Pada akhirnya, pernikahan itu tetap menyertainya. Xue Ningyan berdiri dengan gaun pernikahan di atas karpet merah Kediaman Shen.
Langkah kaki kedua mempelai diiringi melodi yang beralun lembut serupa hembusan angin sejuk. Kebahagiaan tampak dari raut wajah para undangan. Namun, apakah sepasang suami-istri baru ini benar-benar bahagia seperti yang terlihat oleh tamu undangan mereka? Ningyan menangis sepanjang melangkah beriringan dengan Shen Qi. Wajahnya yang muram di balik kerudung sutra berwarna merah tak terlihat dari luar. Langkah demi langkah dalam upacara pernikahan dilakukan dengan serius oleh keduanya. Ningyan tahu kalau Shen Qi mungkin juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun pemuda dua puluh tujuh tahun itu melakukannya dengan sangat serius. Menatapnya dari balik kerudung merah, wajahnya samar-samar terlihat dingin dan tidak peduli terhadap sekitar. Harus Ningyan akui bahwa pria ini menyeramkan. Satu bekas luka cukup dalam di pelipis sebelah kirinya menandakan bahwa pria ini menjalani kehidupan yang tak biasa. Dia mendengar dari Xiao Ci bahwa Tuan Muda Keempat Shen adalah satu-satunya putra Menteri Keuangan yang tidak menjadi pejabat di Kementerian Keuangan. Dia mengelola Biro Informasi yang bekerja langsung di bawah Yang Mulia Pangeran Pertama untuk mengawasi titik-titik tak terjangkau pemerintahan di luar Ibukota. “Upacara selesai …!” Jantung Ningyan berdegup kencang. Dia meremas gaunnya saat merasakan Shen Qi mengunci kedua bahunya. Tubuh pria itu mendekat hingga tak menyisakan sedikit pun jarak. “Istriku …, jangan memasang wajah menyedihkan itu di hari pernikahan. Nanti kamu bisa terkena sial.” “Apakah kau adalah orang yang terbiasa pura-pura bersikap baik di depan umum?” Ningyan menatapnya dari balik kerudung merah itu dengan ekspresi datar. Xue Ningyan. Putri pertama sekaligus putri sah Kediaman Menteri Pekerjaan Umum sudah resmi menikah di usia dua puluh lima tahun, menikah bersama pria yang sama sekali tidak disukainya bagaimana pun dia berusaha. Shen Qi terkekeh, “Aku tidak pandai bersandiwara.” Saat pesta pernikahan diadakan, Shen Qi menyuruh Ningyan menunggunya di dalam kamar. Meski tidak ada aturan khusus yang mengharuskan mempelai wanita untuk diam di kamar saat pesta berlangsung, kebanyakan mempelai pria memang akan menyuruh istrinya tidak menghadiri pesta yang digelar hingga larut malam itu. “Istrimu cantik sekali, Tuan.” Salah seorang rekannya di Biro Informasi buka suara. Rekan yang lain menanghapi, mereka duduk memutari sebuah meja besar. Shen Qi tertawa, “Benarkah?” “Tapi dia hanya putri seorang pejabat tingkat empat. Kenapa kau mau merendahkan diri dan menerima perjodohan seperti itu? Bahkan jika kau menolak, Baginda Kaisar tidak akan menghukummu.” Shen Qi meletakkan cangkir araknya, “Entahlah …, mungkin hanya insting untuk bertahan hidup di dunia yang penuh tipu muslihat ini.” “Hahaha …! Sejak kapan kau peduli dengan hal semacam itu?” “Istrimu bukan hanya putri pejabat tingkat empat, Shen Qi. Katanya dia diabaikan oleh ayahnya. Dia putri sah tapi tak pernah menunjukkan diri di perjamuan khusus wanita saat ada acara di istana atau di perjamuan kecil-kecilan yang diadakan nona-nona cantik di akhir pekan.” Salah seorang rekan bernama Han Ye bercerita. “Ah, rupanya itu bukan hanya rumor, ya? Meski hanya pejabat tingkat empat, Menteri Pekerjaan Umum sepertinya cukup berani untuk mengabaikan anak