Share

Berkorban

Author: Julya Cancer
last update Last Updated: 2025-01-02 07:49:17

Fana merah jambu telah menyingsing, lukisan semesta pun tampak indah melengkung di langit setelah hujan reda. Tapi suasana hatiku begitu buruk untuk mengagumi keindahan alam saat ini. Diriku baru saja mengantar keluar ibu dan Mira yang memutuskan pulang. Sebelumnya, ibu berencana ingin menginap dan membicarakan tentang masalah rahimku yang sebenarnya sehat-sehat saja. Tapi, Mas Damian meminta mereka pulang dengan alasan ingin membicarakan sesuatu yang penting berdua bersamaku. Meski Mas Damian mengatakannya secara halus, ibu tetap merasa seperti diusir. Wanita paruh baya itu pulang dengan ekspresi kesal dan perasaan dongkol.

"Mas." setelah mobil Mira dan ibu benar-benar pergi, aku langsung masuk kembali ke rumah dan menghampiri Mas Damian yang masih duduk di sofa ruang tamu. Pria itu tampak memijit pelipisnya dengan ekspresi lelah.

"Apa maksud Mas Damian tadi? Kenapa berkata seperti itu pada Ibu?" tuntutku meminta penjelasan.

Mas Damian bangun dari tempat duduknya dan berdiri di hadapanku. Ia lantas memegangi kedua bahuku dan kembali memasang wajah memelas. "Maafkan Mas, Airin. Mas terpaksa. Mas tidak mungkin berkata kita akan bercerai karena Mas lah yang mandul. Mas tidak mau Ibu syok dan berujung jatuh sakit."

Sudah kuduga, inilah alasannya.

"Tapi, Mas ... karena itu Ibu marah dan kecewa padaku. Selain itu, aku tidak ingin bercerai dengan Mas Damian," balasku dengan kedua mata yang kurasakan memanas. Cairan bening itu sudah memenuhi pelupuk mataku dan siap untuk tumpah.

"Tidak bisakah kita mencari jalan lain, Mas? Aku mohon. Aku sangat mencintai Mas Damian. Aku tidak ingin bercerai."

Mas Damian menghela napas. Matanya tampak ikut memerah. Sementara tangan kanannya terangkat menyentuh pipiku. "Mas sebenarnya juga tidak ingin bercerai, Ai. Mas juga masih sangat mencintai kamu," ujarnya lirih.

"Lantas kenapa Mas Damian memutuskan ingin bercerai?" Aku memegangi tangan Mas Damian yang berada di pipiku. Menggenggamnya erat seolah tidak ingin membiarkannya pergi. "Aku tidak apa-apa, Mas, dengan keadaan ini. Aku tidak masalah jika tidak bisa hamil. Tapi aku akan sangat sedih jika Mas Damian meninggalkan," lanjutku sambil terisak kecil.

"Airin ...."

"Mas, aku sungguh sangat mencintaimu. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat. Aku tidak ingin pernikahan kita berakhir begitu saja."

"Tapi ...."

"Perihal anak tidak perlu dipermasalahkan, Mas. Kita bisa mengadopsi anak nanti. Menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Itu sudah cukup bagiku. Yang terpenting, Mas tetap bersamaku," pintaku dengan air mata yang terus mengalir di pipi. Kulihat Mas Damian tampak meragu. Aku tahu dan aku yakin dia juga masih mencintaiku. Tampak dari sorot matanya yang masih dipenuhi afeksi. Akan tetapi, keadaannya sekarang ini membuatnya ragu. Mungkin ia merasa malu dan tidak pantas untukku.

"Kamu masih mencintaiku, kan, Mas? Kalau begitu tolong jangan lepaskan aku. Aku ingin terus berada di sisi Mas Damian."

Lagi, aku memohon. Terus memintanya untuk tidak menceraikanku. Aku sungguh tidak apa-apa dengan kondisi Mas Damian. Tidak masalah jika ia tidak bisa membuatku hamil. Perihal anak bukan masalah yang begitu penting bagiku. Ada banyak anak-anak yang tidak memiliki orang tua di luar sana. Kami bisa mengadopsinya dan menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Bagiku itu sudah sangat cukup. Yang terpenting, Mas Damian tetap bersamaku selamanya.

Meskipun Mas Damian belakangan ini berubah, tak lagi semanis dulu, aku yakin Mas Damian tak setega itu untuk meninggalkanku. Aku yakin ia juga masih ingin bersamaku. Tapi keadaannya itu membuat kepercayaan dirinya rusak. Pasti harga dirinya sebagai suami dan egonya sebagai pria terluka. Itu sebabnya Mas Damian memilih untuk melepaskanku agar tidak malu lagi.

