Mendengar itu, mata Ilona terbelalak. "Apa maksudmu?"
Lelaki di depannya tersenyum menyeringai. "Tidurlah, istriku! Kamu pasti lelah sudah berpura-pura menjadi pengantin yang bahagia seharian ini." Usai mengatakan itu, Reinhard langsung memutar tubuhnya dan melangkah meninggalkan kamar itu. Seringai misterius tersungging di wajah tampannya ketika bertemu pandang dengan Ilona sebelum dirinya menutup pintu. Ilona yang lelah pun berusaha tidak peduli dengan apa pun yang dikatakan Reinhard. Perlahan, matanya pun terpejam. Ketika Ilona kembali membuka mata, ia masih sendirian di kamar itu. Tampaknya Reinhard memang tidak kembali ke kamar ini semalam. Itu malah bagus, Ilona sangat enggan berada di ranjang yang sama dengan lelaki itu. Jemari Ilona bergerak meraih ponselnya yang belum dirinya sentuh sejak kemarin. Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan muncullah Reinhard dari sana. Lelaki bersetelan kemeja hitam itu melangkah mendekati Ilona. Seulas senyum miring terlukis di bibirnya melihat Ilona berani mengabaikan kehadirannya. “Kita pulang sekarang! Kamu hanya memiliki waktu tiga puluh menit untuk bersiap-siap. Ada banyak urusan yang perlu aku kerjakan hari ini!” perintah Reinhard sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Ilona hanya berdeham pelan sebagai respons. Saat ini masih terlalu pagi untuk berdebat, toh dirinya memang ingin segera pergi dari tempat ini. Tak lupa ia membawa serta segala perlengkapan yang dibutuhkan sebelum memasuki toilet. Setelah Ilona keluar dari toilet, Reinhard langsung meminta wanita itu mengikuti langkahnya. Ia harus mengikuti langkah besar Reinhard sembari menyeret kopernya yang cukup berat. Jangan harap lelaki itu akan berbaik hati membantunya karena kemungkinan tersebut sangat mustahil terjadi. Koper itu hanya berisi semua barang-barang penting yang Ilona angkut dari rumah orang tuanya. Tidak semua barangnya muat di sana, tetapi Ilona sudah memilah mana saja barang yang lebih penting. Sebab, ia sangat malas mengemas barang-barangnya. “Aku ingin bertemu ibu dan kakakku dulu,” ucap Ilona pada Reinhard ketika keduanya sudah keluar dari kamar hotel. Ilona belum sempat mengobrol banyak dengan ibu dan kakaknya setelah memberitahu mereka tentang pernikahan dadakannya. Mereka pasti masih menunggu penjelasan darinya. Namun, Ilona tak sempat melakukan itu karena semalam Reinhard langsung menyeretnya. Ilona sampai tidak tahu di kamar mana ibu dan kakaknya menginap. Kemarin pikirannya sangat kalut hingga hanya fokus dengan dirinya sendiri. “Mereka sudah pergi sejak semalam. Ibu dan kakakmu tidak mau menginap di sini,” jawab Reinhard sebelum melangkah lebih dulu meninggalkan Ilona yang masih tercenung. “Harusnya aku menyempatkan berbicara dengan mereka kemarin,” gumam Ilona lesu. Ilona masih berdiri di tempat yang sama ketika Reinhard kembali. Lelaki itu tampak kesal karena Ilona telah membuang waktunya. Reinhard langsung menghampiri dan mengambil alih koper Ilona, lalu menarik wanita itu melangkah pergi dari sana. Ketika berada di tengah keramaian, sikap Reinhard berubah sedikit melunak. Sama seperti ketika berada di depan tamu undangan kemarin. Bahkan, lelaki itu melonggarkan cengkeramannya pada pergelangan tangan Ilona. Tak ada percakapan yang tercipta di antara mereka hingga keduanya sampai di mobil Reinhard. Salah seorang anak buah Reinhard