Share

5. Terdiam Seketika

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2023-07-21 10:29:29

Bian membuka kedua matanya. Ia berucap dengan tenang. Sudah memprediksikan sebelumnya jika Dea akan histeris karena ulahnya.

"Masih pagi Dea. Kenapa berteriak seperti itu?"

Bian memandangi Dea tanpa rasa bersalah sama sekali. Meski sebenarnya hatinya merasa takut jika Dea bertambah marah dan benci kepadanya.

"Kenapa Dea bisa tidur di sini?"

Dea melihat tubuhnya dibalik selimut. Takut jika Bian memanfaatkan keadaan.

"Pasti Kakak sengaja, ya?"

Meski pakaian yang dikenakan gadis itu masih sama seperti tadi malam, Dea tetap tidak terima. Ia menganggap Bian sengaja ingin tidur berdua dengannya.

Bian hanya geleng-geleng kepala. Ia bangun dari tidurnya dengan tubuh bagian atas yang tidak mengenakan apa-apa.

Dea berusaha tetap tenang. Sudah lama ia tidak melihat Bian seperti itu. Dulu kakak angkatnya tersebut sangat kurus dan tidak berotot. Tetapi kini sungguh berbeda jauh.

"Kenapa kamu mengunci pintu kamarmu? Kamu ketiduran di mobil. Dan kakak bangunkan berkali-kali tetap tidak mau membuka mata."

Dea mencoba mengingat semuanya. Ia merasa malu karena berpikir yang tidak-tidak tentang kakaknya. Gadis itu mencoba mencari kunci pintu kamarnya. Meraba saku pada celananya.

"Kuncinya hilang," ungkapnya sedih.

Bian menghembuskan nafas berat. Kunci cadangan pun sudah tidak tahu entah kemana.

"Ya sudah. Untuk sementara kamu tidur di kamar ini saja. Masih banyak baju kok di almari itu."

Bian melenggang pergi untuk mandi. Ia akan berangkat ke kantor pagi ini.

Dea mengelus dadanya perlahan. "Perutnya kotak-kotak!" lirihnya geregetan.

Mengingat kemarin belum mandi, Dea terpaksa mandi lagi di kamar mandi dekat dapur. Ia mandi secepat kilat lalu menyiapkan sarapan roti bakar.

Bian keluar dari kamar sudah lengkap dan rapi dengan pakaian kerjanya. Ia melihat Dea makan roti seorang diri.

"Kamu tidak kerja hari ini?" tanya Bian kepada Dea.

"Dea sudah dipecat. Menyedihkan sekali nasibku."

"Mau kerja di tempat kakak?"

Kebetulan sekali perusahaan Jaya Cemerlang sedang membutuhkan dua karyawan baru sebagai sekretaris dan karyawan bagian marketing.

"Kamu bisa jadi sekretaris Kakak di kantor."

"Dea mau jadi karyawan biasa aja."

Dea berdiri dari duduknya. Ia menuju kamar untuk berganti pakaian.

Bian duduk dan setia menanti Dea dengan penuh kesabaran. Meski sebenarnya ia menginginkan gadis itu menjadi sekretarisnya di kantor.

"Dea, Dea. Apa kamu sebegitu bencinya sama aku? Harusnya kamu tidak bersikap seperti ini."

Tidak butuh waktu lama Dea sudah mengenakan pakaian baru. Ia tidak menyangka jika Bian tahu dan paham baju apa yang cocok untuk dirinya.

Dea bersikap santai. Ia berjalan mendahului kakaknya agar Bian tidak lagi berusaha menggandeng tangannya seperti kemarin.

Lagi-lagi Dea hanya diam saat keduanya ada di mobil yang dalam perjalanan menuju kantor. Sebelum mereka turun, Dea mengatakan sesuatu kepada Bian.

"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita sudah menikah. Kalau tidak, Dea akan pergi dari rumah."

Sebuah ancaman dari Dea yang membuat Bian hanya bisa pasrah dan menerima.

"Kamu tidak perlu khawatir."

Kali ini mereka berjalan beriringan. Bian merasakan perutnya lapar karena belum sarapan.

"Mau ikut kakak sarapan?" ajaknya.