dari istri sahnya,” rekan yang bernama Zhou Yichen menimpali. “Hah? Memangnya kenapa? Kebanyakan orang tua memang begitu saat sudah memiliki anak yang lebih memuaskan, kan?” Han Ye terkekeh pelan. “Hei …, istri sah Xue Yuan bernama Wang Xiwei, kan? Dia anak kedua Bangsawan Yongheng yang menolak perjodohan dengan pangeran kelima dari negara tetangga.” Xiao Wenxuan, pegawai bagian sekretaris di Biro Informasi juga masuk dalam percakapan. “Ah …, jadi pernikahannya dengan Xue Yuan itu dulunya tidak direstui Bangsawan Yongheng, ya?” tanya Han Ye. “Omong-omong, kenapa kalian jadi suka sekali bergosip?” Shen Qi mengambil posisi duduk di salah satu kursi yang kosong. Perbincangan itu terhenti seketika. “Itu kan sudah jadi rahasia umum. Sejak dua puluh tahun lalu, semuanya sudah tahu, tapi karena sudah lama sekali, jadi jarang yang mengingatnya.” Xiao Wenxuan terlihat panik. “Memangnya penting dari mana kau mengetahuinya?” Shen Qi bertanya datar dengan tatapan tajam. “Hei, hei …, tidak biasanya kau seperti ini. Bukankah sejak dulu kau juga tertarik dengan perkembangan konflik di dunia politik? Rumor tentang Menteri Pekerjaan Umum banyak sekali, loh. Memangnya kau tidak pernah tahu?” Zhou Yichen terkekeh sambil menepuk-nepuk pundak Shen Qi dengan akrab. “Singkirkan tangan kotormu.” Shen Qi berkata dengan penuh penekanan. “Kau memihak istrimu, ya? Memang sih, dia sangat cantik, kau tidak mungkin mengabaikannya seperti yang ayahnya lakukan itu. Dia menjadi ‘teman tidur’ yang layak untuk Tuan Kepala Biro kita.” Han Ye tertawa renyah. Rekan yang lain ikut tertawa karenanya. Shen Qi menatap satu-persatu teman bekerjanya itu dengan raut jijik, “Aku tidak peduli kalian akan membicarakan istriku seperti apa. Tapi jika kalian membiarkanku mendengarnya lagi, aku akan menganggap itu penghinaan terhadapku yang sudah menikah dengannya. Jadi, harap hati-hati dengan mulut kalian. Itu bisa menjadi senjata tajam yang akan membunuh tuannya sendiri.” “Silakan, Tuan. Yang Mulia Pangeran Pertama sudah menunggu di Aula Perjamuan.” Zhong Li membungkuk, mengawal Shen Qi memasuki Aula Perjamuan yang sebelumnya dia tinggalkan untuk menyapa rekan kerjanya. Shen Qi mengembuskan napas panjang, siapa sangka mereka begitu lancang menghina istrinya secara terang-terangan begitu. “Aku jadi tidak ingin bertemu Pangeran Pertama setelah mendengar ucapan buruk mereka.” Shen Qi mendengus. “Apakah Anda mau langsung pergi ke kamar pengantin saja? Saya akan meminta pelayan untuk menyiapkan arak pernika—” “Tak perlu. Aku akan menemui Pangeran Pertama.” Shen Qi berjalan sambil membawa teko berisi arak. Di salah satu meja mewah, Pangeran Pertama tampak mengobrol santai dengan Tuan Pertama dan Tuan Kedua. Shen Qi mendekat. “Salam untuk Yang Mulia Pangeran Pertama. Saya mengucapkan terima kasih karena Yang Mulia bersedia meluangkan waktu untuk hadir di pesta pernikahan saya.” Pangeran Pertama, Wang Yuxuan, tertawa lebar, “Tentu saja, kau adalah teman dekatku satu-satunya. Memangnya apa alasanku tidak meluangkan waktu untuk teman dekatku?” Shen Qi memasang raut wajah ramah dan mengambil cangkir di meja Pangeran Pertama lalu mengisinya dengan arak yang dia bawa. “Saya bersulang untuk Yang Mulia Pangeran.” “Selamat atas pernikahanmu, Shen Qi. Kau pemuda yang baik hati karena mau menikahi ‘putri sampah’ yang dilahirkan kakak sepupuku.” Pangeran Pertama menyeringai setelah membisikkan kalimat itu di