Share

Tiga

“Raffan kamu Keterlaluan! Menemui Aletha hanya untuk menyampaikan penolakan sama dia, mama malu tau nggak sama mbak Nilam.” Mamanya berenggut di meja makan, saat mereka tengah sarapan.

“Ma, ini masih pagi loh,” tegur suaminya membuat wanita itu berdecak.

“Tapi Pa, anak Papa itu benar-benar yah!.” Wanita itu menatap Raffan kecewa.

“Mama yang keterlaluan, main jodoh-jodohin sama perempuan kayak gitu,” Raffan lalu menghabiskan setangkup roti yang di pegangnya dalam tiga kali gigitan.

“Kayak gitu gimana? Aletha cantik iya, cerdas iya, fasionable juga, bibit bebet bobotnya jelas, nah kurangnya dimana coba?” Protes mamanya tak mau kalah.

“Kurangnya satu Ma, pakaiannya yang kekurangan bahan,” ucap Raffan lalu berdiri setelah menyelesaikan sarapannya, mengabaikan Rayyan yang menahan tawa, entah apa yang lucu.

“Hot banget dong Raf, yaa… kok ditolak sih?” Celetuk Rayyan, pura-pura kecewa.

“Tuh kan Pa, kayaknya ada yang salah dengan Raffan. Kamu nggak menyimpang kan Raf?” Mamanya menatap putra sulungnya dengan sorot prihatin.

“Kamu nggak gay kan Raf?” Tanya Ghifari, menatap Raffan putra sulungnya dengan sorot serius.

"Pa..."

"Selama ini Papa nggak pernah peduli dengan desas desus di kantor yang bilang putra sulung papa itu gay, nggak tertarik sama perempua. Yaa karena papa pikir, mungkin itu cara mereka mengekpresikan kekecewaan karena kamu nggak pernah melirik mereka, toh kamu sudah dewasa dan pasti kelak kamu akan membawa gandengan kamu dan mengenalkannya keseluruh dunia." Gifhari mengedikkan bahunya sebelum menghela nafas gusar.

"Papa harap, gosip miring itu segerah terbantah Raf."

“Kalian semua kenapa sih? Please! Oke Raffan ngaku, ada seseorang yang sudah mengisi hati Raffan saat ini, orang yang sangat Raffan cintai. Tapi kalau masih kayak gini, Raffan malas ngenalin ke kalian.”

“Cintanya sama perempuan kan Raf?” Rayyan kembali berceletuk, lalu tertawa terbahak-bahak saat mendapat tatapan membunuh dari sang kakak.

“Raffan ke kantor dulu Ma, Pa.” Pamitnya meninggalkan meja makan dengan hati kesal.

Sesampainya di kantor, Raffan hanya menatap layar laptopnya tanpa minat. Memikirkan mamanya yang begitu gencar menjodohkannya, papanya yang mulai curiga dan adiknya yang begitu puas merendahkannya membuatnya terpaksa berbohong mengaku tengah mencintai seseorang yang justru membuat Rayyan semakin semangat mengejeknya, benar-benar mengesalkan. Soal perasaan semacam itu dirinya benar-benar buta dan bodoh.

“Pak,” Panggil Adri, membuyarkan lamunannya, bahkan ia tidak menyadari sejak kapan bawahannya itu memasuki ruangan.

“Kenapa?”

“Pihak bengkel barusan menghubungi saya, mobil bapak sudah direparasi, sore nanti akan mereka bawakan.”

“Hmmm…” Raffan menjentikkan jari.

“Baik Pak.” Belum sempat Adri meninggalkan ruangannya, Raffan kembali memanggil saat ingatannya tertuju pada seseorang yang menyebabkan mobilnya ringsek.

“Tunggu, bagaimana dengan klaim asuransinya?”

“Semuanya sudah beres Pak, mobilnya tinggal dibawa pulang saja.”

“Yah sudah, kalau begitu biar saya saja yang kesana sore nanti,” ucap Raffan lagi, membuat Adri mengernyit bingung, tidak biasanya bosnya itu ingin mengurusi hal sekecil ini.

“Tunggu apa lagi, sana keluar.”

