Setelah makan batagor sampai kenyang. Aira mulai menguap, lalu menyandarkan kepalanya.Sedangkan Evan yang masih mengemudi kesal karena jalanan begitu macet. Sekitar jam 10 malam, akhirnya mereka sampai Evan menoleh ke samping ia tersenyum melihat Aira sudah tidur.Tanpa membuang waktu Evan langsung turun membuka pintu rumah dan pintu kamarnya.kemudian Evan kembali lagi ke mobil, ia menggendong Aira membawanya ke kamarnya, lalu ia merebahkan tubuh Aira di ranjang. Saat evan hendak merebahkan Aira ke ranjang. Tiba-tiba Aira menggeliat membuat Evan hilang keseimbangan dan akhirnya Evan jatuh menindihnya."Akh ...," ringis Aira karena merasa sakit di timpa Evan.Perlahan ia membuka matanya, ia langsung terbelalak mendapati Evan di atasnya."Awas Kak berat tau," kesal Aira sambil mendorong dada Evan. Seketika Evan sadar, ia langsung berdiri di ikuti dengan Aira duduk.Ia bangkit dari ranjang hendak mengambil tasnya, Evan yang melihat itu langsung menyergit."Mau kemana?" tanya Evan mel
Sore hari; Aira sedang manyapu halaman dan menyirami kebun Evan di belakang rumahnya."Perasaan Kak Evan itu orangnya jutek, diem dan jaim. Tapi kok bisa ya tangannya ramah banget sama sayuran, nih sampe seger-seger begini.Aku panen aja kali ya, sayang banget pada busuk," ucap Aira saat ia sedang menyirami kebun Evan.Disisi lain, Evan yang baru saja sampai langsung memarkirkan mobilnya.Baru saja Evan keluar dari mobil ia langsung heran melihat halaman bersih dan basah.'Siapa yang bersihin sama nyiram halaman ini? Masa sih Aira yang ngerjain?' batin Evan lalu ia bergegas ke rumah kecil Aira."Aira," panggil Evan sambil mengetuk pintunya. Aira yang sedang memetik sayuran, samar-samar mendengar namanya dipanggil."Di belakang," sahut Aira keras membuat Evan langsung bergegas ke belakang rumahnya.Dari kejauhan Evan melihat Aira yang begitu serius memetik semua kebunnya."Mau diapain itu segitu banyak? Mau jualan di pasar?" tanya Evan membuat Aira langsung berbalik."Dimasak 'lah,"
Malam hari; Aira sudah rapi dan sekarang ia sedang memandangi dirinya di depan cermin. Dengan balutan gamis biru muda dan juga pashmina."Aku ngapain sih dandan sampe gini banget. Palingan cuma akal-akalan Kak Evan biar aku baikan sama dia huh," ucapnya lalu ia menghembuskan nafas kasar.Tok! Tok! Tok!Terdengar suara pintu diketuk, Aira langsung membukanya tidak lupa ia mengubah ekspresinya menjadi jutek.Begitu Evan melihat Aira pandangannya langsung tidak bisa di alihkan dari wajah Aira."Kak, ini mau pergi atau nggak sih?" tanya Aira membuyarkan lamuanan Evan."I--iya yuk berangkat," ajak Evan, lalu menyodorkan tangannya berharap Aira mau memegang tangan Evan. Namun, hasilnya nihil Aira malah pergi begitu saja tanpa menghiraukan Evan.Sedangkan Evan langsung menurunkan tangannya kembali lalu menyusul Aira yang sudah masuk ke dalam mobil.Begitu Evan masuk ia manatap Aira tapi tidak dengan Aira. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil. Tanpa membuang waktu Evan langsun
Seminggu kemudian Aira benar-benar menghindari Evan. Walaupun Evan berusaha untuk mendekati Aira namun hasilnya nihil.Hari ini Evan sedang di kantor, ia menyandarkan kepalanya ke kursi sambil memejamkan matanya mengingat Aira.Tiba-tiba saja Tio masuk lalu menggebrak meja membuat Evan kaget lalu membuka matanya."Apaan sih? Datang-datang main gebrak," kesal Evan namun Tio menatap dengan penuh selidik."Lu kenapa?" lanjut Evan lagi. "Nih, surat pemindahan Aira sama Farra sudah selesai dan sudah di setujui," jawab Tio lalu menyodorkan surat itu ke depan Evan.Evan tersenyum melihat surat itu begitu ia hendak meraihnya, Tio langsung menariknya kembali membuat Evan kesal. "Sini nggak," kesal Evan."Sebelum gua kasih lu surat ini, gua mau tanya apa tujuan lu mindahin mereka berdua?Gua nggak bisa Van, terus-terusan bohong. Asal lu tau Farra juga sering curiga sama gua tapi mau gimana demi lu, gua ikutan bohong," ucap Tio panjang lebar membuat Evan menghela nafas kasar."Oke, lu tau 'kan s
