"Dek, Aira itu orangnya seperti apa?" tanya Tio kembali membuat Farra mendongak dan mengingat sikap Aira."Aira baik, penyayang, setia tapi kalo udah marah susah Mas." "Maksud kamu susah seperti apa?" lanjut Tio."Kalo Aira marah itu tandanya dia udah nggak suka dan susah bujukinnya. Gini Mas misalnya aku sama Aira udah lama sahabatan, Aira itu susah buat marah.Tapi sekalinya marah itu bisa nggak mau ngeliat aku lagi, gitu loh Mas di bilang egois ya gitu 'lah Mas.Dan yang aku kenal Aira itu bukan tipe cewek yang bergantung pada cowok." lanjut Farra membuat Tio mangut."Evan itu adalah cowok paling egois yang pernah Mas kenal, walaupun dia sahabat Mas dari kecil ya tetap aja sifat egoisnya nggak ilang," terang Tio."Mas kata Ibu kita tunangan dulu, gimana menurut Mas?" tanya Farra mengalihkan pembicaraan membuat Tio langsung mengangkat alisnya sebelah."Kalo Mas jangan dulu Dek, Mas maunya kita langsung nikah aja tunggu keadaan membaik," jawab Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."
Sekitar satu jam Aira tertidur tiba-tiba ia menggeliat, ia merasa perutnya berat.Saat ia membuka matanya, ia langsung kaget melihat Evan tidur sambil memeluknya."Malah ikutan tidur," gumam Aira pelan lalu ia duduk bersandar ke tembok karena merasa bosan.Ia mengambil ponselnya dan menonton drama Korea kesukaannya.Beberapa menit kemudian, Evan terbangun ia melihat Aira sedang duduk meringkuk seperti orang kedinginan sambil menonton.Evan langsung duduk di samping Aira matanya melirik apa yang sedang di tonton istrinya.Begitu Evan melihatnya bertepatan dengan adegan kiss romantis yang biasa ada di drama Korea.Aira yang melihat itu langsung melirik Evan dan membalikkan ponselnya.Evan hanya tersenyum lalu menggeleng, samar-samar mereka mendengar suara adzan, Aira langsung mematikan ponselnya."Udah dzuhur juga belum dibukain beneran di sengaja ih," Aira berdecak kesal.Evan yang melihat Aira sudah bosan langsung berdiri mencari jalan keluar. Ia membuka jendela dan melihat ke bawah t
Di sela-sela makan, Evan memperhatikan Aira kemudian ia teringat sesuatu."Ai," panggil Evan membuat Aira langsung melihat Evan."Kenapa?" tanya Aira, Evan bingung harus bagaimana mengatakannya. Ia menggaruk alisnya lalu menatap Aira."Kira-kira kalo kita jangan pake panggilan saya lagi, gimana menurut kamu?" tanya Evan membuat Aira menyergit. "Maksudnya?" tanya Aira bingung."Ya secara 'kan, Tio sama Farra juga udah tau kalo kita udah nikah.Sekalian untuk jaga-jaga takutnya ntar di depan orang tua kita keceplosan manggil gitu." terang Evan membuat Aira langsung berfikir."Ya udah, emang mau panggilan apa?" lanjut Aira membuat Evan diam dan berfikir."Gimana kalo saya-kamu atau aku-kamu?" tanya Evan membuat Aira menyergit."Kalo aku mah gampang Kak lagian 'kan biasanya manggil Kakak juga,.Kakak sendiri gimana bisa nggak pake panggilan itu?" Aira balik bertanya membuat Evan langsung kesal."Ya bisalah," kesal Evan membuat Aira menggedikkan bahunya."Kali aja, 'kan orang kayak Kakak b
Setelah makan batagor sampai kenyang. Aira mulai menguap, lalu menyandarkan kepalanya.Sedangkan Evan yang masih mengemudi kesal karena jalanan begitu macet. Sekitar jam 10 malam, akhirnya mereka sampai Evan menoleh ke samping ia tersenyum melihat Aira sudah tidur.Tanpa membuang waktu Evan langsung turun membuka pintu rumah dan pintu kamarnya.kemudian Evan kembali lagi ke mobil, ia menggendong Aira membawanya ke kamarnya, lalu ia merebahkan tubuh Aira di ranjang. Saat evan hendak merebahkan Aira ke ranjang. Tiba-tiba Aira menggeliat membuat Evan hilang keseimbangan dan akhirnya Evan jatuh menindihnya."Akh ...," ringis Aira karena merasa sakit di timpa Evan.Perlahan ia membuka matanya, ia langsung terbelalak mendapati Evan di atasnya."Awas Kak berat tau," kesal Aira sambil mendorong dada Evan. Seketika Evan sadar, ia langsung berdiri di ikuti dengan Aira duduk.Ia bangkit dari ranjang hendak mengambil tasnya, Evan yang melihat itu langsung menyergit."Mau kemana?" tanya Evan mel