“Satu lagi Pak, siang ini bapak ada meeting dengan tim arsitek Resort & Hotel dengan tim MYP.”

“Iya.” ucapnya sambil mengangkat tangan dengan isyarat mengusir.

~

“What! Semahal ini?” Perempuan itu menatap ngeri kearah kertas yang di pegangnya, mata indahnya mengerjap berkali-kali. Lalu menatap pria dihadapannya dengan sorot tak percaya.

“Nggak percaya? Kamu bisa tanya secara langsung.” Ucap Raffan sambil mengedik, kini keduanya tengah berada di ruang tunggu salah satu bengkel supercar terbaik di ibu kota.

“Dua ratus tujuh puluh lima juta, yang benar saja…” Atisha menggeram frustrasi memegang kepalanya sambil menopang siku diatas meja.

“Mobil mas tercover asuransi kan?” Tanya Atisha, membuat Raffan terdiam beberapa saat sebelum berucap.

“Sayangnya tidak untuk mobil saya yang satu ini,” Bohongnya dengan santai.

“Saya nggak mungkin bisa bayar sebanyak itu, bisa-bisa separuh hidup saya dihabiskan hanya untu bekerja buat bayar ganti rugi mobil Mas,” Atisha meradang.

“Harusnya kamu memikirkan konsekuensinya saat berkendara dengan kecepatan tinggi saat rem mobil kamu mengalami disfungsi, bukan hanya menempatkan kamu dalam bahaya tetapi juga orang lain yang jadi korban.” Raffan bersedekap dada, menatap perempuan itu penasaran, entah mengapa perempuan dihadapannya tidak pernah lepas dengan masker.

“Saya benar-benar nggak tau kalau rem saya blong, lagian saya sangat buru-buru karena harus nanganin pasien di rumah sakit.” Atisha membela diri, sementara Raffan tak menyangka jika perempuan dihadapannya itu berprofesi sebagai seorang dokter.

“Kamu seorang dokter kan? Uang segitu mestinya nggak terlalu sulit untuk anda peroleh.” Atisha ingin sekali mencakar wajah pria itu saat mendengar penuturannya, nggak sulit bagaimana? pikirnya.

“Saya ini tulang punggung keluarga, nenek saya sedang dirawat akibat stroke butuh biaya yang tidak murah, saya juga harus menyiapkan dana untuk program pendidikan spesialis saya," Keluhnya sementara Raffan hanya terdiam, sedikit iba dengan perempuan dihadapannya, apalagi perempuan ini yang menolongnya semalam. Namun Raffan menggeleng pelan, ini kesempatannya. Lagi pula saat bersama dengan perempuan ini, ia sama sekali tak merasakan risih.

“Mbak belum menikah?” Tanya Raffan retorik, yang dibalas Atisha dengan gelengan pelan.

“Tolong deh mas saya hanya punya uang segini, dua puluh lima juta. ” Atisha mengeluarkan amplop dari dalam tasnya.

“Ya sudah begini saja, mbak nggak usah bayar biaya ganti rugi tapi dengan satu syarat …” pria itu menghela nafas, menatap intens manik mata perempuan dihadapannya.

“Apa syaratnya?” Perasaan Athisa sudah mulai tidak enak.

“Mbak harus mau jadi perempuan saya.” Raffan berucap seolah tanpa beban.

“Apa?!” Athisa berdiri mengambil ancang-ancang.

“Mbak harus bersedia menjadi pe… PLAKK!!!” Belum sempat Raffan menyelesaikan ucapannya, tamparan Atisha menyambutnya. Bunyi tamparan menggema di ruangan kaca itu, Tangan Atisha terasa panas dan kebas namun hatinya puas telah berhasi menampar pemuda tak tau diri dihadapannya, sementara beberpa karyawan yang menatap kearah mereka meringis.

“Kamu!” Raffan menatap ngeri perempuan dihadapannya, sambil meringis perih memegang pipinya.

“Kirim nomor rekening anda, saya akan cicil sisanya setiap bulan.” Perempuan itu berucap dengan sarat emosi, sebelum berjalan keluar meninggalkan Raffan. Atisha tak terima harga dirinya direndahkan hanya karena uang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status