"Dea sudah kenyang. Di mana ruangan Dea?"

"Kamu bisa bertanya kepadanya," ucap Bian sambil menunjuk ke arah seseorang yang hendak memasuki ruangan HRD.

"Baik. Terima kasih."

Dea langsung mengabaikan suami sekaligus atasannya tersebut. Ia bersemangat untuk mengetahui lebih dalam tentang pekerjaan barunya nanti.

Bian masih menatap Dea hingga gadis itu tak terlihat lagi. Ia berjanji akan membuat Dea bisa menerimanya sebagai seorang suami. Bahkan ia tak akan menyerah hingga gadis itu juga mencintainya.

Dengan perlahan Bian berjalan menuju kantin perusahaan. Di sana sudah ramai dengan para karyawan yang juga tengah menikmati sarapan mereka masing-masing.

Ponsel Bian berbunyi. Ada sebuah pesan dari Reza—papa kandung Dea yang kini juga menjadi papanya.

"Nanti siang kita harus bertemu. Ada yang ingin papa bicarakan tentang kesepakatan kita kemarin."

Bian menghela nafas panjang. Ia pikir lelaki paruh baya itu tidak serius dengan ucapannya. Nyatanya ia salah.

"Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini?" batinnya risau.

***

Siang pun telah tiba. Dea meletakkan bolpoin di tangannya. Melihat ke arah samping di mana ada Naomi—rekan kerja Dea yang tadi sudah berkenalan dengannya.

"Makan siang yuk, Nom?" ajak Dea kepada teman barunya.

"Eh, maaf ya Dea. Aku sudah ada janji sama pacarku."

Sesaat kemudian Bagas datang. Ia juga bekerja satu ruangan dengan mereka. Lelaki itu merupakan pacar Naomi.

"Atau kamu mau ikut juga?"

"Nggak kok, Nom. Nggak papa kalian duluan aja."

Dea masih duduk di kursinya. "Kak Bian bakalan ngajakin Dea makan bareng nggak ya?" Dea terdiam sesaat. "Kok aku jadi mikirin dia?"

Sedetik kemudian David datang. Ia juga teman baru Dea di bagian pemasaran.

"Makan sama aku aja yuk, Dea?"

Dea terkesiap. Ia bingung sendiri. Ingin menolak, tetapi merasa tidak enak.

"Makan di kantin aja, ya?" jawab Dea kemudian.

David mengangguk cepat. Ia sangat senang karena Dea menerima ajakannya. Diam-diam lelaki itu menaruh hati kepada Dea sejak pandangan pertama.

Dea dan David keluar dari ruangan kerja mereka. Ketika itu Dea melihat Bian hendak keluar dari kantor sendirian.

"Kak Bian mau ke mana?" batinnya penasaran. "Ah, biarin aja. Bukan urusan Dea."

"Ayo Dea! Kok malah bengong, sih!"

David bertanya sambil tangannya menggandeng Dea.

Seketika tatapan mata Bian menatap tajam ke arah istrinya.

"Lepaskan ya, Dav!" ucap Dea sambil menarik tangannya dengan cepat.

Sebenarnya ingin sekali Bian menghampiri Dea, tetapi ia sudah terlanjur berjanji dengan Reza.

"Kak Bian kok nggak ngajakin Dea sih? Dia mau ke mana?"

Meski mencoba cuek, Dea tetap ingin tahu apa yang hendak dilakukan suaminya. Tentu ia tidak terima jika diam-diam Bian melakukan pertemuan dengan seorang wanita.

"Jangan-jangan Kak Bian ketemuan sama ceweknya."

Tanpa terasa Dea sudah tiba di kantin. Gadis itu baru sadar jika sejak tadi David mengajaknya berbicara.

"Aku nggak tahu makanan apa yang kamu sukai. Aku pesankan ini. Habisnya kamu dari tadi ditanyain nggak nyahut sama sekali."

"Eh, maaf ya Dav. Semua makanan aku suka kok. Terima kasih ya?"

Dea berucap sambil garuk-garuk kepala. Gadis itu jadi teringat makan malamnya kemarin dengan Bian. Hanya lelaki itu yang paham akan semua makanan favoritnya. Bahkan Reno pun selalu lupa.

