Share

Bab 4 # Operasi Darurat

-POV Andre-

Aku tidak pernah menyangka bahwa pasien yang ada di meja operasi ini adalah … Lara!

"Dokter, sa–ya berharap … bayi saya selamat," ucapnya dengan suara gemetar.

Apa yang terjadi padanya? Dan, bayi … Lara sudah bersuami?

"Dokter!"

"Ah!"

Untuk sesaat, aku mematung tanpa melakukan tindakan apapun. Aku terhanyut akan kenangan masa kecil yang tiba-tiba datang. Lara Selene adalah teman masa kecil yang selama ini kucari-cari. Lalu, bagaimana mungkin kami bertemu dalam kondisi tragis begini?

"Operasi, dimulai."

Aku kembali pada pekerjaan utama dan tidak membuang waktu lagi. Tim medis yang terampil dengan hati-hati menolongku untuk memulai prosedur penyelamatan yang kritis ini

Kami mulai melakukan tindakan operasi yang mungkin dapat berlangsung selama berjam-jam, dengan ketegangan yang dapat dirasakan oleh semua orang yang ada di dalam ruangan. 

Ruang operasi itu penuh dengan suara peralatan medis yang berdenting, lampu operasi yang menyilaukan, dan juga gerakan cepat tim operasi yang terus bekerja tanpa henti. Di ruangan yang hening itu, nyawa Lara dan sang janin sedang dipertaruhkan. Ironisnya, aku bahkan tidak bisa menerima kenyataan bahwa Lara telah berbadan dua!

"Sekarang, kita harus menghentikan pendarahan ini. Suction, please," perintahku pada asisten bedah yang ada di sebelah. 

Asisten bedah itu segera memberikan suction—alat penyedot cairan—kepadaku. Dengan hati-hati, aku berusaha menghilangkan darah yang terakumulasi di dalam rahim sang pasien. 

Lara kini terlihat sangat pucat dan tampak mengernyit kesakitan, meski tidak sepenuhnya sadar. 

Di atas meja operasi yang dingin itu, Lara sedang berjibaku untuk menyelamatkan nyawa janinnya, dengan keteguhan tekad untuk terus bertahan. 

Sebuah monitor terus memantau denyutan jantung sang janin yang ada di dalam rahim Lara. Setiap detik terasa sebagai waktu yang sangat berharga. Kami selalu berdoa semoga janin itu dapat diselamatkan, sesuai amanat sang ibunda. 

"Pasang pressure dressing!" Aku kembali mengomando sambil terus fokus pada tubuh Lara yang memerlukan penanganan.

Pressure dressing—semacam perban untuk menghentikan pendarahan—segera ditempatkan di area yang memancarkan darah segar. Dengan cermat, perban tersebut dirapatkan untuk menghentikan pendarahan yang dapat mengancam nyawa pasien yang sedang menjalani operasi. 

Tindakan ini dilakukan dengan teliti, dengan harapan dapat meminimalkan risiko perdarahan yang berlebihan selama prosedur operasi dilakukan. Para asisten dengan telaten mengiringi setiap langkah yang kuambil sambil bersiaga jika sewaktu-waktu tenaga mereka dibutuhkan. 

“Monitor?”

“Stable.”

Asisten bedah bekerja secara sinergis sebagai tim medis yang terlatih, siap mendukung dan merespons kebutuhan ahli bedah dalam menghadapi setiap tantangan dalam prosedur operasi yang tengah berlangsung.

Sementara itu, di tengah-tengah tindakan operasi, Lara tiba-tiba bergumam, meski tak jelas karena ia sedang dalam pengaruh bius lokal. Wanita itu mencoba menjaga dirinya agar tetap sadar sambil terus merapalkan doa yang tidak tersusun urutannya. 

Kendatipun begitu, Lara masih dapat merasakan situasi penyelamatan dramatis yang sedang berlangsung di hadapannya. Sambil terus merapal doa, Lara turut berjuang selama proses operasi berlangsung.

"Hentikan oksigenasi rahim, saya perlu memeriksa pendarahan lebih lanjut," ucapku pada perawat yang sedang berada di sampingku.

"Baik!"