yang tadi menangkap Ilona kembali datang. Pria itu membawa sesuatu yang langsung diberikan pada tuannya. “Ini yang Anda minta tadi, Tuan.” Reinhard langsung menerima bungkusan hitam itu dan membuka isinya. Seulas senyum puas tersinggung di bibirnya. Lelaki itu melirik Ilona sekilas seraya membuka bungkusan di tangannya. Kedua bola mata Ilona membulat sempurna melihat ponsel yang mirip dengan ponselnya berada di tangan Reinhard. Wanita itu segera mengecek tasnya dan ternyata benda pipih itu tidak ada di sana. Ilona tidak menyadari kapan ponselnya dicuri. “Kembalikan ponselku!” seru Ilona sembari merangsek maju untuk mengambil benda pipih itu dari tangan Reinhard. Dengan sigap, Reinhard menjauhkan ponsel itu dari jangkauan wanita di sampingnya. Ilona tidak menyerah, ia tetap berusaha menggapai benda pipih itu. Tiba-tiba, Reinhard mendorong tubuh Ilona, lalu membuka jendela mobil di sampingnya dan melempar ponsel Ilona keluar. “Kurang ajar! Apa yang kamu lakukan?!” bentak Ilona dengan wajah merah padam, napasnya berubah terengah. Amarahnya semakin memuncak, ia benar-benar murka saat ini. “Kamu tidak membutuhkannya lagi. Aku akan memberimu yang jauh lebih bagus,” pungkas Reinhard sembari memberi kode pada sopirnya untuk menyalakan mobil itu. Perjalanan menuju kediaman Reinhard memerlukan waktu cukup lama, belum lagi ditambah dengan kemacetan parah di sepanjang jalan. Beberapa saat berlalu ditemani rasa bosan yang melanda Ilona. Setelah nyaris satu jam terjebak di jalanan yang penuh sesak, akhirnya mobil itu tiba di area pelataran sebuah rumah mewah. Ilona terperangah melihat taman indah yang menghiasi halaman rumah Reinhard. Rumah itu memiliki halaman yang cukup luas dan terawat. Berbagai jenis tanaman hias ada di sana. Bahkan, ada sebuah air mancur kecil yang menyatu dengan kolam ikan. Rumah ini terlihat sangat indah dan nyaman, sayangnya Ilona tetap menganggapnya sebagai neraka yang akan membuatnya tersiksa. Di balik tempat yang sangat memanjakan mata ini, sang pemilik sudah menyiapkan segala bentuk kesengsaraan untuk Ilona. “Apa lagi yang kamu tunggu? Cepat turun!” perintah Reinhard ketika mobilnya telah terparkir di depan rumah. Lelaki itu lebih dulu turun dan menunggu Ilona ikut turun juga dengan ekspresi tak sabar. Ilona mendengus kesal seraya membuka pintu mobil di sampingnya dan bergegas mengikuti langkah Reinhard. Kali ini Reinhard tidak mencekal lengannya lagi, tetapi berjalan di depannya. Ilona tak bisa menahan decak kagumnya saat melihat interior mewah yang menghiasi sekeliling ruangan di dalam rumah itu. Namun, suasananya begitu sepi, seolah tak berpenghuni. Padahal ia mengira rumah semewah ini akan dipenuhi oleh pelayan yang berlalu lalang. Ilona terus mengikuti langkah Reinhard hingga keduanya tiba di lantai dua rumah ini. Suasananya masih sama, sangat sepi tanpa ada satu pun orang yang melintas. Berbeda dengan lantai satu yang di dominasi ruangan besar, di sini lebih banyak pintu yang tertutup rapat. Meskipun pernah menjalin kasih dengan Reinhard di masa lalu, Ilona belum pernah menginjakkan kaki di rumah ini. Ia pun tak pernah bermimpi akan menginjakkan kaki di rumah ini. Reinhard menghentikan langkah tepat di depan salah satu ruangan, kemudian membuka pintunya. “Bersihkan kamar ini sekarang!” perintahnya sembari menoleh ke arah Ilona yang berdiri di belakangnya. Ilona