Dea menikmati makan siangnya tanpa rasa semangat sama sekali. Berkali-kali ia mengabaikan David yang berusaha untuk lebih akrab dengannya.

Dea telah menyelesaikan makan siangnya. Ia hendak melakukan pembayaran.

"Dea, nggak perlu. Aku sudah bayar semuanya."

"Harusnya kamu tidak perlu berbuat seperti itu, Dav. Nanti kalau keterusan bagaimana? Aku minta traktir terus sama kamu," goda Dea kemudian.

"Em, Dea. Aku rela kok bayarin kamu setiap hari. Asalkan—"

David hendak melanjutkan kalimatnya. Namun tiba-tiba datang seseorang yang membuatnya terdiam seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   56. Sang Buah Hati

    Beberapa bulan telah berlalu, Dea merasakan perutnya begitu sakit. Di saat itu dia sedang berada di rumah sang mama. Seketika Amelia membawanya ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu langsung menelepon Bian yang masih di kantor bersama Marco. “Ada apa, Ma?” tanya Bian dari balik teleponnya. “Dea masuk rumah sakit, Sayang. Kamu segera ke sini ya? Sepertinya dia akan segera melahirkan.” Tanpa berpikir panjang, Bian langsung menyanggupi permintaan sang mama. “Kenapa?” Marco penasaran karena melihat tingkah Bian yang tidak tenang. “Aku harus ke rumah sakit, Marco. Sepertinya Dea akan segera melahirkan.” Marco terlihat bahagia mendengar kabar bahwa Dea akan menjadi seorang Ibu. “Waow, itu berita yang sangat baik. Aku akan menghubungi Mama dan Papa Justin. Kamu tidak boleh panik.” Bian menepuk pelan bahu Marco. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Bian begitu polos. Tiba-tiba telapak tangannya terasa sangat dingin. “Kamu pulang dulu. Persiapkan segala kebutuhan untuk bayi baru lahir

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   55. Bahagia

    Setelah siuman dari pingsan, Lusi segera memberikan minuman kepada Bian. Gadis itu menanyakan bagaimana keadaannya. "Mas Leo, apakah kepalanya masih sakit?" tanya Lusi khawatir. "Aku sudah ingat semuanya, Lusi. Kenapa kamu membohongiku?" balas Bian balik bertanya. Lusi terlihat gugup. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Satu kali dalam seumur hidupnya merasakan jatuh cinta. Dan kini harus terluka. Patah dan hancur hatinya. Ternyata gadis itu mencintai lelaki yang sudah beristri. Kakek Baya menghampiri Bian. "Lusi melakukan hal itu karena dia sangat mencintaimu, Bian. Maafkan kakek juga. Kakek merasa bahagia melihat Lusi bisa tersenyum kembali semenjak kepergian kedua orangtuanya." Kakek Baya menjelaskan semuanya. Ia membawa Lusi ke hutan dan jauh dari tempat tinggalnya semula karena tidak ingin gadis itu kenapa-napa. "Maafkan saya. Saya harus kembali untuk menemui istri saya." "Tapi Mas?" Lusi terkesiap. Ia belum siap jika harus kehilangan Bian secepat itu. "Maaf Lusi. Bian harus

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   Bertengkar

    Beberapa bulan telah berlalu. Keadaan Bian semakin membaik, tetapi ia masih belum mengingat apapun tentang masa lalunya. Lelaki tampan itu telah selesai membantu Kakek Baya mencari kayu di hutan. "Kakek, apakah setiap hari mencari kayu di hutan seorang diri?" tanya Bian kepada kakek itu. "Ya terkadang Lusi menemani Kakek. Tetapi ia lebih sering di rumah untuk memasak dan mempelajari tentang meracik obat seperti kakek. Ia ingin seperti kakek yang jago mengobati orang-orang." "Boleh saya menemui Lusi sebentar, Kek?" pamit Bian. "Tentu saja. Pasti ia sangat senang jika kamu membantu pekerjaannya." Kakek Baya tertawa renyah. Ia senang melihat hubungan Lusi dengan lelaki itu yang semakin dekat. Bian pun mengangguk senang. Ia pergi ke bagian dapur untuk melihat Lusi yang sedang sibuk memasak. "Hai, masih sibuk?" sapa Bian kaku. Padahal ia sudah mulai menerima Lusi sebagai calon istrinya. Tetapi selalu seperti itu saat berbicara dengan gadis itu. "Mas Leo? Ngapain datang ke sini? Mem

