. Mulai berpikir keras.“Ah, ngapain juga aku harus repot-repot mikirin hidup orang lain? Lagian mau dia udah pernah pakai lingerie dan punya pacar rahasia, ya itu terserah dia, urusan dia.”Kemudian diangkatlah pakaian menerawang warna putih yang bahannya tipis sekali itu. Lengkap dengan dalaman atas dan bawah yang sama tipisnya.“Anjir, seksi bener!” seru Renjana melongo tak percaya. Ia merinding seketika.Selama ini mana pernah ia pakai yang seksi. Kebanyakan pakai
“Aku udah nggak perawan, Om ....”Bumi yang sedang mencari pakaian ganti di lemari mendadak menghentikan tangannya saat mendengar ucapan blak-blakan yang keluar dari bibir Renjana, perempuan muda yang baru saja resmi menjadi istrinya tadi siang.Lebih tepatnya status Renjana di sini adalah sebagai istri pengganti. Sebab, yang seharusnya menjadi istri Bumi adalah Amaris, mamanya Renjana. Namun, wanita itu pergi entah ke mana saat di mana pernikahan mereka terhitung satu minggu lagi akan dilaksanakan.Tak terima ditinggal pergi oleh mantan calon istrinya dan merasa dirugikan banyak, Bumi pun nekat meminta Renjana untuk menggantikan posisi mamanya guna sebagai bentuk tanggung jawab."Lalu?" tanya Bumi membalik badan. Lebih tepatnya ia bertanya mengenai 'apa maksud dari ucapan tadi.'Lelaki rupawan dengan handuk menggantung di pinggang itu menatap Renjana yang duduk bersandar di ranjang dengan dahi berkerut. Wajahnya tetap datar dan biasa saja. Padahal Renjana berharap, suaminya yang berl