Sore hari; Aira sedang manyapu halaman dan menyirami kebun Evan di belakang rumahnya."Perasaan Kak Evan itu orangnya jutek, diem dan jaim. Tapi kok bisa ya tangannya ramah banget sama sayuran, nih sampe seger-seger begini.Aku panen aja kali ya, sayang banget pada busuk," ucap Aira saat ia sedang menyirami kebun Evan.Disisi lain, Evan yang baru saja sampai langsung memarkirkan mobilnya.Baru saja Evan keluar dari mobil ia langsung heran melihat halaman bersih dan basah.'Siapa yang bersihin sama nyiram halaman ini? Masa sih Aira yang ngerjain?' batin Evan lalu ia bergegas ke rumah kecil Aira."Aira," panggil Evan sambil mengetuk pintunya. Aira yang sedang memetik sayuran, samar-samar mendengar namanya dipanggil."Di belakang," sahut Aira keras membuat Evan langsung bergegas ke belakang rumahnya.Dari kejauhan Evan melihat Aira yang begitu serius memetik semua kebunnya."Mau diapain itu segitu banyak? Mau jualan di pasar?" tanya Evan membuat Aira langsung berbalik."Dimasak 'lah,"
Malam hari; Aira sudah rapi dan sekarang ia sedang memandangi dirinya di depan cermin. Dengan balutan gamis biru muda dan juga pashmina."Aku ngapain sih dandan sampe gini banget. Palingan cuma akal-akalan Kak Evan biar aku baikan sama dia huh," ucapnya lalu ia menghembuskan nafas kasar.Tok! Tok! Tok!Terdengar suara pintu diketuk, Aira langsung membukanya tidak lupa ia mengubah ekspresinya menjadi jutek.Begitu Evan melihat Aira pandangannya langsung tidak bisa di alihkan dari wajah Aira."Kak, ini mau pergi atau nggak sih?" tanya Aira membuyarkan lamuanan Evan."I--iya yuk berangkat," ajak Evan, lalu menyodorkan tangannya berharap Aira mau memegang tangan Evan. Namun, hasilnya nihil Aira malah pergi begitu saja tanpa menghiraukan Evan.Sedangkan Evan langsung menurunkan tangannya kembali lalu menyusul Aira yang sudah masuk ke dalam mobil.Begitu Evan masuk ia manatap Aira tapi tidak dengan Aira. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil. Tanpa membuang waktu Evan langsun
Seminggu kemudian Aira benar-benar menghindari Evan. Walaupun Evan berusaha untuk mendekati Aira namun hasilnya nihil.Hari ini Evan sedang di kantor, ia menyandarkan kepalanya ke kursi sambil memejamkan matanya mengingat Aira.Tiba-tiba saja Tio masuk lalu menggebrak meja membuat Evan kaget lalu membuka matanya."Apaan sih? Datang-datang main gebrak," kesal Evan namun Tio menatap dengan penuh selidik."Lu kenapa?" lanjut Evan lagi. "Nih, surat pemindahan Aira sama Farra sudah selesai dan sudah di setujui," jawab Tio lalu menyodorkan surat itu ke depan Evan.Evan tersenyum melihat surat itu begitu ia hendak meraihnya, Tio langsung menariknya kembali membuat Evan kesal. "Sini nggak," kesal Evan."Sebelum gua kasih lu surat ini, gua mau tanya apa tujuan lu mindahin mereka berdua?Gua nggak bisa Van, terus-terusan bohong. Asal lu tau Farra juga sering curiga sama gua tapi mau gimana demi lu, gua ikutan bohong," ucap Tio panjang lebar membuat Evan menghela nafas kasar."Oke, lu tau 'kan s
Pagi hari; Evan sudah siap berangkat ke kantor. Sedangkan Aira dari jam 5 subuh tadi ia sudah kembali ke kamar samping.Aira juga sudah siap untuk ngajar, sekarang ia sedang berjalan menuju pagar, tapi Aira bingung kenapa mobil Evan sudah menyala sepagi ini.Tiba-tiba saja kaca mobil terbuka menampakkan Evan yang sudah rapi."Kamu udah siap?" tanya Evan. "Maksudnya?" tanya Aira balik."Masuk," suruh Evan, tapi Aira malah menggeleng."Cepetan saya buru-buru, nanti saya telat lagi," lanjut Evan membuat Aira mau tidak mau masuk ke dalam mobil."Kamu ngajar kemana? Masih dia sekolah lama atau udah di yayasan yang baru?" tanya Evan pura-pura tidak tahu."Ke yayasan yang baru Kak," jawab Aira membuat Evan mangut-mangut."Alamatnya dimana?" lanjut Evan, mendengar itu Aira langsung mengambil ponselnya dan menunjukkannya pada Evan."Benarkah itu alamatnya?" tanya Evan lagi."Iya Kak, ini alamatnya," jawab Aira membuat Evan pura-pura kaget."Wah … kebetulan banget ya, kantor saya juga tidak jau