Beranda / Rumah Tangga / Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan / BAB 09 : TERGODA TUBUH SAVANA

Share

BAB 09 : TERGODA TUBUH SAVANA

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 12:52:10

Tetesan air mengalir membasahi tubuh tegapnya. Di bawah shower, siluet tubuh Daryan tampak kokoh dan dingin seperti marmer hidup. Matanya terpejam, membiarkan air dingin meresap ke pikiran yang sesak.

“Hah ....” ia mendesah berat sambil menyugar rambut basahnya ke belakang, rasanya begitu lelah menjadi pengantin yang harus menyambut ribuan tamu undangan sambil memaksakan senyum.

Sosok Daryan yang biasanya hanya duduk tak sampai satu jam bersama koleganya dan membahas proyek bisnis, hari tadi justru menjadi pengantin yang dilontarkan pertanyaan soal anak. Padahal mereka baru saja menikah!

Pikirnya, lebih baik duduk berjam-jam sambil memeriksa dokumen perusahaan dan laporan keuangan ketimbang menemui manusia yang selalu sibuk dan ikut campur urusan orang lain. Merepotkan!

Mata tajamnya menatap kosong ke depan, namun dalam kepalanya, bayangan wajah Savana terus berkelebat—termasuk godaan gadis itu padanya.

‘Mas, mau malam pertama di kamar mas atau di kamar aku?’

Daryan terkekeh pelan, namun pahit. “Dasar,” desisnya sinis, “Apa itu kode bahwa dia butuh uang lima miliar? Dasar manusia serakah!”

Baru saja tangannya hendak bergerak meraih sabun cair yang ada di lemari kecil sudut kamar mandi, sebuah ketukan di luar kamar menghentikan pergerakan Daryan.

Pria itu ingin mengabaikannya karena dia tahu itu pasti Savana. Tapi karena ketukan semakin keras, ia lantas meraih handuk putih yang terlipat dan melilitkannya ke pinggang sebelum keluar dari kamar mandi dan menuju pintu kamar.

“Ada ap—“

“AAA ....” Savana berteriak keras memotong pertanyaan Daryan padanya. Gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sementara Daryan menutup kedua telinganya karena teriakan Savana.

“SAVANA!” suara Daryan akhirnya berhasil menghentikan teriakan sang istri, “Ada apa dengan kamu? Kenapa teriak?”

Savana masih menutup wajahnya sambil menjawab, “Mas, kenapa ga pake baju sih? Aku kaget tau!”

Daryan melirik tubuhnya, memang benar dia tidak memakai baju. Akan tetapi dia memakai handuk yang dililit di pinggang lebarnya, namun dada bidangnya yang keras serta perutnya yang membentuk kotak-kotak terpampang jelas.

“Saya pakai handuk, bukan telanjang bulat.”

“Ya tapi tetep aja, ga pake baju kan?”

Daryan menghela nafas pelan, “Jadi tujuan kamu ketuk pintu kamar saya dari tadi ada apa, Savana?”

“Mas udah pake baju?” tanya Savana mengabaikan pertanyaan Daryan, kedua tangannya masih menutup matanya.

“Jawab dulu pertanyaan saya,” titah Daryan dingin.

“Jadi belum pake baju?”

“Savana ....” tegurnya tajam.

“Iya, iya ... jadi gini,” Savana menurunkan kedua tangannya tapi kini matanya terpejam lalu berbalik badan memunggungi Daryan. “Aku mau minta tolong sama Mas Daryan, tolong bukain resleting kebaya aku. Tangan aku ga sampe dan kayanya resletingnya nyangkut deh.”

Mata Daryan menyipit menatap punggung kecil istrinya yang masih mengenakan kebaya. Ia lantas maju, tangannya bergerak lincah membuka resleting tersebut—tapi tak mudah, seperti yang Savana katakan sebelumnya bahwa kemungkinan nyangkut.

“Kenapa tidak bilang dari tadi?” tanya Daryan yang masih berusaha membuka resleting.

“Apanya?”

“Kalau kamu butuh bantuan untuk melepas semuanya.”

“Karena aku mau mandinya tadi, barusan. Ternyata ga bisa kebuka, makanya aku minta tolong sama Mas Daryan,” jelas Savana.

“Bukan itu maksud saya. Tapi kenapa tidak bilang sebelum perjalanan ke sini, saya bisa minta MUA tadi untuk datang ke sini dan membantu kamu membersihkan make-up juga.”

