Disisi lain, di rumah orang tua Aira sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk acara nanti malam. Andi dan Naya juga ikut membantu walaupun cuma di dalam rumah."Nggak usah capek-capek banget Naya, nanti malam 'kan mau akad," nasehat Umi membuat Andi menoleh sekilas lalu tersenyum."Iya Umi, Naya nggak capek-capek kok," jawab Naya sopan."O iya Umi, karpet tebalnya masih ada nggak?" tanya Naya membuat Umi sejenak berpikir lalu mengangguk."Ada, di kamar paling belakang dekat gudang coba kamu lihat kesana ya," suruh Umi membuat Naya tersenyum lalu mengangguk kemudian ia melangkah menuju kamar belakang."Nanti malam, Abang udah resmi dah ini jadi seorang iman, seorang suami untuk seorang istri," goda Umi membuat Andi yang sedang menarik sofa langsung berhenti."Iya Umi doain Abang ya supaya amanah. Eh tapi Mi, si Aira sama Evan kok nggak datang sih?" tanya Andi membuat Uminya langsung geleng-geleng."Malam aja mereka datangnya, kalo sekarang Aira datang alamat nggak siap dah semua
***Pagi hari Naya bangun terlebih dahulu, ia bergegas masuk ke kamar mandi.10 menit kemudian ia keluar, Naya mendekati Andi lalu ia duduk di tepi ranjang."Mas," panggil Naya lembut sambil menggoyangkan lengan Andi, sedangkan Andi mulai menggeliat."Jangan ganggu deh, Aira," ucap Andi membuat Naya terkekeh, bagaimana bisa Andi mengiranya sebagai Aira."Mas ...," lanjut Naya, sekarang ia mendekatkan wajahnya ke wajah Andi. Perlahan Andi membuka matanya, detik kemudian matanya langsung terbelalak, ia langsung mengucek-uceknya matanya."Mas lupa ya kalo udah punya istri," ucap Naya membuat Andi langsung menepuk jidatnya pelan lalu ia tersenyum.Melihat Andi tersenyum Naya mulai menjauhkan tubuhnya, tapi tangan Andi buru-buru menahannya."Kenapa, Mas?" tanya Naya membuat Andi sejenak berfikir."Morning kissnya mana," jawab Andi membuat Naya langsung blushing."Ih ... Mas," ucapnya malu sambil mencubit perut Andi pelan, Andi malah terkekeh melihat ekspresi Naya."Kita belum ngapa-ngapai
Malam hari, Tio dan Farra sedang sedang makan malam. Tiba-tiba saja Farra mual mencium wangi bawang yang tadi sore ia goreng."Huek ...," Farra menutup mulutnya lalu berlari ke wastafel membuat Tio kaget, ia langsung berdiri menghampiri Farrra."Kamu kenapa sayang?" tanya Tio saat Farra sudah selesai mencuci mulutnya."Tolong buang bawang goreng itu Mas," pinta Farra."Kok dibuang? Kenapa? Udah basi?" tanya Tio bingung. "Nggak Mas, cuma aku nggak tahan aja nyium baunya buat mual," jawab Farra. Tio langsung mengangguk lalu membuang bawang goreng tersebut."Udah Mas buang eh tapi kamu udah halangan belum bulan ini?" tanya Tio membuat Farra sejenak berpikir lalu menggeleng."Belum Mas, udah telat seminggu," jawab Farra."Jangan-jangan ...," ucap mereka bersamaan, Farra langsung memeluk Tio membuat Tio ikutan tersenyum."Jangan terlalu senang dulu kan kita belum cek. Em ... Gimana kalo kita ke super market dulu beli test pack," ajak Tio yang dibalas anggukan oleh Farra.Disisi lain, Evan
Farra menarik Tio untuk duduk di kursi, lalu mengobati luka suaminya itu.Tidak ada suara dari Farra ia hanya fokus mengobati tangan Tio. Sedangkan Tio, ia memperhatikan wajah Farra yang begitu dekat dengan wajahnya.Tidak tahan didiamkan oleh Farra, Tio langsung menarik tengkuk Farra lalu mencium bibirnya sekilas. Sedangkan Farra yang kaget dengan itu, buru-buru menjauhkan wajahnya dari Tio."Nggak udah ikut masak lagi," ucap Farra sekilas, lalu ia berdiri meninggalkan Tio di meja makan.Tio hanya bisa diam sambil memperhatikan punggung Farra yang mulai menjauh. Mama yang baru saja keluar dari kamar langsung menghampiri Tio yang sedang duduk."Nak Tio ngapain disini?" tanya Mama, detik kemudian Mama melihat tangan Tio."Loh ... itu tangannya kenapa? Farra!" tanya Mama panik lalu memanggil Farra."Iya Ma," sahut Farra berbalik melihat Mama yang didekat Tio."Ini tangan suami kamu kenapa? Kamu suruh masak ya?" tanya Mama membuat Tio tersenyum."Nggak Ma tadi Tio yang ikut-ikutan, Farra