"Mas ... kamu masih Damian yang begitu kucintai meski kamu perlahan mulai berubah. Bahkan tadi malam aku sempat tidak mengenali Mas. Mas seperti bukan suamiku yang hangat dan lembut. Tapi, aku mengerti dengan keadaan yang membuat Mas Damian begini. Itu sebabnya, kukatakan aku tidak mau berpisah denganmu, Mas. Aku ingin tetap berada di sisimu untuk saling menguatkan," paparku panjang lebar. Mas Damian tampak terharu, namun ia tetap menggelengkan kepala dan menolak.

"Jangan, Ai. Jangan bertahan dengan pria seperti Mas. Kamu pantas mendapatkan pria sesungguhnya, yang bisa membuat keturunan bersama denganmu. Tidak seperti Mas yang penyakitan ini."

"Mas, jangan berbicara seperti itu."

"Mas tidak mau kamu yang sehat terpaksa mengadopsi anak karena Mas. Padahal rahim kamu sangat sehat untuk mengandung. Kamu lebih baik mencari pria lain untuk calon anak-anakmu kelak."

"Mas, sudah kubilang jangan berbicara seperti itu!" Aku segera menampik ucapan Mas Damian. Kini diriku lah yang membingkai wajahnya. Menatapnya dengan nanar, begitupun Mas Damian. Aku tahu kami sama-sama emosional di sini.

"Lagipula Mas tidak tahan menanggung rasa malu, Ai. Lihat saja tadi Mas bahkan menyakitimu hanya demi melindungi harga diri Mas sendiri. Mas tidak sanggup mengakuinya dan malah melimpahkannya padamu." Pria itu kini benar-benar terisak. Kedua pundaknya bergetar hebat. Aku segera menarik tubuhnya untuk dipeluk erat. Kuusap punggung tegap Mas Damian yang kini begitu lemas. Sungguh, diriku sangat tidak tega dengan keadaannya saat ini.

"Mas ... jika memang itu yang membuatmu menyerah dan memilih melepaskanku, maka aku siap menggantikan posisi Mas Damian. Aku yang akan mengakui vonis mandul dari dokter itu. Jadi, Mas Damian tidak perlu memikirkannya lagi," imbuhku tanpa keraguan sedikit pun. Mas Damian yang mendengar terkejut. Ia bahkan melepaskan pelukan kami dan menatapku lamat.

"Apa maksud kamu, Ai? Jelas-jelas kamu sehat—"

"Tapi aku tidak mau berpisah dengan Mas," selaku cepat. "Aku lebih memilih disebut mandul oleh orang-orang daripada kehilangan Mas."

"Airin, jangan begini ...."

"Tidak apa-apa, Mas. Aku ikhlas. Aku tidak masalah dengan itu. Yang terpenting Mas tetap bersamaku dan terus mencintaiku." Aku sungguh tidak main-main dengan perkataanku ini. Cintaku pada Mas Damian sangatlah besar. Aku siap berkorban untuknya. Aku siap menanggung rasa malu untuk menggantikannya. Yang terpenting, suamiku itu tetap bersamaku selamanya. Aku tidak ingin lagi melihatnya hancur seperti sebelumnya.

Sementara itu Mas Damian tampak semakin terharu. Ia langsung saja menarik tubuhku dan memelukku begitu eratnya. Rasa hangat langsung saja menjalar di hatiku saat ia berterima kasih sambil menangis dan mengucapkan cinta, "Terima kasih, Sayang. Terima kasih. Mas sangat mencintaimu. Mas tidak akan meninggalkanmu."

"Iya, Mas. Aku juga mencintaimu. Jadi tetaplah bersamaku selamanya."

...

Terbangun dari tidur dalam keadaan dipeluk oleh Mas Damian adalah saat-saat yang sangat kurindukan. Diriku seketika tersenyum menyadari lengan kekar pria itu masih melingkar di perutku dan wajahku tepat berhadapan dengan wajahnya.

"Mas ...," panggilku lirih, seraya mengusap wajahnya. Mas Damian hanya membalas dengan erangan sementara kedua matanya tetap tertutup rapat.

"Mas Mian ... bangun, Mas. Sebentar lagi azan subuh." Aku kembali berusaha membangunkannya. Lagi-lagi Mas Damian hanya membalas dengan erangan.

Kesal sekaligus gemas melihat wajah suamiku itu yang begitu polos saat tidur, aku mencubit hidung mancungnya pelan. Tadinya hanya sekedar ingin mencubit, tapi jariku malah bertahan di sana mengapit hidung Mas Damian hingga ia tentunya tidak bisa bernapas.

"Aiiii," tegur Mas Damian, lantas melepaskan tanganku dari hidungnya. Setelah itu bukannya membuka mata, ia malah semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhku.

"Mas, ih. Bangun. Sebentar lagi adzan subuh tuh."