“Oh ... ga usah mas, lagian kan ada Mas Daryan yang mau bantu lepasin resletingnya. Kalau cuma hapus make-up saya bisa kok, mas.”

“Di sini tidak ada penghapus make-up.”

“Pakai sabun mandi bisa, ga usah ambil pusing.”

Daryan menelan ludahnya susah payah ketika berhasil membuka resleting kebaya Savana. Punggung istri kontraknya itu putih mulus. Ia sebagai lelaki normal merasa sesuatu dalam dirinya langsung bereaksi tak biasa—asetnya bangun.

“Mas ....”

Panggilan Savana memecah lamunan Daryan. Pria itu langsung berdehem pelan seolah mengusir kecanggungannya.

“Udah selesai belum, Mas?”

“Sudah.” Daryan menjawab singkat sebelum kembali masuk ke dalam kamarnya dan cepat-cepat menutup pintu. Ia berdiri bersandar pada pintu kamarnya, jantungnya berdebar sangat cepat lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

“Ngga, ngga boleh!” tukasnya cepat, ia menggeleng keras berusaha mengusir pikiran kotornya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 25 : SAVANA ANAK KECIL

    Savana melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat lalu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar, tapi di dalam kepalanya sangat berisik. Sikap Daryan hari ini menusuk hati Savana. Namun dia tahu, dia tidak punya kekuatan untuk melawan. Ikatan kontrak yang mengikat mereka seperti rantai besi yang mencekik, memaksa Savana diam dan pasrah ketika Daryan memperlakukannya layaknya debu yang diinjak. “Kenapa sih mbak Bella harus dateng pagi-pagi begini?!” Savana menggeram pelan, tangannya mencengkeram kasur hingga jari-jarinya menekan kain itu dengan marah. “Gara-gara dia juga, rencanaku jadi gagal!” Savana mengepalkan tinjunya, lalu memukul bantal dengan sangat kuat. Melampiaskan emosinya yang tal dapat dia luapkan secara langsung. Tok. Tok. Pintu diketuk pelan dari luar membuat Savana menoleh dengan mata menyipit, penuh curiga. Siapa yang berani mengganggunya saat seperti ini? Daryan? Ataukah Bella yang ternyata belum pulang? “Savana, buka p

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 24 : MATA-MATA BELLA

    "Ibu!" seru bocah kecil berusia sepuluh tahun pada ibunya yang baru saja berganti pakaian di kamar. "Ada apa, nak?" Minah cepat-cepat menyelesaikan memakai bajunya sebelum keluar kamar dan menghampiri sang anak. "Ada apa?" Bocah itu menunjuk mobil yang terparkir di depan rumahnya, "Ada mbak cantik cari ibu, katanya ada perlu penting." "Mbak cantik?" Minah mengerutkan keningnya bingung sebelum melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Di depan sana mobil alphard hitam mewah terparkir. Minah menatapnya sejenak, mencoba mengingat siapa pemilik mobil itu. Dia mendekat dia kemudian mengetuk pelan pintu kaca mobil. Kaca mobil diturunkan dan menampilkan Bella dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Dari balik kacamata itu, dia menatap Minah dingin. "Mbak Bella?" Seru Minah yang memang sudah tahu sejak lama pada Bella. "Masuk, ada yang mau aku omongin penting dengan kamu," ucap Bella dengan nada penuh perintah. Ada jeda beberapa saat sebelum Minah akhirnya

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 23 : MAAF SAYA CUMA ORANG ASING

    Savana menghela napas pelan tapi panjang, seperti sedang menahan sesuatu yang hampir meledak. Ia menunduk sebentar lalu menatap Daryan dengan mata berkaca. “Maaf … saya lupa. Saya cuma orang asing di antara dua teman masa kecil yang istimewa.” Bella menyandarkan punggung ke kursi, tersenyum puas. "Nah, gitu dong. Jangan baperan, Van. Aku ke sini cuma bawa hadiah, bukan cari ribut." Savana tak menjawab. Ia membalikkan badan dan berjalan ke dapur. Tangannya gemetar saat menyalakan kompor, menuangkan air ke dalam ketel. Bahkan suara air mengalir dari teko pun terdengar pilu. Di ruang makan, Bella berdiri. Ia membuka paper bag-nya dan mengeluarkan kotak berukuran sedang berbungkus elegan. “Nih, buat kalian. Hadiah dari aku. Mahal, lho,” katanya sambil melirik Daryan, “Biar kamu inget siapa yang selalu ada buat kamu dari dulu.” Daryan tidak langsung merespons. Ia menatap kotak itu tanpa ekspresi sebelum mengambil kotak tersebut dan meletakkannya di ujung meja, jauh dari jangkauan sia

