Share

Empat

Auteur: Riri Afsana
last update Dernière mise à jour: 2022-09-17 06:46:25

“Tangan lo kenapa?” Tanya Rina menyaksikan sahabatnya yang sejak tadi tak henti mengibas-ibas.

“Habis nampar orang gue!” Rina menghentikan suapannya, menatap Atisha penasaran. Ini kali pertama sahabatnya terdengar bar-bar.

“Serius? Siapa?!”

“Ada, cowok kurang ajar yang suka semaunya mentang-mentang punya banyak uang,” ucap Atisha yang sedang berbaring diatas sofa bed, keduanya berada di ruangan istirahat saat tengah malam.

“Hahaha… bar-bar juga Lo.” Rina terkekeh membayangkan kemarahan Atisha saat berhadapan dengan cowok itu.

“Kenapa lo nampar dia? Terus cowok itu gimana setelah lo tampar?”

“Gak gimana-gimana gue pergi setelahnya. Cowok itu yang pernah gue ceritain, yang mobilnya ringsek karena ketabrak mobil gue.”

“Cowok Bugatti?” Atisha hanya mengedikkan bahu.

“Biaya reparasi mobilnya hampir tiga ratus juta dan gue cuma punya dua puluh juta, kebayang gak gimana despatarenya gue. Terus dia malah dengan enteng bilang, gue nggak harus bayar biaya ganti rugi asal gue mau jadi,” Atisha mengangkat tangannya membuat tanda kutip.

“Gila banget tuh cowok! Emang dia pernah lihat muka kamu?” Tanya Rina, pasalnya sahabatnya itu mana pernah membuka maskernya di hadapan pria manapun.

“Ya enggak sih, tapi…”

“Dok, Darurat! Terjadi kecelakaan beruntun di ujung jalan Pulo, delapan korbannya telah dibawa kesini.” Kepala perawat muncul dibalik pintu menyela percakapan mereka, membuat keduanya segera bangkit, bergegas menuju IGD meninggalkan makan malam yang belum sempat mereka habiskan.

~

“Kenapa muka Lo sampai memar gitu?” Tanya Bram.

“Kena gampar, gila … cewek itu tamparannya pakai dendam kesumat kali, keras banget ...” Raffan memegang pipinya sambil meringis.

“Cewek? Beneran lo digampar cewek?” Bram menatap takjub kearah Raffan, seolah yang didengarnya adalah sebuah keajaiban besar.

“Udah jadi cowok brengsek lo sekarang sampai digampar cewek segala? Selamat bro, welcome to the jungle hahaha! Akhirnya ... lo menyadari juga potensi lo untuk berburu.” Bram tertawa takjub lalu meninju pelan pundak sahabatnya.

“Potensi apaan, gue di tampar.”

“Emang lo habis ngapain? Nyosor tanpa izin? Atau ketahuan selingkuh? Ayolah Men, cewek mana sih yang berani menolak pria paling potensial kayak lo!” Perkataan Bram membuat Raffan berdecak.

“Percuma gue bilang, bukannya ngasih solusi malah bikin tambah mumet. Lo mau pergi kan? Udah sana pergi. Gue ngungsi di apartemen lo beberapa waktu, malas gue pulang kerumah.”

“Terserah lo deh, gue mau pergi.“

Raffan memilih berbaring di sofa sambil menyalakan tv, namun fikirannya kembali pada peristiwa sore tadi, entah kenapa ia sampai nekat melamar perempuan itu dengan dalih untuk menganulir tanggung jawab ganti rugi. Namun, seumur-umur hanya bersama Atisha ia tak merasa risih ataupun jijik saat berdekatan dengan perempuan, ia merasa biasa saja dan dari cara perempuan itu menamparnya membuatnya yakin satu hal, bahwa sama halnya dengan dirinya perempuan itu juga tak tertarik padanya, dan itu yang terpenting. Bagaimanapun caranya perempuan itu harus berstatus sebagai istrinya agar hidupnya kembali damai dari paksaan dan tuduhan yang teramat melukai harga dirinya. Raffan memang tidak tertarik pada perempuan manapun, cukup dirinya yang tau. Namun bukan berarti dirinya tertarik pada sesama jenis, naudzubillahi mindzalik. Dirinya hanya korban, terjebak dalam trauma masa lalu yang sulit dilumpuhkan dari ingtannya. Tujuan hidupnya tak muluk, dirinya hanya ingin hidup dengan tenang tanpa desakan dan celaan yang memuakkan.

