Kimberly tak peduli dengan maksud Yuksel berkata bahwa ia adalah orang yang dimaksud. Tapi, Kimberly lebih peduli pada kondisi tubuhnya yang telah disentuh tanpa izin darinya. Mata Kimberly melotot marah.
"Apa yang kau lakukan padaku Grand Duke!"Mata Yuksel menyorot tajam. Istri pertama yang berani membentak dan melototkan mata. Meski begitu, Yuksel langsung menyeringai dengan tangan yang menyentuh kancing bajunya. Terburu Kimberly menepis dengan kasar."Jangan tatap aku seperti itu, karena aku sangat benci," ujar Yuksel penuh penekanan.Kimberly pun menatap pada lengan Yuksel, kemudian tanpa ragu ia langsung meraih dan menggigit sangat keras. Namun, ekspresi wajah Yuksel tidak berubah sama sekali. Malah Kimberly yang menjauh dengan memegangi rahangnya. Sial! Keras sekali, sampai rasanya sangat sakit."Kau mau mati hah? Jangan asal menyentuh atau menggigitku, meski kau memiliki kekebalan itu.""Omong kosong! Aku sangat ingin mengirimmu ke neraka!"Yuksel mengerutkan dahi melihat Kimberly berteriak dengan tidak sopan. Berbeda sekali dengan yang dikabarkan oleh mak jomblang, Kimberly adalah sosok putri paling lemah di antara anak Count Barnes. Namun, Kimberly yang dilihat tidak sama seperti rumor, bahkan Yuksel sampai menghindar saat tangannya meraih batu di sekitar dan melempar asal ke arah Yuksel."Apa yang kau lakukan Kimberly Barnes! Kau ingin digantung karena memberontak pada Grand Duke!" seru Yuksel nampak marah.Namun, wajah Kimberly jauh lebih garang. "Yuksel sialan! Berani sekali kau menyentuh saat aku tak sadarkan diri! Pergilah kau ke neraka!"Batu besar dan lancip terlempar, mata Kimberly melotot terkejut ketika lemparan itu tepat sasaran. Yakni, mengenai dahi Yuksel. Kimberly mendekati Grand Duke dengan panik saat melihat darah mulai menetes dari dahi."Yuksel, dahimu," sebutnya.Tapi, Kimberly langsung menjauh ketika melihat luka pada dahi Grand Duke tiba-tiba saja mengering. Hanya menyisakan bekas darah saja di sana. Apa ini? Kimberly menatap lekat, Yuksel bukan seorang iblis kan? Mata hazel itu menyorot tajam padanya."Karena kau sudah mengetahuinya, lebih baik hati-hati dengan kepalamu. Suatu waktu bisa saja lepas dari lehermu."Seketika Kimberly langsung menyentuh leher sendiri. Tubuh paling berharga ini, bakal terpisah dari kepala. Kimberly menatap Yuksel dengan sedikit takut. Di dunia ini, tak ada yang ditakuti oleh Kimberly, kecuali kematian.Semenjak diancam oleh Yuksel. Kimberly berubah menjadi layaknya seorang putri dari keluarga bangsawan. Kimberly duduk manis di pangkuan Yuksel yang tengah mengendarai kuda. Sesekali mata Kimberly melirik dahi Yuksel, darah di sana juga sudah dilap bersih."Berhenti menatap kalau masih ingin kepalamu," ujar Yuksel pelan namun terdengar mengintimidasi.Sampai Kimberly melengos secara perlahan. "Baik Grand Duke."Dia bukan manusia! Itulah yang Kimberly jeritkan dalam hatinya. Kimberly hanya ingin segera sampai ke pusat kota Lefan, kediaman pangeran kelima lebih tepatnya. Kemudian Kimberly akan mengajukan gugatan cerai pada Yuksel dan menyebarkan kalau suaminya ini adalah seorang monster.Tiba-tiba saja pemikiran Kimberly mengenai cerai lenyap sudah. Ketika satu anak panah melesat di depan wajah Kimberly, sampai membuatnya kaget setengah mati dan menyender pada dada Yuksel. Mata Kimberly melotot pada anak panah yang menancap di pohon dengan kuat. Namun, Kimberly sangat panik saat Yuksel malah menghentikan kuda."Kenapa kau berhenti!"Mata Yuksel menatap burung-burung yang terbang, terburu meninggalkan pepohonan. "Ini penyerangan.""Jika tahu penyerangan, kenapa malah berhenti! Aku ingin hidup panjang!" teriak Kimberly dengan wajah ketakutan.Kimberly kesal ketika Yuksel malah turun dari kuda. Menatap para bandit yang mulai menampakan diri, kemudian mengepung dengan menunjukkan senyum sinis. Yuksel menatap pada Kimberly yang masih di atas kuda."Pegang talinya kuat-kuat, kemudian kau hanya perlu lurus saja, nanti gerbang kota akan terlihat," ujar Yuksel