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 22 : PILIH KASIH

    "Daryan!" Bella berseru dengan suara penuh semangat. Daryan menatapnya dengan alis berkerut, kebingungan menyelimuti raut wajahnya. "Ngapain kamu datang ke sini pagi-pagi begini?" Bella menyelinap masuk tanpa izin, pandangannya mengitari ruangan seperti mencari sosok lain penghuni penthouse itu. "Aku ... aku bawa hadiah buat istri kamu, Dar." "Hadiah?" Daryan mengulang, masih belum paham. "Iya. Hadiah pernikahan kalian." Suara Bella penuh antusias. "Walaupun aku ga diundang, tapi aku ga enak kalau ga ngasih sesuatu buat teman masa kecil aku. Ya ga?" Daryan tak menjawab, pria itu lantas berbalik diikuti oleh Bella di belakangnya. "Mana istri kamu, Dar?" Tanya Bella sembari mengekori pria itu menuju dapur. Matanya langsung menangkap sosok Savana di samping meja makan. Savana masih jongkok, tangannya sibuk memunguti sisa makanan di lantai. Baru setengah ia kumpulkan ketika suara langkah kaki mendekat dari arahnya. Savana mendongak dan menemukan Bella berdiri di ambang meja makan,

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 21 : KEMARAHAN SAVANA

    Ting tong. Baru saja Savana keluar dari kamar, tiba-tiba bel penthousenya berbunyi. Kakinya yang tadi hendak melangkah menuju dapur otomatis beralih menuju pintu. Begitu pintu dibuka, senyum hangat Minah menyapanya. "Bi Minah?" Savana terlihat antusias melihat ART di penthousenya itu, ini sudah ketiga kalinya mereka bertemu dan lumayan akrab. "Ayo masuk, bi." "Terima kasih banyak, non," balas Minah seraya melangkah masuk, "Hari ini weekend, Tuan Daryan biasanya seharian di penthouse. Tapi walaupun begitu, beliau masih kerja di ruang kerjanya." Kata Minah sambil berjalan menuju dapur diikuti oleh Savana di sebelahnya. "Oh gitu ya, bi?" "Iya. Setiap weekend saya datang tiga kali ke sini buat masak sarapan, makan siang, sama makan malam nanti," jelas Minah yang hanya diangguki oleh Savana. "Kebetulan banget tadi aku keluar kamar mau masak buat sarapan. Eh Bibi juga dateng buat masak. Kalau gitu kita masak bareng aja kayak kemaren, sekalian aku mau belajar." "Boleh, non," balas Min

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 20 : RENCANA AJENG & BELLA

    "Permisi, Nyonya," seru pelayan begitu tiba di ruang tengah, menghampiri wanita paruh baya yang dia sebut Nyonya itu. "Ada tamu di luar, mau bertemu sama Nyonya." Wanita paruh baya itu adalah Ajeng, dahi keriputnya berkerut sebelum bertanya. "Siapa?" "Namanya ...." belum sempat pelayan itu menyelesaikan ujarannya, tamu yang dimaksud menyelonong masuk ke ruang tengah seolah sudah terbiasa datang ke tempat ini. "Halo, tante!" seru Bella bersemangat, kaki jenjangnya melangkah anggun menghampiri ibu dari teman masa kecilnya itu. Ajeng terkejut sekaligus senang akan kedatangan Bella, mengingat mereka cukup lama tidak bertemu. "Bel, ini kamu?" Ajeng langsung berdiri dan menyambut pelukan Bella dengan hanga,. "Kamu ke mana aja selama ini, Bel. Kenapa tidak ada kabar?" Bella melepaskan pelukannya. "Ya ampun, tante. Serius masih tanya aku ke mana aja selama ini? Aku kan kerja, sibuk banget. Maklum wanita karir, tan. Banyak banget job pemotretan di luar negeri. Emang tante beli pakaian da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status