“Halo Dri, tolong cari tahu identitas perempuan yang menabrak mobil saya, semuanya dan kirim kesaya segera.” Raffan menelpon sang tangan kanannya.

~

“Oma makan lagi ya, ini tinggal sesuap lagi kok.” Bujuk Atisha, namun wanita baya itu menggeleng.

“Ya udah.” Atisha menyingkirkan mangkok bubur itu, menyimpannya diatas nampan. Lalu kembali kesisi sang Oma, sambil terus mengelus punggung tangan keriputnya.

“Sayang, Oma boleh minta sesuatu?” lirihnya, menatap cucunya.

“Boleh dong, Oma mau apa dari Atisha?” Tanyanya sambil tersenyum, mencium tangan renta omanya, lalu menempelkan ke kepipinya.

“Oma mungkin nggak akan lama lagi, tapi Oma nggak bisa ninggalin kamu sendirian, kamu cari pasangan hidup ya, maafin Oma karena terlalu mengekang kamu selama ini.” Suaranya lemah, sarat akan kepedihan. Menatap cucu semata wayangnya yang mulai berkaca-kaca. Entah sudah berapa kali Omanya mengucapkan kalimat yang sama.

“Oma nggak boleh ngomong gitu, Oma pasti sembuh kok.”

“Janji yah, kamu akan menikah dan punya anak, jangan hidup sebatang kara kalau Oma sudah tidak ada.” Tangan renta itu mengelus wajah jelita cucunya, sementara Atisha tak lagi bisa menahan genangan air matanya.

“Oma pasti sembuh,” ucapnya. Menggenggam tangan omanya dan kembali menciumnya.

“Permisi,” ucap Raffan yang sejak tadi mendengar percakapan mereka di ambang pintu, tatapannya masih terpaku pada wajah Atisha. Atisha terbelalak menatapnya, gelagapan mengelap air matanya, menaikkan maskernya yang berada di dagu. Sorot matanya terhunus tajam kearah pria itu. Sementara Raffan justru memamerkan senyumnya.

“Assalamu’alaikum Oma,” ucapnya berdiri disamping Atisha, setelah meletakkan parcel buah diatas nakas lalu menyalimi tangan renta wanita baya itu.

“Gimana keadaan Oma? Ah iya, nama saya Raffan Oma, pacar Atisha,” Ucapnya lembut, namun berhasil membuat Atisha melotot.

“Kamu ngapain disini?” tanya Atisha berupaya untuk tidak teriak di kamar perawatan sang Oma.

“Sayang, kamu kenapa sih marah-marah mulu. Terus kesini nggak ngabarin aku, katanya mau ngenalin aku sama Oma.” Atisha melotot mendengar penuturan pria itu.

“Atisha, kamu pacaran?” tanya Omanya tak kalah heran.

“Nggak gitu Oma, dia…” Atisha mati-matian mengontrol emosi saat melihat pria yang malah tersenyum tanpa dosa kearahnya.

“Iya nih Oma, kami sedang menjalin hubungan.” Pria itu berjongkok di samping tempat tidur menyajarkan kepalanya dengan wanita tua itu sebelum berucap, “Tapi Raffan udah yakin banget sama Atisha. Kalau Oma berkenan, Raffan bermaksud meminta izin sama Oma, untuk serius sama Atisha. Boleh nggak Oma, cucu Oma yang suka ngambek itu jadi istrinya Raffan?” Tanyanya dengan sorot tulus, membuat sang Omanya tersenyum.

“Kamu yakin, mau sama cucu Oma yang suka ngambekan?” tanyanya pelan sambil menepuk pelan punggung tangan pemuda itu.

“Mau bagaimana lagi Oma, hati kan nggak bisa di kontrol untuk dimiliki sama siapa? Izinin Raffan jadi bagian dari hidup Atihsa ya Oma, Raffan nggak bisa menjanjikan bisa bahagiain Tisha selamanya, tapi Raffan tau pasti bahwa bahagia dan sedihnya Atisha adalah bahagia dan sedihnya Raffan.”