tiba-tiba sembari menyelampirkan jubah biru di pundaknya.Mata Kimberly melotot terkejut saat pantat kuda dipukul kasar oleh Yuksel. Membuat kuda membawa Kimberly berlari menjauh dengan cepat, Kimberly bukannya memegang tali erat justru berteriak ketakutan sepanjang hutan."Kenapa kau memberi tahu mereka ke mana aku pergi!" jeritnya ketika ada dua bandit berlari mengejar di belakang.Sementara Yuksel menghadapi para bandit yang mulai menyerang. Suara jerit demi jeritan masih bisa didengar oleh Kimberly. Tapi, tiba-tiba saja Kimberly tersenyum, meski sedang dikejar oleh bandit."Aku hanya harus menyebarkan rumor Grand Duke meninggal dikepung bandit, kemudian aku akan diceraikan.""Grand Duke telah tewas di tangan bandit!"Itulah yang kimberly teriakan. Membuat dua bandit yang semula mengejar, saling pandang dan berhenti sejenak. Kemudian nampak berbalik dan berlari kencang, mereka mungkin takut jika terus mengejar maka nyawa tidak akan selamat.Tepat seperti apa yang Yuksel katakan. Begitu keluar dari hutan, mata bisa menemukan gerbang kota Lefan yang hampir tak pernah ditutup. Mungkin baru ditutup jika raja kota Lefan memerintah untuk menangkap seorang penyusup. "Grand Duke tewas!" seru Kimberly.Tentunya seruan itu berhasil menyita seluruh perhatian penjaga gerbang untuk segera berlari mendekat. Mata mereka mengenali jubah biru milik Yuksel. Hingga langsung membantu menurunkan Kimberly dari atas kuda. "Apa maksudnya Grand Duke telah tewas?"Melihat mereka yang nampak tak percaya. Membuat Kimberly langsung melancarkan aksinya dengan menangis keras. Dan mengeratkan jubah milik Yuksel di tubuhnya. Pasalnya Kimberly merasa sedikit kedinginan setelah basah-basa
"Grand Duke," sebut Kimberly sembari terkekeh.Tangannya berusaha mendorong pisau supaya menjauh. Ya, sosok pria berjubah hitam yang ternyata adalah Yuksel, justru makin mendekatkan pisau padanya. Hingga Kimberly meringis karena lehernya baru saja digores oleh Yuksel."Jika suami mati, maka istri pun harus ikut dikubur sebagai tanda cinta mereka," ujar Yuksel membuatnya membeku sejenak."Omong kosong. Itu sebuah penistaan cinta!"Yuksel menyeringai. "Penistaan cinta."Kimberly sedikit menghela napas lega ketika Yuksel menjauh dan pisau itu dijatuhkan asal ke lantai. Kimberly menoleh terkejut dan terburu menutup tubuhnya setelah sadar kalau saat ini ia tanpa busana. Namun, lebih terkejut lagi ketika Yuksel melepas jubah, meski begitu masih memakai set pakaian hitam. Yuksel mulai memasuki kolam."Grand Duke! Apa yang kau lakukan di tempat mandiku!"Yuksel menyeringai melihat goresan di lehernya. Kemudian tangan mulai menyentuh kakinya, terburu Kimberly menarik dan menekuk kaki untuk men
Yuksel membalas tatapan sang ayah. "Setelah berpuluh tahun, aku menemukannya. Kau berniat langsung memisahkan kami, Ayah?"Pangeran kelima mendengkus. "Dia mandul! Apa yang kau harapkan dari wanita yang mandul hah!"Yuksel menyeringai. "Bagaimana pun, hanya dia yang bisa memenuhi kebutuhan biologisku sebagai pria. Aku tidak akan menceraikannya."Mendengar hal itu, Pangeran kelima tak lagi mendebat. Soal ranjang, tentunya jauh lebih mengerti ketimbang sang anak yang baru pertama kali merasakan kehangatan seorang wanita. Mata pangeran kelima menatap pada Kimberly yang masih tidur nyenyak."Rumor tentangnya telah beredar di kediaman ini, pastikan kau membersihkannya jika ingin mempertahankan anak dari Count Barnes ini," ujar pangeran kelima mulai melangkah pergi dan diikuti oleh dokter kerajaan.Yuksel menatap pada Aiden serius. "Perintahkan pelayan untuk membantuku mandi dan berpakaian besok di kamar ini.""Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menjadi tajam. "Kau mau menyampaikan perintah dengan
Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly. Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya."Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya."Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya."Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar.""Baik Nona."Dengan penuh hormat, Emma mulai ber