spontan menghentikan langkahnya dengan kening berkerut. Sepersekian detik kemudian, ekspresinya langsung berubah. Wajah wanita itu menjadi merah padam karena menahan kesal. “Kamu pikir aku ini pelayanmu yang bisa kamu perintah sesuka hati?” “Kamu tidak bisa terus menerus bersikap seenaknya padaku!” geram wanita itu seraya memacu langkah ke arah Reinhard dengan kedua tangan yang mengepal sempurna di sisi tubuhnya. Ilona melirik bagian dalam dari kamar itu. Furniturnya memang lengkap, sama seperti kamar tidur pada umumnya. Tetapi, ruangan itu berantakan sekali. Ada banyak kardus yang berserakan di setiap sudut ruangan ditambah lagi debu tebal yang menempel di mana-mana. “Hari ini aku mengizinkan beberapa pelayan mengambil cuti. Jadi, kamu bisa membersihkan kamarmu sendiri. Ingat, aku menjadikanmu istri bukan untuk memperlakukan dirimu seperti ratu di dalam istana,” tutur Reinhard sembari menyandarkan tubuhnya di tembok.Ancaman yang Reinhard lontarkan berhasil membuat Ilona tak memberontak lagi. Terpaksa ia pasrah saja membiarkan Reinhard menyetel video menjijikkan tersebut. Namun, sebisa mungkin dirinya melihat ke arah lain. Reinhard benar-benar gila sampai mempertontonkan video seperti ini padanya. Dari video yang Reinhard tunjukkan itu, sekilas Ilona melihat sosok Merisa yang sedang melakukan ‘sesuatu’ dengan seorang lelaki. Tentu saja lelaki yang ada dalam video tersebut bukanlah Reinhard. Sosok itu tampak asing, namun kalau tidak salah lelaki itu adalah salah satu aktor pendatang baru yang pernah ia lihat di televisi. Entah apa maksud Reinhard menunjukkan video seperti itu sebenarnya. Ilona ingin menyumpahi lelaki itu dalam hati. Namun, ia ingat kalau dirinya sedang hamil saat ini. Katanya tidak baik menyumpahi orang saat dalam keadaan hamil. Alhasil, Ilona hanya bisa menahan kesal hingga video berdurasi cukup lama itu selesai diputar. “Sudah puas?! Sekarang aku i
Tidur lelap Ilona terusik karena merasa tubuhnya terguncang. Matanya kembali terbuka bersamaan dengan Reinhard menurunkan tubuhnya di atas ranjang. Tatapan keduanya terkunci selama beberapa saat. Kalau bukan karena terdengar suara ketukan dari luar, mungkin mereka akan bertahan dengan posisi yang sama lebih lama. Reinhard kembali membawa Ilona ke rumahnya. Padahal Ilona benar-benar tak ingin lagi tinggal di rumah ini. Ilona akan jauh lebih senang jika Reinhard membawanya ke rumah yang ditempati ibu dan kakak tirinya. Walaupun di sana ia juga kurang nyaman, lebih baik tinggal di sana daripada di rumah ini. Setelah menyelimuti Ilona sebatas dada, Reinhard segera menegakkan tubuhnya, kemudian melangkah mundur. “Masuk!” sahutnya seraya berjalan memutari ranjang dan menempati sisi yang kosong di samping Ilona. Dua orang pelayan yang masing-masing membawa menu makanan lengkap memasuki kamar Ilona. Kantuk Ilona langsung hilang seketika melihat banyaknya makana
PLAK!Ilona menampar Reinhard dengan sisa tenaga yang wanita itu miliki. Andai tubuhnya tidak selemah ini, ia pasti bisa menampar Reinhard lebih kuat lagi. Dari semua orang yang mengetahui kondisinya sekarang, hanya lelaki ini yang tega berkata seperti itu. Bahkan, Reinhard mengatakan kata-kata itu dengan begitu santai. Deru napas Ilona berubah memburu, wajahnya merah padam. Setetes air mata meluncur dari sudut matanya dan wanita itu langsung menghapusnya secara kasar. “Kalau kamu ingin aku menggugurkan anak ini, lebih baik sekarang kamu pergi! Aku lebih tahu yang terbaik untuk diriku sendiri!”Selama ini Ilona berpikir jika Reinhard akan bersikap sama seperti dulu. Reinhard selalu mengatakan kalau ia tidak boleh menyakiti darah daging lelaki itu. Namun, sekarang Reinhard begitu mudah menyarankan dirinya untuk mengikuti saran dokter itu. Secara tidak langsung, Reinhard mengatakan kalau dia tidak membutuhkan apalagi menginginkan janin yang bersem