telinga Shen Qi. “Terima kasih atas pujiannya, Yang Mulia. Menurutku istriku masih lebih berharga dari adik sepupumu yang suka bermain pria itu. Saya harap Yang Mulia tidak pernah lagi menjodoh-jodohkan saya dengannya karena saya sudah beristri.” Pangeran Pertama terdiam dengan raut wajah terlipat. Dia tersenyum paksa, “Kelihatannya kau sangat setia, ya. Sepertinya memang tidak ada kesempatan lagi bagi Liu Ling untuk berada di sisimu.” Shen Qi tertawa, “Saya tidak punya kotak perhiasan bekas untuk menampung permata palsu itu, Yang Mulia.” “Kau sudah berani menghina anggota keluarga Kekaisaran, Shen Qi?” “Semua berkat Pangeran Pertama yang memberi saya banyak keberanian.” Shen Qi tersenyum tenang dan membungkuk sedikit. Pangeran Pertama melenggang pergi tanpa mengatakan apa pun, ‘Entah kenapa aku merekrut asisten yang begitu bodoh sepertinya.’Musim panas tahun ini terasa berbeda di Istana Timur. Cahaya matahari jatuh lembut menembus dedaunan, membuat taman istana tampak seperti dilapisi emas. Aroma bunga teratai dari kolam memenuhi udara, bercampur dengan tawa riang yang seolah tak berkesudahan.Di tengah taman, empat anak bermain bersama. Shen Yan, yang kini berusia enam tahun, tampak gagah meski masih kecil. Di sampingnya, Putri Agung Anhe dengan wajah cantiknya berseri-seri, rambutnya diikat pita merah muda. Sementara dua bayi kembar, putra-putri Shen Qi dan Xue Ningyan yang diberi nama Shen Yu dan Shen Zhiyi, sedang belajar berdiri dengan bantuan dayang.“Kakak Anhe! Lihat, adikku bisa berdiri sendiri!” seru Shen Yan penuh semangat, menunjuk adik laki-lakinya yang berusaha menyeimbangkan tubuh kecilnya.Anhe menepuk tangan, tertawa riang. “Bagus sekali! Aku juga mau mengajari adikmu berjalan.”Shen Zhiyi, dengan pipi bulat merah merona, tiba-tiba menjatuhkan diri duduk. Shen Yan buru-buru menghampiri. “Aduh, jangan jat
Lima tahun kemudian.Musim semi datang dengan warna-warna baru di Istana Timur. Di taman Paviliun Teratai, bunga-bunga peoni bermekaran, menebar harum lembut yang terbawa angin. Paviliun kecil dengan pilar merah dan ukiran naga tampak ramai oleh tawa dua anak kecil yang sedang duduk bersama di atas tikar sutra.“A-Ying, baca bagian ini, cepat! Guru bilang kita tidak boleh lupa,” suara jernih Putri Agung Anhe terdengar, penuh semangat.Di sampingnya, seorang bocah lelaki berwajah tenang dengan alis tebal seperti ayahnya, Pangeran Ying, Shen Yan, yang kini berusia lima tahun, menghela napas panjang, lalu menatap papan kayu kecil di tangannya. “Baik, aku baca …, ‘Ren zhe ai ren, you zhe jing ren …’”Anhe terkikik, menepuk tangannya. “Bagus! Tapi nadamu salah. Ulangi, ulangi!”“Kakak Anhe, aku sudah membacanya dengan benar!” protes Shen Yan, wajahnya cemberut namun pipinya merah.Mereka berdua kemudian saling pandang, lalu meledak dalam tawa polos. Di sekitar mereka, dayang-dayang tersen
Berbulan-bulan tinggal di Istana Timur, nyatanya, Xue Ningyan dengan cepat terbiasa dengan kesehariannya. Shen Yan hampir setiap hari bersamanya, Xiao Ci adalah pengasuh Shen Yan secara resmi yang ditunjuk oleh Baginda Kaisar sendiri. Tampaknya, pria nomor satu di Dinasti Xia itu sudah benar-benar mengakui Shen Yan sebagai cucunya. Tapi, dia sama sekali tidak pernah mengunjungi Shen Qi atau memanggilnya ke istananya sejak hari penobatan itu. Dari kabar yang didengar Xue Ningyan dari Permaisuri Yitian, tampaknya Baginda Kaisar sedang tidak sehat. Dan semua pekerjaan istana sudah dilimpahkan pada Putra Mahkota dan Kanselir sebagai pembimbing utama. Setiap hari selama beberapa bulan belakangan, Shen Qi memang sering mengurung diri di ruang baca, dan hanya keluar saat waktu makan saja. Xue Ningyan merasa lega, Shen Qi benar-benar melakukan tugasnya dengan baik sebagai Putra Mahkota. Dan kerinduannya setiap harinya, semakin menumpuk karena waktu untuk bertemu, tentu saja menjadi sa