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   53. Berdebar-Debar

    Uhuk !Dea tersedak oleh air liurnya sendiri. Ia tidak menyangka jika Marco akan menanyakan hal itu kepadanya. Wanita segera menghabiskan air putih yang ada di dekatnya."Em, maaf Dea. Kamu tidak apa-apa?" Marco tentu saja panik melihat Dea terbatuk-batuk karena pertanyaan konyolnya. Lelaki itu mencoba memijit tengkuk leher Dea."Aku baik-baik saja, Marco. Tidak perlu khawatir." Dea berusaha mengelak. Tidak enak jika dipandang banyak orang di sana.Untuk sesaat Marco membiarkan Dea mengatur nafasnya agar kembali stabil. Namun ia juga menanti sebuah jawaban dari wanita itu."Bagaimana kamu bisa tahu tentang Reno? Aku dan dia—" Dea menghentikan ucapannya. Seakan berpikir sejenak. "Ah, sebaiknya tidak perlu membahas tentang dia.""Kamu yakin? Tidak ada yang perlu dijelaskan tentang masalah ini? Apakah kamu sudah melupakan Bian?" tanya Marco penuh selidik. Padahal jelas-jelas ia tahu jika di kantor tadi melihat Dea menangis gara-gara mengingat kenangan bersama Bian.Dalam sekejap saja kedu

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   52. Sepasang Kekasih

    "Belum ada perkembangan. Maafkan kakek ya, Nak?" Kakek Baya tampak bersedih."Tidak apa-apa, Kek. Kakek sudah berusaha. Mungkin besok dia akan sadar."Lusi segera menemui Bian di kamar. Perempuan itu semakin mengagumi wajah tampan milik lelaki itu."Andai saja kamu bisa berbicara hari ini. Aku pasti sangat senang."Setelah mengatakan kalimat itu, tiba-tiba kedua mata Bian terbuka. Tentu saja Lusi merasa terkejut."Kamu sudah sadar?" tanya Lusi bersemangat."Aku di mana?" tanya Bian seraya memegangi kepalanya. Ia tidak mengingat apapun selain saat dirinya tertabrak mobil dan kepalanya terbentur."Kamu di sini bersamaku, Mas. Aku Lusi calon istrimu.""Calon istri?" Bian terlihat kebingungan.Lusi meminta Bian untuk menunggu sebentar. Wanita itu segera menemui sang kakek untuk menyampaikan kondisi Bian."Kakek, lelaki itu sudah sadar. Sepertinya dia kehilangan sebagian memorinya. Mungkin dia tidak mengingat namanya sendiri.""Kamu serius, Lusi? Kamu tidak menemukan kartu identitas atau ap

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   51. Tenaga Dalam

    Amelia tersenyum kala menyadari siapa yang datang. Sepertinya wanita paruh baya itu mulai tertarik kepada lelaki tersebut."Nak Reno? Tumben pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Amelia dengan wajah sumringahnya.Amelia melihat penampilan Reno. Lelaki itu mengenakan pakaian joging."Saya ingin mengajak Dea jalan-jalan pagi, Tante. Bukankah baik buat kesehatan ibu hamil?" ungkap Reno ramah."Memangnya Nak Reno tidak bekerja hari ini? Tante sih setuju banget kalau Dea diajak jalan-jalan pagi."Amelia semakin merasa bahagia. Karena pagi itu ia ada janji dengan Reza untuk bertemu di suatu tempat."Reno hari ini libur, Tante. Ada yang handel di kantor!" jawab Reno tegas.Dea yang sudah selesai menyiapkan makanan di atas meja jadi penasaran dengan siapa yang datang. Ia pikir papanya yang berkunjung untuk temu kangen dengan sang mama."Siapa, Ma? Ini sarapannya sudah siap," teriak Dea dari arah meja makan."Ayo, Nak Reno. Silahkan masuk," ajak Amelia kemudian."Terima kasih, Tante."Amelia berjala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status