Amarah masih terpampang jelas di wajah Reinhard yang merah padam. Beberapa luka lebam membekas di wajahnya, namun tidak ada niatan untuk mengobati luka-luka tersebut. Hanya untuk kali ini saja, lelaki itu membiarkan seseorang yang membuat wajahnya babak belur bernapas bebas. Setelah memberitahukan kehamilan Ilona, Adrian kembali memberikan beberapa pukulan di wajahnya. Lelaki yang pernah menghancurkan hidup adiknya itu menceritakan apa yang terjadi pada Ilona saat ini. Tentang berapa besar resiko dari kehamilan Ilona ini. Ia juga sudah bertemu dengan dokter yang menangani Ilona. Pendarahan yang Ilona alami sudah berhenti sebelum Reinhard datang. Saat lelaki itu datang, Ilona sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda wanita itu akan sadarkan diri. Meskipun begitu, menurut dokter yang menangani Ilona, wanita itu dan janinnya baik-baik saja. “Kamu berhutang penjelasan padaku,” ucap Reinhard berbisik. Kedua
[“Ilona! Apa yang terjadi?! Ilona! Bangun! Ya ampun ... darah.”]Adrian yang masih menunggu respon Ilona atas pertanyaannya semakin panik mendengar suara lain yang tiba-tiba terdengar dari ponsel adiknya. Ditambah lagi kalimat-kalimat yang wanita itu lontarkan membuatnya mulai berpikir negatif. Lelaki itu berusaha mengingat pemilik suara ini sebelum kembali berseru. “Vania, apa yang terjadi pada Ilona? Apa maksud perkataanmu barusan?!” cerca Adrian dengan suara lebih lantang, berharap wanita di seberang sana mendengar suaranya. Ia abaikan tatapan penuh tanya dari beberapa rekannya. “Vania! Katakan apa yang terjadi?! Darah siapa yang kamu maksud barusan?”Cukup lama hanya deru napas seseorang yang terdengar sebelum suara putus-putus Vania menyahuti cercaan Adrian. [“A-aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat aku datang Ilona sudah seperti ini, dia pingsan. Ada darah cukup banyak mengalir dari kakinya.”]Adrian terbelalak. “Minta bantuan pada siapa pu
Ilona yang sedang berkutat dengan ponselnya langsung menegang mendengar suara itu. Selama beberapa saat, wanita itu hanya bergeming dan tidak berani mengangkat kepalanya. Ia khawatir ini hanya bagian dari imajinasinya saja karena terlalu merindukan seseorang yang seharusnya dirinya lupakan. Kalau bukan karena kedatangan pramusaji yang mengantarkan makanannya, pasti Ilona akan bertahan di posisi tersebut lebih lama lagi. Terpaksa wanita itu mengangkat kepalanya sembari membantu pramusaji itu menata makanan di mejanya. Saat itu juga tak sengaja Ilona bertemu pandang dengan seseorang yang sedari tadi duduk di hadapannya. Hanya beberapa detik saja sebelum ia kembali melongos, seolah-olah tidak mengenali orang itu. Ketenangan di wajahnya berbanding terbalik dengan jantungnya yang sudah bertalu-talu di dalam sana. “Biar aku tebak, kamu pasti sedang gugup, ‘kan? Sampai tidak berani menatapku. Atau malah kamu sedang merindukan aku sekarang? Katakan saja yang se