Atisha membuang nafas jengah, ingin sekali dia menyeret pemuda itu keluar. Namun apa daya, ekting pria itu berhasil membuat Omanya berkaca-kaca.

“Oma sebentar ya, Atisha pengen ngomong sama Raffan.” Atisha berucap manis dengan penekanan saat menyebut nama pria itu, sambil mencubit lengan pria itu sepenuh hati, membuat Raffan meringis, namun tak urung tersenyum kearah Oma, saat perempuan itu menarik lengannya mengisyaratkan untuk keluar.

“Kamu gila ya! Mau kamu apa?!!!” Bentak Atisha sambil melepas tangan pria itu dengan kasar, berkacak pinggang ketika keduanya berada di selasar belakang.

“Wait, saya bakal jelasin semuanya tapi bukan disini.” Raffan menatap ngeri sorot marah perempuan dihadapannya.

“Sore ini, di Rezz kafe. Saya tunggu kamu di sana.”

“Kamu fikir kamu siapa?! Kita bahkan nggak kenal, urusan kita hanya sebatas ganti rugi mobil, dan saya udah bilang akan bayar dengan menyicil sisanya.”

“Oke, kenalin Gue Raffan Ardian Ghifari dan kamu Atisha Namira. Disini saya nggak mau bahas soal biaya reparasi itu, tapi saya mau minta bantuan kamu. Percaya sama saya, kesepakatan ini akan lebih banyak menguntungkan kamu. Jadi temui saya sore nanti biar saya jelaskan, saya harus pergi sekarang.” Raffan berucap serius, lalu mengangguk sebelum berjalan pergi setelah menatap jam tangannya. Atisha menggeleng bingung, menatap punggung laki-laki itu. Sementara Raffan tersenyum, menyadari bahwa tadi dirinya berada di waktu yang tepat, selangkah lagi, fikirnya. Rencananya akan berjalan dengan baik, semoga saja. Pria itu kembali memasuki ruang perawatan Oma Atisha, pamit sebelum kembali kekantor.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   extra part 2

    "Sayang, aku nggak bermaksud buat ingkar janji." Rayyan membujuk setengah putus asa, saat istrinya meninggalkan kamar mereka dan memilih berbaring di atas sofa ruang tengah. "Harusnya nggak usah janji sejak awal." Atisha berenggut memunggunginya. "Maaf ya, janji nggak ak—" "Nggak usah janji lagi! Jatuhnya kamu jadi pembohong tau nggak." "Sayang, maafin aku." pria itu mengambil tempat disisi istrinya, membuat Atisha kian kesal. "Lepas nggak!" Perempuan itu berontak dalam belitan tangan suaminya, sofa yang sempit membuat mereka nyaris terjengkang. "Kamu mau buat aku jatuh? Perut aku sakit tau dibelit kayak gitu. Nggak usah dekat-dekat!" Atisha berucap dengan ketus sambil menatap suaminya tajam. " Tadi Macet sayang. Aku telat, juga karena ternyata meeting-nya alot, karena meyakinkan klien tadi ternyata butuh waktu yang nggak sebentar." Rayyan berdiri di sisi sofa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menghadapi Istrinya dalam mede ngambek seperti ini merupakan hal ya

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Ekstra Part

    Pria itu menyeka setetes air mata di pipi yang tak betah di pelupuknya. Genggaman hangatnya ditangan sang istri tak ia lepas sejak satu setengah jam yang lalu. Atisha masih terlelap pulas. Sesekali pria itu mengelus punggung tangan istrinya yang agak bengkak. Flebitis akibat bekas jarum infus, sehingga pemasangan infus di pindahkan di tangan lainnya. Pria itu terpejam, sudah banyak untaian kata maaf ia ucapkan pada sang istri. Ternyata, tak mampu menebus dosa dan mengeringkan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia pernah teramat menyakiti sang istri secara brutal. Sakit istrinya kali ini diluar kuasanya. Ia benar-benar tak berniat menyakiti istrinya lagi. Meski secara tidak langsung ada andilnya pada sakit sang istri. Kehamilan istrinya cukup lemah, perempuannya tak jarang mengalami kram perut hingga bercak darah akhir-akhir ini. Belum lagi morning sicknes yang membuat istrinya kian pucat sejak trimester awal hingga trimester kedua ini. Rayyan mengecup tangan perempuan itu. B

