"Kenapa kamu mau menjadi sekretaris di perusahaan ini?"Bian berdiri dari tempatnya. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya."Kau masih jadi simpanan Papa Reza? Bagaimana jika dia selingkuh dengan sekretarisnya?" ucap Bian dengan santai. Ia ingin Mawar sadar bahwa semua tindakannya tidak benar."Aku tidak peduli Pak Bian. Sepertinya sekarang aku mulai tertarik denganmu. Aku akan membuatmu bertekuk lutut kepadaku," balas Mawar tak kalah santai.Ia sangat yakin bisa meluluhkan hati Bian. Tidak ada lelaki yang bisa menolak pesonanya.Bian segera menjauh dari tubuh Mawar ketika menyadari wanita itu mulai berulah lagi."Jangan pernah berharap. Dan mulai besok, gunakan pakaian yang lebih sopan."Bian meninggalkan Mawar seorang diri. Ia keluar dari ruangannya hendak menemui seseorang yang mengadakan janji temu dengannya."Lebih baik aku tidak mengajak Mawar."CEO tampan itu melangkah dengan tenang. Di saat itu teleponnya berdering. Bian berbicara sambil berjalan, namun langkahnya
"Auh! Kakiku!" keluh Dea. Ia merasakan kakinya sakit. Sepertinya telah terjadi sesuatu pada kaki kanannya.Bian menyadari perubahan raut wajah Dea. Seolah gadis itu merasa tidak nyaman. "Apa yang terjadi Dea?" tanya Bian khawatir. Ia masih menopang tubuh istrinya.Tanpa menunggu jawaban dari Dea, CEO tampan itu segera mengangkat tubuh istrinya ala bridal style. Membuat pandangan orang-orang tertuju kepada mereka. Tak terkecuali dengan Reno yang menghentikan dansanya bersama Mawar.Bian langsung membawa Dea ke dalam mobil dan berniat untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia tak peduli dengan tatapan tajam dari semua orang."Sial! Pasti dia sengaja memanas-manasiku!" umpat Reno tidak terima. Lelaki itu pun mengajak Mawar pergi dari acara makan malam tersebut.Setelah menunggu beberapa menit, seorang dokter telah selesai memeriksa Dea."Apakah istri saya baik-baik saja, Dok?" ucap Bian merasa khawatir dengan keadaan Dea."Bapak tidak perlu khawatir. Kakinya hanya keseleo saja."Dea
Sebuah suara jeritan memenuhi ruang kamar kecil itu. Dea menahan rasa sakit yang luar biasa pada inti tubuhnya. Begitu menyakitkan baginya.Air mata terus mengalir deras dari kedua mata milik Dea. Namun Bian tak peduli sama sekali. Ia terus bergerak sesuka hatinya sambil sesekali meracau menyebut nama Dea."Cukup Kak," ucap Dea namun tersekat di tenggorokannya.Beberapa jam berlalu. Bian mulai terkapar lemah di sebelah Dea. Gadis itu menangis hingga ikut tertidur di samping seorang lelaki yang telah merenggut kesuciannya.Keesokan harinya Dea terbangun terlebih dahulu. Ia masih merasakan sakit yang tiada terkira.Perlahan gadis yang tak lagi perawan itu mulai bangun. Ia mencoba melangkah menuju kamar mandi. Jalannya tertatih seakan sangat sulit untuk bergerak bebas.Dea mengahabiskan waktunya di bawah kucuran air shower. Hatinya sakit meski sebenarnya akan lebih sakit jika Bian melakukan hal itu dengan Mawar."Kenapa Kak Bian tega?"Dea memejamkan sejenak kedua matanya. Tanpa terasa a
"Mawar apa yang sedang kamu lakukan?" Bian menaikkan sebelah alisnya sambil membetulkan dasinya."P–Pak Bian?" Tergagap Mawar menjawab pertanyaan dari sang atasan.Bian melihat jam di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Seharusnya mereka sudah berada di ruangan kerja masing-masing."Ikut ke ruangan saya!" perintah Bian kepada sekretarisnya. Ia ingin Mawar tidak bertindak seenaknya sendiri saat di kantor tempatnya bekerja.Mawar pun hanya menurut saja. Tidak mungkin ia melawan saat di kantor. Ia pun tidak mau dipecat secepat itu.Sementara dari kejauhan, Dea tengah memperhatikan. Kini ia bingung dengan perasaannya sendiri. Ada rasa cemburu tiap kali melihat Bian dengan Mawar. Apalagi setelah kejadian tadi malam."Apa benar Kak Bian mencintaiku? Atau dia juga ada affair dengan Mawar?"Meski kesal dan sangat sakit hati dengan Mawar, Dea tidak ingin bertindak gegabah. Ia harus bisa membalaskan dendamnya kepada Mawar dengan cara yang licik.Gadis itu pun tidak ingin terba
"Mamaku ingin aku datang ke rumahnya. Katanya dia butuh pertolongan."Akhirnya Dea menceritakan tentang permasalahan keluarganya. Kedua orang tuanya yang berpisah karena perselingkuhan. Juga mantan tunangan yang telah mengkhianatinya. Semua teman-teman Dea merasa iba. Apalagi David yang berniat menjadi penawar hatinya."Aku akan mengantarkanmu nanti pulang kerja," tawar David kemudian."Atau kamu bisa ijin setelah kita sampai di kantor," timpal Naomi."Terima kasih, Nom."Dea melihat ke arah David yang sedari tadi menunggu jawaban darinya."Untuk kamu, Dav. Terima kasih sudah peduli kepadaku. Aku tidak mau merepotkanmu. Sebaiknya aku datang sendiri saja."David tidak bisa memaksa. Ia hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk Dea.Setelah tiba di kantor, Dea mencoba meminta ijin kepada atasannya di ruangan sang manajer."Kamu harus tahu bahwa kamu itu karyawan baru di sini. Saya harap ini memang urusan mendesak. Dan kamu hanya diperboleh ijin satu kali saja dalam bulan ini. Mengerti?"