Siang hari Aira sudah pulang ngajar, ia langsung menuju kantor Evan. Begitu sampai ia berpapasan dengan Ayah mertuanya."Ayah," panggil Aira saat melihat Ayahnya hendak masuk, Ayah langsung berhenti lalu berbalik."Eh menantu Ayah, udah selesai ngajarnya?" tanya Ayah saat melihat Aira."Udah Yah," jawab Aira lalu menyalam tangan Ayah."Yuk kita masuk, Evan di ruangannya kayaknya." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Aira.Begitu sampai di depan ruangan Evan, Ayah buru-buru meninggalkan Aira karena mendapat telpon Aira hanya tersenyum melihatnya.Detik kemudian Aira melihat ke ruangan Evan ada beberapa karyawan di dalam."Lagi rapat penting kali ya? Ya udah deh nggak usah masuk dulu, tapi aku kemana Kak Naya nggak dateng?" gumam Aira lalu ia berjalan menuju lift.Dari dalam ruangan, Samar-samar Evan melihat Aira melintas dari depan pintu ruangannya."Oke itu dulu yang kalian kerjain, silahkan keluar. Saya ada keperluan sedikit," ucap Evan buru-buru.Kemudian si berlari keluar terlebih
***Sebulan kemudian, saat Aira hendak sholat tiba-tiba ia merasa perutnya sakit, ia langsung memegangi perutnya."K--kak," panggilnya sambil satu tangannya memegangi sisi ranjang.Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kaget melihat Aira kesakitan dengan segera ia berlari mendekati istrinya tersebut."Kenapa sayang? Ka--kamu mau melahirkan?" tanya Evan panik sambil memegangi Aira yang meringis."Oke-oke aku buka pintu dulu sabar, sabar," ucap Evan menenangkan Aira, lalu ia berlari membuka pintu dan pintu mobil kemudian ia kembali berlari ke dalam."Sini saya gendong," lanjut Evan lalu ia dengan sekuat tenaga menggendong Aira yang masih meringis. Kemudian ia mendudukkan Aira di dalam mobil."Kamu sabar ya sayang, kita ke rumah sakit," ucap Evan tak henti-hentinya melihat Aira. Sedangkan Aira sama sekali tidak menjawab pertanyaan suaminya itu yang ia tahu sekarang perutnya sangat sakit."Kak ... Hiks," ringis Aira membuat Evan tidak tega."Sabar sayang, dikit lagi sampai,
Cukup lama ia menyaksikan keduanya, membuat Aira mulai bosan terus memejamkan matanya.[Halo Van, kamu diamana?] tanya Ayah yang sedang telponan dengan anaknya.[O iya iya, kalo gitu Ayah sama ibu sarapan ke bawah dulu ya cepat naik] jawab Ayah, Aira hanya bisa mendengar percakapan itu."Ayok sayang kita sarapan dulu, Evan udah mau nyampe." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Ibu. Setelah melihat keduanya keluar Aira langsung menghembuskan nafas lega, lalu membuka matanya lebar-lebar."Huh ... akhirnya, capek juga ya pura-pura pingsan." gumamnya lalu matanya kembali menoleh ke arah bayinya. Detik kemudian bibirnya tersenyum melihat bayinya juga sudah bangun.Aira berusaha duduk pelan-pelan menggunakan tangannya untuk menahan tubuhnya supaya bersandar ke sisi ranjang."Ih ... anak Bunda udah bangun," panggil Aira sambil melambaikan tangannya saat melihat bayinya bergerak-gerak."Bunda pengen banget gendong kamu sayang," gumam Aira sambil manatap putrinya itu.Disisi lain yang Evan bar
Sampai di rumah, Farra langsung turun dan berlari masuk ke rumah. Di ambang pintu ia melihat Tio sedang duduk menyadarkan tubuhnya ke sisi sofa sambil memejamkan matanya.Perlahan Farra mendekatinya, ia melihat satu kaki Bayu celananya di lipat hingga ke lutut. Farra duduk disampingnya suaminya tersebut lalu tangannya terulur memegang tangan Tio."Mas," panggil Farra lembut membuat Tio membuka matanya, lalu menoleh ke samping."Kamu udah pulang sayang," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."Mas kecelakaan dimana? Kok bisa kecelakaan? Kata tukang urutnya Mas kenapa?" cecar Farra sambil air matanya mulai menggenang. Tio yang mendengar itu langsung tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap wajah Farra."Jangan nangis nggak apa-apa kok, tadi aku sama Dian buru-buru mau ngambil berkas ke perusahaan lain. Jadi naik motor biar cepat, tapi itulah nasib kami tabrakan. Mas kakinya keseleo tapi Dian nggak kenapa-kenapa," terang Tio membuat Farra menangis."Harusnya aku nungguin Mas dulu t