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Delapan

    Saat membuka mata dan mengerjap, Atisha mendapati suaminya tersenyum lembut padanya. Pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. "Mas." Atisha menatap lekat suaminya, kembali mengingat percakapan mereka sebelum ia jatuh tertidur. Ia Lalu menghembuskan napas dan memeluk sang suami mencari posisi nyaman. "Kok udah bangun sih, padahal tidur baru tiga puluh menit." Rayyan mengangkat tangannya yang bebas dan melirik jam tangannya. "Nggak nyaman yah tidurnya? Pindah di kasur aja yuk." Ajak Rayyan, Atisha hanya menggeleng. "Udah jam berapa?" "Jam lima lewat." Rayyan mendekap hangat istrinya, pipinya menempel di kepala istrinya. Pria itu memejamkan mata sambil tersenyum tak dapat membendung keharuannya dengan kemajuan pesat dalam hubungan mereka setelah sekian lama. Mengungkapkan hal yang selama ini mereka pendam bertahun-tahun memang tidak mudah, bagai mengangkat bongkahan batu yang telah lama tertimbun. Namun sepadan dengan kelegaan yang kini mereka hirup

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Tujuh

    "Kamu nggak ngerti, kamu nggak ingat sama aku yang pernah ngejar-ngejar kamu saat SMA." Atisha menatap suaminya dengan serius, ia sama sekali tak tahu maksud suaminya."Kamu mah, dulu hanya melihat Jerome. Mengabaikan cowok lain yang sedang berusaha dekat sama kamu, padahal aku baru tahu suka dan cinta sama cewek itu apa, kompleks banget karena langsung mengecap sakitnya patah hati..." Rayyan berucap sambil menyentuh pelipisnya, tampak menerawang. Ternyata pengalaman buruk itu masih membuat hatinya meradang kala mengingatnya."Aku cowok yang pernah berkompetisi dengan kamu di salah-satu olimpiade mewakili SMA Gantara. Kamu ingat nggak? Cowok yang selalu berusaha ngedeketin kamu, nungguin kamu setiap pulang sekolah bahkan nekat nerobos masuk di sekolah kamu demi bisa kenal dekat dengan kamu, tapi selalu di cuekin dan kamu anggap nggak kasat mata. Terakhir di taman depan perpustakaan umum, waktu itu aku coba deketin kamu lagi dan jujur tentang perasaan aku, tapi malah nggak digubris pad

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Enam

    "Asha, kok udah bangun jam segini?" Tanya Raisa saat menatap siapa yang berada di depan pintu kamarnya menjelang subuh seperti ini, Asha berdiri di depan pintu kamarnya mendongak menatap wajah sang nenek dengan sorot berkaca-kaca sambil memeluk boneka koala kesayangannya."Cucu Oma kenapa, jam segini kok sudah bangun?" Mendengar pertanyaan keheranan Omanya membuat gadis kecil itu menitihkan air matanya."Mami nggak ada," lirihnya dengan bibir bergetar, Raisa segera menggendong cucunya yang langsung terisak di dekapannya. "Didinya Asha juga belum pulang ya?" Tanya Raisa yang dijawab Asha dengan gelengan kepala, semalam putranya itu belum pulang saat ia masuk kamar dan tertidur. "Asha jangan nangis. Sayang..." Raisa berujar khawatir saat cucunya menangis sesegukan. Selama ini, cucu kesayangannya itu jarang menangis seperti ini, ia lalu menoleh kearah Ghifari yang masih tertidur."Memang maminya kemana?" Tanyanya mengelus lembut punggung cucunya. Ia benar-benar bingung saat tiba-tiba cu

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Lima

    Atisha ditemani dua orang koas baru di stase obgyn yang tengah mengobrol dengannya mendiskusikan kondisi pasien kepadanya, teramat serius sampai tidak melihat dokter Kikan yang hendak ke poli, berpapasan dengannya andai perempuan itu tidak menyapanya lebih dulu. "Selamat pagi." "Pagi, dokter Kikan..." jawab Atisha dengan senyum ramah. "Udah lepas jaga kan, papanya Asha di depan nungguin tuh," ujarnya, sambil tersenyum."Oh iya dok, makasih infonya yah. Padahal tadi mau sarapan bareng mereka dulu di kafetaria sebelum balik. Maaf, lain kali ya..." Atisha menoleh pada dua dokter muda di sisinya. "Iyya dok, nggak papa," jawabnya berbarengan. Atisha lalu pamit sebelum meninggalkan mereka. Rayyan menjemputnya adalah suatu hal yang langka sebenarnya, jadi ia tak ingin membuat pria itu menungguinya terlalu lama."Hai," Rayyan tersenyum kearah Atisha yang menghampirinya. Perempuan itu menghela nafas lirih, sebelum balas tersenyum. "Assalamualaikum," ucapannya sebelum meraih punggung tangan