Jari jemari yang tersembunyi oleh sarung tangan itu. Mulai mengusap permukaan pedang yang sedikit memantulkan cahaya pada wajah. Sorot mata Yuksel tak main-main, tertuju sangat tajam ke arah Ash dan Aaron."Jadi, siapakah di antara kalian berdua yang mencekik Kimberly?"Ash melirik takut ke arah sang ayah. Reputasi Yuksel selama bergabung di medan perang, membuat siapa pun merinding hanya dengan menyimak cerita. Apalagi sekarang, telinga bakal mendengar langsung suara gemerincing pedang yang menebas layaknya angin bergerak."Mana ada ayah yang mencoba membunuh anaknya sendiri, begitu pula dengan kakaknya. Bukankah begitu, Kimberly?" tanya Aaron dengan nada santai.Kimberly yang masih membutuhkan tempat pulang ketika diceraikan. Tentunya langsung mengangguk antusias. Meski pembunuhan akan kembali terulang setiap hari di kediaman Barnes, namun itulah rumah untuknya, tempat Kimberly berasal."Yakin?" Yuksel mempertanyakan jawabannya yang tanpa kata."Ini hanya karena alergi saja, seperti
Sementara itu. Kaki dibalut sepatu kulit yang ujungnya bundar dan memiliki hak tipis, Kimberly terus saja mengikuti langkah Yuksel yang begitu ringan. Punggung yang biasa memimpin perang itu begitu lebar di mata Kimberly. Membayangkan ketika buku-buku jemarinya mencengkram di sana ketika bersetubuh. Membuat Kimberly menggelengkan kepala seketika. Namun, satu hal yang membuat Kimberly tak mengerti. "Kenapa aku tak ingat sama sekali, ketika dia menyentuhku, bahkan dua kali sekaligus," gumam Kimberly dengan dahi yang mengerut.Langkah kaki Yuksel perlahan berhenti. Kepala menoleh sedikit, menatap pada Kimberly yang sibuk dengan pemikirannya. Hingga tak sadar ada penghalang besar yang menghalangi jalan, sontak tubuh Kimberly menabrak punggung Yuksel."Apa yang kau pikirkan, istriku?" tanya Yuksel dengan sorot mata tajam.Kimberly mengangkat matanya setelah mengelus dahi yang lumayan sakit. "Kau mau membawaku ke mana?"Ya hanya itu yang bisa Kimberly ucapkan. Dari pada kepergok sedang me
Rasa malu tiba-tiba saja menyergap dalam diri Kimberly. Ketika mulut tak kuasa menahan satu desakan atas kenikmatan. Namun, ada suara lebih memalukan dari itu semua.Daging basah yang saling bertemu di bawah sana. Telah menciptakan suara yang merajai kesunyian labirin. Kimberly yang semula terlena oleh sentuhan Yuksel, tiba-tiba terlintas seruan di dalam otaknya.Tanda organisasi di dada Yuksel!"Grand Duke," sebut Kimberly pelan dengan tangan merambat pada Yuksel yang masih memakai atasan.Yuksel menyeringai. "Kenapa? Kau sangat menikmatinya, istriku?""Tolong lepaskan kemejamu, biarkan aku memandang--"Mulut Kimberly lebih dulu dibungkam oleh bibir Yuksel. Sebelum melanjutkan ucapannya. Apalagi melancarkan kegiatannya membuka pakaian Yuksel dan melihat tato itu.***"Sungguh, kau pria hina, Grand Duke."Yuksel yang tengah memakai jubah jadi menyeringai. Menatap pada Kimberly yang dalam keadaan berantakan, pakaian tersebar di sekitar ranjang. Sem
Semburat senyum di bibir Emma begitu cerah. Memandang Kimberly yang telah diakui oleh Grand Duke. Mungkin sebentar lagi akan memberikan suara tangis bayi pertama di kediaman pangeran kelima. Itulah keinginan Emma.Suara ketukan di pintu, menyita perhatian Emma juga Kimberly. Tak pernah Kimberly dapati Madam Ane begitu hormat terhadapnya. Menunduk selalu dan baru menatap mata ketika sudah di hadapannya."Apakah Lady ingin makan sekarang?""Ya?" Kimberly terheran, "memangnya kalian menyiapkan makan untukku? Selir ini?"Madam Ane kan pelayan pribadi Yuksel. Tiba-tiba menawarkan makanan padanya. Itu hal yang sulit untuk dimengerti."Betul Lady. Ayam goreng manis, nasi dan jus sudah tersaji di depan. Jika Lady ingin makan sekarang, saya akan menyuruh pelayan masuk," jabar Madam Ane pelan, namun tatapan mata begitu tajam."Ah ya, aku ingin makan sekarang."Tenaga habis terkuras karena ulah Yuksel. Tentunya perut Kimberly yang sudah keroncongan harus diisi, buka