"Masih ada waktu beberapa menit. Mas masih mengantuk, Ai."

Aku kembali mencubit hidungnya. "Harus bangun lebih awal. Jangan lupa kita harus mandi zunub dulu sebelum sholat."

Ya, kami memang baru melepas rindu setelah sekian lama berseteru. Tapi tidak bisa dibilang berseteru juga, sih. Karena Mas Damian lah yang bersikap dingin. Tapi untungnya, kini ia kembali bersikap hangat dan mulai manja kembali padaku.

"Maaas!" rengekku karena Mas Damian tak kunjung bangun.

"Baiklah-baiklah." akhirnya ia mau membuka mata. "Tapi mandi bersama, ya?" godanya dengan seringai di wajah.

Astaga, bangun-bangun masa hormonnya naik lagi?

"Lagi? Mas masih tidak puas dengan yang tadi malam?" tanyaku gemas. Pasalnya tubuhku sudah pegal-pegal karena aktivitas panjang tadi malam. Mungkin ia memang serindu itu karena sudah lama tak menyalurkan cintanya.

"Mas mana pernah puas, Ai. Kamu terlalu candu. Bikin ketagihan," bisiknya sambil terkekeh pelan. Aku sontak memukul pelan dadanya dengan rona merah menjalari wajah. Setelah itu, Mas Damian bangkit dari ranjang tanpa mempedulikan tubuh polosnya. Semakin merah lah wajah ini. Sebelum aku sempat protes, Mas Damian sudah menyikap selimutku dan mengangkat tubuhku dengan mudahnya ke dalam gendongannya.

"Mas!"

"Kalau mandi bergantian terlalu mengulur waktu, Ai. Lebih baik mandi bersama saja. Bisa sekalian—"

"Apa?" Aku segera menyela sambil mendelik padanya.

Pria itu malah tertawa dan menundukkanku di atas closet. Sebelum aku sempat berucap lagi, ia langsung membungkam bibirku dan mulai melakukan aktivitas favoritnya. Huh, dasar pria. Tidak ada puasnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Kelepasan

    "Dengan pria ini lagi, huh? Sebenarnya, apa hubunganmu dengannya? Dia ini benar-benar wali muridmu atau malah selingkuhanmu?"Panik. Itulah yang kurasakan sekarang. Mas Damian yang tiba-tiba berdiri di samping meja kami dengan ekspresi menahan emosi sudah berhasil membuatku menahan napas. Belum lagi pertanyaan menusuknya itu.Namun, belum lagi aku membuka mulut untuk menangkis tuduhannya itu, pak Daniel lebih dulu menyahut, "Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Anda salah paham."Pak Daniel tidak akan asal-asalan berbicara seperti waktu itu, 'kan?"Salah paham, huh? Dulu kalian menginap bersama di hotel. Sekarang makan berduaan di sini. Kalian ingin mengelak bagaimana lagi?" Mas Damian tampak geram. Sebelum amarah suamiku itu meledak di tempat umum, aku segera bangkit dari tempat duduk dan ingin meraih tangannya. Namun, tangannya yang satunya lebih dulu diraih Anita. Ah, aku bahkan baru menyadari Anita ada di belakang Mas Damian."Mas, sudahlah. Ayo pergi saja. Kita di sini ingin

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Terciduk?

    Jam baru menunjukkan pukul lima subuh ketika aku berdiri di balkon kamar menatap awan dan alam saling menyentuh. Kabut cukup tebal karena tadi malam hujan deras dan baru reda satu jam yang lalu. Udara begitu dingin. Aku memeluk tubuh yang hanya memakai gaun tidur berbahan satin tanpa lengan. Aku sedikit menggigil, namun ketenangan yang kudapatkan membuatku tetap bertahan di sana.Belakangan ini pikiranku begitu kacau. Aku sering merasa aneh pada perasaanku sendiri yang tak bisa konsisten. Sering kali aku juga meragukan keputusan besar yang kuambil belakangan ini. Ya, apalagi kalau bukan tentang tetap bertahan dengan Mas Damian.Ah, baru saja memikirkannya, suamiku itu tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangku. Lengan kekarnya yang memelukku membuatku merasakan kehangatan. Tubuhku perlahan berhenti menggigil kedinginan."Ai, kenapa berdiri di sini? Udaranya dingin, Sayang," bisiknya lirih. Suaranya terdengar serak dan sepertinya ia masih setengah mengantuk. "Mas lanjut tidur saja. A