Hari itu, matahari bersinar cerah di atas Ibukota. Angin musim semi berembus lembut, seakan ikut merayakan dimulainya kehidupan baru bagi keluarga kecil Shen Qi.Setelah penobatan resmi, Baginda Kaisar menganugerahkan sebuah istana khusus untuknya, Istana Timur, kediaman yang sejak lama hanya diperuntukkan bagi Putra Mahkota. Bangunannya megah, berdiri di antara taman-taman penuh bunga yang ditata rapi, dengan kolam jernih di sisi barat, dan aula besar berlapis ukiran emas.Xue Ningyan terpaku ketika pertama kali memasuki gerbang utama bersama Shen Qi dan putra kecil mereka. “Astaga …,” lirihnya, matanya membesar menatap pilar-pilar tinggi yang dicat merah menyala. “Ini …, lebih besar dari seluruh kediaman kita dulu.”Shen Qi hanya tersenyum tipis. “Kau akan terbiasa.”“Terbiasa?!” Xue Ningyan hampir tersedak. “Butuh berapa tahun untuk terbiasa hidup di tempat sebesar ini? Kalau aku berjalan dari kamar ke taman, bisa-bisa Shen Yan sudah besar sebelum aku sampai!”Xiao Ci, pelayan pri
Tiga hari kemudian.Langit ibu kota diselimuti awan kelabu. Udara dingin menusuk, tapi di alun-alun utama, ribuan rakyat sudah berkumpul. Mereka berdiri rapat, menunggu peristiwa besar yang hanya sekali dalam seumur hidup bisa mereka saksikan.Bukan pesta.Bukan perayaan.Tapi eksekusi seorang Pangeran Kekaisaran.Wang Yuxuan, yang masih menyandang gelar Pangeran Pertama, akan dihukum penggal karena berani menodai nama keluarga kekaisaran dengan pemberontakan di malam tahun baru. Baginda Kaisar tidak mencabut gelarnya, justru sengaja membiarkannya terbawa sampai tiang eksekusi, sebagai pelajaran pahit bagi semua pihak, bahwa seorang Pangeran pun tak akan lolos dari titah mutlak jika bersalah.***Di panggung eksekusi, para pengawal kekaisaran berbaris rapi, tombak mereka tegak lurus. Genderang bertalu perlahan, menambah ketegangan yang menggantung di udara. Rakyat berdesakan, beberapa menutup mulut, sebagian lagi berbisik tanpa henti.“Seorang pangeran …, dihukum di depan umum.”“Ini
Istana Dinasti Xia akhirnya jatuh dalam keheningan. Setelah malam penuh darah dan teriakan, yang tersisa hanyalah jejak abu di udara. Para pejabat telah kembali ke kediaman masing-masing, membawa wajah pucat dan pikiran kacau. Semua orang tahu, sejarah baru saja bergeser, dan tidak ada seorang pun yang bisa menutupinya lagi. Wang Yuxuan sudah tidak lebih dari tawanan. Para pengawalnya dibubarkan, pasukannya dihancurkan. Yang tersisa hanyalah titah Baginda Kaisar sebelum pingsan, hukuman penggal tiga hari lagi, dan pengangkatan resmi Wang Ye sebagai Putra Mahkota. Meski sempat menolak, Shen Qi menerima nama itu dan gelar yang akan dianugerahkan padanya. Suasana yang mencekam itu kini berbalik menjadi keheningan yang asing. Para pelayan berjalan dengan langkah hati-hati, seolah takut suara langkah mereka membangunkan naga yang tidur. Angin malam mengusap dinding istana, membawa dingin yang menusuk tulang, namun di dalam kediaman Shen Qi di Kediaman Keluarga Shen, hangat ke