"Dengarkan dulu penjelasan kakak, Dea."Bian menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secera perlahan."Mama akan segera menjalani kuretase. Kakak akan mengantarkan kamu ke rumah sakit."Dea mulai merasa tenang. Namun lagi-lagi Bian yang telah menolongnya. Membuat gadis itu merasa bersalah."Kak Bian tidak ganti baju dulu?" lirih Dea mengalihkan pembicaraan."Hanya basah sedikit. Kakak memang tidak membawa baju ganti."Lelaki tampan itu segera tancap gas. Ia tidak ingin membuat Dea menunggu terlalu lama.Sedangkan gadis itu merasa aneh. Untuk diri sendiri Bian tidak terlalu memikirkan. Tetapi untuknya, sudah dipersiapkan baju baru yang bahkan sangat pas dengan ukuran tubuhnya.Dea pun hanya diam. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi.Tak butuh waktu lama, mereka berdua telah tiba di rumah sakit. Dea dan Bian berjalan cepat menuju ruang tunggu.Melihat ada papa tirinya, gadis itu segera menautkan tangannya pada lengan kekar milik suaminya.Bian paham akan keadaan itu. Ia gen
"Em ... maaf," ucap Bian kemudian.Seketika Dea menarik tangannya. Ia berusaha untuk tetap tenang."Kakak bisa makan sendiri 'kan?" Gadis itu merajuk.Karena Bian tahu jika Dea juga kelaparan, maka ia memilih untuk makan sendiri. Lelaki itu mengangguk pelan seraya menggeser mangkoknya agar lebih dekat.Mereka berdua pun makan dalam keadaan sunyi. Hanya sesekali terdengar suara sendok yang beradu dengan mangkok itu.Bian hendak berdiri untuk mengambil minum, namun dengan cepat Dea melarangnya."Biar Dea yang mengambilkan minumnya. Kak Bian mau minum apa?""Air putih saja."Bian tersenyum tipis merasakan perhatian penuh dari istrinya. Hal yang tak pernah ia dapatkan sebelum-sebelumnya.Sementara Dea segera beranjak dari tempatnya. Ia juga minum air putih sama seperti suaminya. Malam itu Dea menemani Bian sampai selesai makan. Ia membersihkan mangkok dan gelas yang kosong."Dicuci besok saja, Dea. Sudah malam.""Tidak apa-apa, kok. Sebaiknya Kak Bian segera beristirahat di kamar.""Kamu
Karena merasa penasaran Dea mulai mencicipi bubur buatannya. Dan hampir saja gadis itu muntah-muntah karena rasanya yang sangat asin."Kak Bian, kenapa tidak mengatakannya? Biar Dea buatkan yang baru.""Tidak perlu, Dea." Tiba-tiba Bian sudah menarik tangan istrinya yang hendak beranjak pergi. Karena ia terlalu kuat dalam menarik hingga tubuh Dea jatuh ke atas tubuhnya.Gadis itu dapat merasakan hawa panas mulai menyelimuti tubuhnya. Ia menatap kedua mata Bian yang juga menatapnya. Tanpa terasa tangan Dea membelai wajah sang suami."A–aku harus—"Bian menautkan jemarinya pada jari-jari milik Dea. Kemudian ia bawa dan kunci ke atas kepala gadis itu hingga tidak dapat bergerak.Sekejap saja bibir Bian telah menguasai bibir Dea. Gadis itu hanya bisa pasrah tanpa mampu untuk mengelak. Gelenyar aneh mulai menyeruak ke seluruh tubuhnya.Suasana pagi yang semakin memanas. Dea telah terbuai akan kenikmatan yang Bian ciptakan untuknya.Bian masih merasa lemah. Ia berbisik sesuatu kepada istrin