Perawat itu dengan cepat mematikan aliran oksigenasi rahim sehingga aku bisa mulai memeriksa dengan teliti area-area yang masih mengeluarkan darah. Operasi ini menguji segala pengetahuan dan keterampilan yang kumiliki. Tak hanya itu, ambisi untuk menolong Lara cukup mempengaruhi segala tindakanku.

Aku tidak boleh salah memperhitungkan, karena keselamatan sang pasien benar-benar sedang dipertaruhkan. 

"Nurse, berikan sutura, cepat!" perintahku lebih lanjut.

Perawat segera memberikan sutura—benang jahit—yang kuminta. Aku mulai menjahit luka-luka Lara dengan cermat, mencoba menghentikan pendarahan di dalam rahim sang pasien. Setiap jahitan yang kulakukan adalah langkah menuju keselamatan sang pasien yang sedang berjuang. 

"Bertahanlah, Lara. Kumohon…"aku bergumam sambil terus melakukan tugasku dengan benar. 

Keselamatan Lara bergantung pada tangan-tangan ahli di dalam ruang operasi ini, aku, tim medis dan tentu saja tekad sang pasien untuk bekerja sama. Kudengar, Lara senantiasa berdoa dan menyalakan api semangat dalam dirinya agar tidak menyerah dan terus mempertahankan sang jabang bayi dengan sekuat tenaga.

“Dokter!”

Seorang perawat berteriak karena tiba-tiba, monitor jantung janin menunjukkan denyutan yang kian melemah. 

Ketegangan mulai merajai perasaan para tim bedah. Suasana yang hening tiba-tiba menjadi penuh dengan kepanikan dan tekanan. 

"Berikan oksigen tambahan untuk pasien, kita harus menjaga denyutan jantung janin!"

"Baik!"

Perawat memasang oksigen tambahan pada Lara, sementara asisten bedah terus mengoperasikan suction untuk menghilangkan darah yang tersisa. Mereka bekerja dengan cepat, sementara aku terus menjahit secara cermat.

"Detak jantung janin mulai stabil," ujar asisten bedah dengan penuh kelegaan. 

"Bagus!"

Aku melanjutkan tindakan pembedahan dengan tekad yang kuat, menghentikan pendarahan dan memastikan bahwa janin dalam rahim Lara mendapatkan oksigen yang cukup. Lara adalah pejuang yang hebat, yang sedang bertarung untuk dua nyawa—dirinya dan nyawa janinnya.

Lara harus tegar dalam menghadapi bahaya yang sedang mengintai karena ada janin yang harus penuh dijaga olehnya.

"Akhirnya…"

Setelah upaya yang luar biasa dari tim operasi, tindakan pembedahan akhirnya selesai. Aku dapat bernapas lega, tetapi aku tahu bahwa perjuangan kami belum usai. 

"Kita telah berhasil menghentikan pendarahan. Sekarang, kita harus menjaga pasien agar tetap stabil dan memantau perkembangan janinnnya," ucapku sambil mengelap peluh di dahi yang kian membasahi penutup kepala.

"Baik dokter!"

Pasien Lara tetap tak sadarkan diri di meja operasi, namun monitor jantung janin menunjukkan denyutan yang lebih kuat. Hal itu sangat melegakan.

Suasana di ruang operasi masih tegang, tetapi ada kelegaan yang mendalam. Kami telah melewati badai, dan sekarang, kami harus memantau jalannya pemulihan yang cukup panjang.

"Kita masih punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kataku sambil tersenyum penuh arti ke arah tiap anggota tim. "Tapi kita telah memberikan mereka peluang untuk bertahan. Kita harus menjaga mereka agar tetap kuat."

Tim medis mengangguk setuju. Mereka memang memahami bahwa pekerjaan mereka belum usai. Tim medis akan terus memantau perkembangan pasien dan memberikan perawatan yang diperlukan selama masa pemulihan.

“Beritahu wali, Sus.”

“Baik, Dok!”

Setelah operasi selesai, salah seorang tim medis keluar dari kamar operasi dan bertugas untuk memberitahu keluarga pasien tentang hasil operasi dan kondisnya. 

Namun, belum sempat kudengar kabar bahwa sang wali telah tersenyum lega atau semacamnya, sebuah keributan mulai terdengar di sana. 

“Apa yang terjadi?!”

De Lilah

Ayo kirimkan gem untuk buku ini!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status