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Empat

    Malam harinya, pemuda itu baru pulang kerja saat mendapati apartemennya diterobos oleh seseorang. Pria itu menggeleng, melihat sosok yang sedang terpaku dalam cahaya remang-remang, penerangan ruang tamunya hanya bersumber dari TV. Bahkan seluruh penjuru ruangan lain apartemen itu, masih gelap. "Kenapa lagi Lo?" Tanya Bram mendapati Rayyan duduk termenung, menyalakan tv sambil melamun. Rayyan hanya menggeleng sambil menghembuskan nafas jengah."Apa nggak capek hidup kayak gini? Yah, gue tau Lo bahagia punya putri cantik dan menggemaskan, tapi kebahagiaan itu nggak cukup. Lo berubah drastis dan nggak lagi main cewek karena Lo takut karma berlaku. Bagaimanapun Lo punya anak cewek juga. Tapi tetap aja, Lo butuh sosok perempuan yang bisa melengkapi hidup Lo, dan gue tebak istri Lo bukan orangnya. Mending Lo nikah lagi deh Ray, jangan ngekang diri Lo sekeras ini." Bram berujar sambil meletakkan tas kerjanya, lalu duduk di samping teman karibnya melirik Rayyan dengan prihatin. Meski Rayyan t

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Tiga

    Pagi hari, Atisha sibuk di dapur menyiapkan bekal untuk sang putri yang sudah masuk PAUD. Sementara Bibi menyiapkan sarapan. Tidak lama kemudian setelah makanan tersaji di meja, serta bekal Asha yang telah di tata menarik, putrinya muncul dengan seragam yang sudah rapi melekat di tubuh mungilnya, disusul dengan pengasuhnya yang membawa bando lalu memasangkannya pada Ashana. “Mami…” gadis itu berlari sambil merentangkan tangan kearahnya. “Sayang.” Atisha segera melepaskan apronnya sebelum meraih tubuh mungil sang putri dan menggendongnya. “Sarapan dulu nak,” Atisha mendudukkan putrinya di depan meja makan. “Gabung disini aja Ver,” ucap Atisha saat pengasuh Asha memilih masuk ke dalam. Perempuan itu tidak menyuapi Asha, karena sejak kecil Asha memang di didik untuk dibiasakan mandiri mulai dari hal kecil seperti makan sendiri tanpa di suapi, merapikan tempat tidur, merapikan barang-barangnya setelah belajar maupun bermain dan selalu diajarkan untuk meminta tolong jika dihadapkan deng

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Dua

    Malam harinya, Rayyan ikut membaringkan tubuhnya di sisi sang istri, meski Atisha lebih banyak diam setelah mengikuti persidangan hari ini, serta sore harinya ia malah menyerahkan kado terakhir dari Raffan padanya. Rayyan masih merutuki dirinya akan hal itu, saat istrinya justru semakin uring-uringan, makan seadanya dan lebih memilih bungkam. Ia bahkan hanya mendengar suara istrinya kala bersenandung lirih saat menidurkan putri mereka sebelum meletakkannya di boks bayi setengah jam lalu. Rayyan memperhatikan istrinya yang sibuk menatap plafon kamarnya. Pria itu dapat merasakan kekalutan istrinya saat ini. Perlahan ia menepis jarak, lalu memeluk istrinya dalam diam. Sesekali ia mengecup puncak kepala perempuan itu sambil berbisik lembut, mencoba menyalurkan ketenangan. "Jangan sedih Mami Asha." Atisha menoleh, menatapnya dengan nanar."Ray, bisa nggak kamu kembali saja ke kamar kamu?" Pinta Atisha, saat Rayyan masih memeluknya."Hmm..." Rayyan hanya bergumam, mengabaikan protes istr

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status