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Peringatan

    "Eca?" panggilku kala melihat seorang anak dengan rambut dikuncir kuda tengah berjongkok di depan gerbang TK. Ia tak menoleh karena sibuk melamun dengan menatap tanah. Aku pun segera menghampiri dan menyentuh pundaknya."Eca, kenapa jongkok di sini, Sayang?" Anak itu akhirnya mendongak dan menatapku. Aku pun segera membantunya bangun. "Ayo duduk di bangku sana saja," ajakku, menariknya lembut ke arah bangku yang disediakan. Aku tak perlu lagi bertanya alasan anak itu masih belum pulang. Wajah mendungnya sudah menjelaskan bahwa ayahnya lagi-lagi telat menjemput. "Sebentar, ya ... mungkin papanya Eca masih di jalan," hiburku sambil merapikan poni anak didikku itu. "Bu Guru akan temani sampai papanya Eca datang. Sekarang Eca lapar tidak? Mau makan dulu?" Anak itu hanya menggeleng sebagai jawaban."Umm ... atau Eca haus? Mau Bu Guru belikan minuman?" pertanyaanku itu lagi-lagi hanya dibalas gelengan kepala olehnya. Merasa Eca sedang tak ingin diajak bicara, akhirnya aku pun memilih bun

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Bujuk rayu

    Setelah kejadian tadi, aku tak kunjung bangun dari ranjang. Aku memilih berdiam diri di dalam selimut. Berpura-pura tidur setiap kali Mas Damian memanggil dan membujuk agar aku berhenti merajuk.Bagaimanapun juga, perlakuannya tadi sudah sangat keterlaluan. Leherku bahkan masih terasa perih. Aku yakin akan ada jejak kemerahan bekas cekikannya di sana. Belum lagi, aku masih merasa sangat ngilu. Apa ini sudah bisa kusebut tindak kekerasan dalam rumah tangga? Ia seolah ingin membunuhku tadi. Jujur saja, aku bahkan masih sedikit takut padanya. Baru kali ini Mas Damian mengamuk sampai menyakitiku."Airin." Mas Damian memanggil lagi setelah sebelumnya pergi ke kamar mandi. Sepertinya ia sudah selesai membersihkan diri.Merasakan guncangan di ranjang, aku pun semakin mengeratkan peganganku pada selimut. Saat Mas Damian mencondongkan tubuhnya untuk melihat wajahku, aku lantas segera menutup kedua mata rapat-rapat."Ai ...."Tubuhku menegang saat ia berbisik tepat di depan telingaku. Jantungku

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Kemarahan Damian

    "Mas." Anita menyambut Damian yang baru keluar dari kamar mandi. Wanita itu tersenyum manis melihat tubuh kekar suaminya yang masih basah karena bulir-bulir air masih berjatuhan dari rambutnya. "Mau aku bantu keringkan rambut Mas Mian?""Tidak perlu," tolak Damian begitu saja. Pria itu juga langsung berjalan melewati Anita dan mengambil baju di lemari. Tampak tak mempedulikan keberadaan Anita."Tapi rambut kamu masih basah, Mas. Ayo, biar ku bantu keringkan." Anita kembali menawarkan bantuan. Tapi, Damian malah bertanya hal lain, "Airin sudah pulang?"Ekspresi Anita berubah, namun ia berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja. "Tidak tahu, Mas. Tapi sepertinya belum.""Ah, dia pasti sangat marah hingga bermalam di hotel. Aku harus segera menjemputnya," gumam Damian penuh keresahan. Pria itu memilih asal pakaiannya dan segera dibawa menuju kamar mandi."Kenapa masuk ke kamar mandi lagi, Mas?""Kamu tidak lihat? Aku ingin mengenakan pakaian.""Astaga, di sini saja, Mas. Kita 'kan sudah me

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Pernikahan Suamiku

    Hari ini adalah hari pernikahan Mas Damian dan Anita. Ya, pernikahan yang tidak kuharapkan itu benar-benar terjadi meski aku sudah bersusah payah melakukan berbagai cara untuk membatalkannya. Tapi, ibu mertuaku yang selalu teguh pada pendirian itu tetap memaksa melaksanakan pernikahan kedua putranya bagaimanpun keadaannya. Bahkan, jika aku tengah jatuh sakit seperti ini sekalipun.Hatiku berdenyut nyeri melihat Mas Damian dengan pakaian rapinya duduk berdampingan dengan wanita lain selain diriku. Teringat dulu aku lah yang duduk di sana, di tempat Anita. Memakai kebaya putih dan tersenyum gugup melihat Mas Damian mengucapkan ijab kabul. Tapi sekarang, posisiku itu telah digantikan oleh wanita baru.Anita ... wanita itu tampak benar-benar bahagia di samping Mas Damian. Ia seolah tidak mempedulikan statusnya yang hanya menjadi istri kedua dan pernikahan ini yang hanya pernikahan siri. Anita tampak terus menatap Mas Damian dengan tatapan mendamba seolah merasa Mas Damian akan menjadi mil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status