Pagi hari; Evan sudah siap berangkat ke kantor. Sedangkan Aira dari jam 5 subuh tadi ia sudah kembali ke kamar samping.Aira juga sudah siap untuk ngajar, sekarang ia sedang berjalan menuju pagar, tapi Aira bingung kenapa mobil Evan sudah menyala sepagi ini.Tiba-tiba saja kaca mobil terbuka menampakkan Evan yang sudah rapi."Kamu udah siap?" tanya Evan. "Maksudnya?" tanya Aira balik."Masuk," suruh Evan, tapi Aira malah menggeleng."Cepetan saya buru-buru, nanti saya telat lagi," lanjut Evan membuat Aira mau tidak mau masuk ke dalam mobil."Kamu ngajar kemana? Masih dia sekolah lama atau udah di yayasan yang baru?" tanya Evan pura-pura tidak tahu."Ke yayasan yang baru Kak," jawab Aira membuat Evan mangut-mangut."Alamatnya dimana?" lanjut Evan, mendengar itu Aira langsung mengambil ponselnya dan menunjukkannya pada Evan."Benarkah itu alamatnya?" tanya Evan lagi."Iya Kak, ini alamatnya," jawab Aira membuat Evan pura-pura kaget."Wah … kebetulan banget ya, kantor saya juga tidak jau
Dadanya semakin sakit, bahkan rasanya sekarang malah susah bernafas."Kamu kenapa nangis? Mau kemana? Kenapa bawa koper?" Evan langsung mencecar Aira dengan pertanyaan bertubi."Ceraikan aku Kak," lirih Aira membuat Evan langsung kaget bukan main."Maksud kamu apa? Kamu kenapa?" tanya Evan semakin bingung. Evan berusaha menangkup wajah Aira, namun langsung di tepis kasar olehnya."Apa aku dimata Kakak?" tanya Aira dengan tegas membuat Evan kaget dan langsung membisu.Melihat itu, Aira langsung mengambil foto tersebut lalu menunjukkannya tepat diwajah Evan, lalu ia membuka kembali surat tersebut dan menunjukkannya pada Evan.Evan kaget melihat fotonya bersama Nindy sekarang ada di tangan Aira."Kamu dapat dimana?" tanya Evan hati-hati."Aku yang salah wajar jika Kakak tidak mau mengakui ku sejak awal-" "Ai maksud saya bukan begitu," potong Evan."Serendah ini 'kah aku dimata Kakak? Seperti pelakor atau jalang 'kah?" lanjut Aira lagi, dengan cepat Evan menggeleng."Aira dengar-" "Cukup
Sambil menggeliat, Aira perlahan membuka matanya membuat Evan yang sedang sembunyi semakin deg-degan. Aira meraba keningnya karena merasa ada air."Kamar Farra bocor, ya," ucapnya sambil melihat tangannya ada air.Tanpa membuang waktu Aira bangkit untuk mencari Farra, begitu ia keluar dari kamar, ia melihat pintu depan terbuka."Ngapain Farra di luar? Masa ada tamu malam-malam gini, sih," lanjutnya lalu berjalan ke pintu depan.Disisi lain, Evan langsung menghela nafas lega setalah melihat Aira keluar, lalu melihat jalan keluar selain dari pintu.'Masa gua dari jendela sih, yang benar saja,' batin Evan sambil membuka jendela pelan-pelan.'Tapi nggak apa-apa yang penting nggak ketahuan,' lanjutnya lalu ia melompat dari jendela.Sampai di depan, Aira melihat Farra dan Tio sedang ngobrol, ia langsung memutar mata malas."Pantes," gumamnya membuat keduanya kaget melihat Aira."A--Aira kamu bangun?" tanya Farra panik sambil matany melihat ke belakang Aira.'Dimana Evan?' batin Tio."Iya Fa
Keesokan harinya, Aira merasa mualnya semakin menjadi. Bahkan semalaman ia hampir tidak tidur karena harus bolak-balik kamar mandi.Aira keluar untuk menemui Farra yang sedang memasak di dapur, saat ia sudah dekat Farra mengernyitkan keningnya."Kamu kenapa Ai? Sakit?" tanya Farra yang dibalas gelengan oleh Aira."Nggak tau Far kepalaku pusing, perutku juga kosong banget semalaman muntah," keluh Aira membuat pikiran Farra kemana-mana.'Apa Aira hamil?' batin Farra."Ya udah, kamu makan dulu itu di meja udah siap," suruh Farra membuat Aira langsung mengangguk."Maaf ya aku nggak bantuin masak," lanjut Aira."Udah santai sana makan oh iya, hari ini kamu libur aja dulu," saran Farra."Nggak ah, aku nggak mau sendiri di rumah," tolak Aira, Farra hanya menggedikkan bahunya. "Terserah 'lah," jawab Farra.***Disisi lain, Evan yang baru saja masuk ke ruangannya langsung menaruh berkas di tangannya, lalu duduk sambil menyandarkan kepalanya."Kemaren Aira kok mual-mual ya di halte, apa jangan-