Ace menutup laptopnya dengan mantap ketika Asih mempergoinya dengan tatapan curiga. Rahangnya mengeras. Celetukan Pamela memicu terbukanya rahasia di depan seorang pengasuh yang menjadi bagian dari perjalanan hidupnya dengan Natasha dan Berlian. Dia sungguh-sungguh mencintai Natasha dan mendekati wanita lain sama saja mengkhianatinya. Hal itu sudah lama Ace jadikan sebagai pekerjaan di divisi hatinya.
Ace tahu tadi adalah perbuatan yang tidak gentle, dan ia tidak benar-benar ingin membuatnya malah semakin terlibat dalam masalahnya. Ace cuma reflek, seperti respon otomatis kebanyakan pria yang bertemu Pamela untuk kali pertama.“Pegang-pegang apa sih, Pak?” goda Asih.“Diam!” bentak Ace.Berlian tersentak ketika ayahnya berkata seperti marah untuk pertama kali. Bibirnya bergetar. Berlian mundur, mendekati Pamela seolah meminta perlindungan, padahal kan tangannya patah, satu tangannya di infus. Pamela bisa apa? Wanita itu saja berwajah angkuh setelah membuka rahasia Ace tanpa basa-basi.“Papa kok gitu? Papa mau jadi monster? Papa mau seperti alien?” Berlian mendesis. “Aku takut sama papa!”Ace menaruh laptopnya di meja lalu menajamkan matanya pada Asih sebelum mendekati Berlian.Asih nyengir sambil menduga-duga Ace memegang apa semalam?‘Haha... Udah berani goda-goda cewek itu pak es, gak mau ngaku lagi! Natasha juga udah di surga, untuk apa masih mengagungkan kesetiaan. Mending hepi-hepi, punya bini lagi. Berlian lho butuh ibu, gak mungkin toh sama aku terus. Walau kita bertiga kalo jalan bareng udah mirip keluarga kecil bahagia.’ Asih mencibir.“Ayo kita keluar.” bujuk Ace selembut mungkin. Penyesalan menyentuh hatinya setelah membentak orang di depan putrinya.“Papa baru banyak kerjaan jadi papa minta bibi diam. Bibi Asih cerewet, ganggu papa kerja!”‘Bohong!’Pamela dan Asih sama-sama memutar bola mata. Pria itu perayu ulung, sudah banyak yang terkena rayuannya siapa lagi kalau bukan para klien, investor dan anaknya sendiri.Ace menoleh kepada Pamela. ‘Sudah di tolong tidak tahu diri. Wanita macam apa kamu?’Ace menurunkan tatapannya ke arah Berlian sewaktu Pamela membuang muka. “Kita cari makan untuk Tante putri duyung—”“Namaku Pamela, bukan Tante putri duyung!”Astaga. Akhir-akhir ini Ace merasa dunianya tambah kacau. Putrinya semakin besar dan kritis, bisnisnya menggurita, asistennya cuti menemani istrinya melahirkan dan Asih tidak lagi mendukungnya seratus persen.“Jadi nama Tante itu Tante putri duyung Pamela?” tanya Berlian dengan wajah polos.Ya Tuhan. Pamela merasa akhir-akhir ini dunianya tambah kacau. Pekerjaannya yang menumpuk di Jakarta membuatnya batal melakukan penerbangan bersama Damian kemarin hingga terbukanya skandal sang tunangan dan kemudian Ace, Berlian dan Asih menumpuk persoalan lain di tengah penderitaannya.“Namaku Pamela Kandhita Kilmer, bukan jelmaan putri duyung!” tandasnya dengan serius.Ace mengepalkan tangannya seraya mengembuskan napas panjang.“Bisakah kamu bekerja sama?” Suara Ace terdengar emosional. “Kamu berhutang padaku!”Pamela mencibir. ‘Kenapa orang itu sangat pelit?’ Belum apa-apa sudah ditagih!’Pamela memalingkan wajah, ia tahu pasti Ace semakin marah kalau dia semakin ikut campur. Mungkin memang bocah perempuan di sampingnya itu sangat menginginkan putri duyung. Dia mungkin bisa berkompromi dengan itu, tapi tidak dengan watak ayahnya. Huh!Pamela memejamkan mata ketika suara keroncong dari perutnya terdengar frontal di tengah keheningan ruang.Ace mendengus. “Ayo kita keluar sebentar, Berlian. Kita perlu cari makan untuk Tante putri duyung Pamela yang kelaparan dan bibi Asih biar tidak cerewet!”“Pak—!” Asih membatalkan protesnya. Awal bulan sudah di depan mata, bisa gawat kalau Ace mengulur transferan gajinya. Ck!“Ayam betutu, Pak.” seru Asih sebelum Ace keluar dari ruangan.Ace mengangguk. Tak ada satu pun pengasuh baru yang betah dengannya meski sudah berkali-kali dia merekrut anggota baru demi meminimalisir terjadinya kontaminasi dari efek kekonyolan Asih yang berusia tiga puluh lima tahun itu kepada putrinya.Berlian tersenyum ceria sambil mengayunkan tangannya. “Pa... Papa... Bibi Asih bilang Tante putri duyung mama baru aku! Iya?”Ace terlonjak kaget, lalu secepatnya menarik-embuskan napas sebelum jantungnya berdetak kencang dan emosinya meningkat lagi.‘Apa ini cara cerdik Asih protes naik gaji? Membuatku tidak betah dengan tingkahnya? Kurang ajar!’Ace berdehem-dehem seakan menghilangkan emosinya. ”Boleh papa minta Berlian tanya yang lain saja? Mama Berlian itu mama Natasha.”“Mama Natasha sudah pergi, Papa. Aku mau mama baru!” rengek Berlian.Luka kehilangan di benak Ace kembali menganga serupa kesegaran bunga kamboja yang bermekaran di depan rumah sakit.Alih-alih mengurusi keinginan Berlian, pria itu menghentikan langkah ke arah mobilnya.Ace mengamati pria-pria berpakaian seperti preman berjalan wira-wiri di seputar parkiran sambil mengamati mobil-mobil di sana bersama seseorang yang berpostur seperti orang semalam.“Aku mengenalnya!” Ace membeliak takjub. Damian Airlangga, anak buah Miranti. Ace langsung teringat pernikahan yang berlangsung di satu wilayah villanya.‘Jadi mereka mendatangi pernikahan penggede dari Jakarta? Dan wanita itu?’Sudut bibir Ace terangkat, ia langsung bisa menyimpulkan sendiri apa yang terjadi pada Pamela.‘Kasian.’Berlian menarik-narik tangan ayahnya. “Papa kenapa diam? Papa tidak mau cari mama baru buat aku?”Ace menundukkan tatapannya, “Jangan minta mama sekarang, papa tidak bisa!”“Kenapa papa tidak bisa? Papa nggak sayang aku?” rengeknya, memicu perhatian Damian dan Sassy.“Lho.. Pak Ace di sini.” Damian melepas tangan Sassy begitu saja. Beberapa detik kemudian terdengar suara pintu mobil tertutup dengan kencang.“Kamu keterlaluan, Dam!”“Kamu masih memikirkan yang lain daripada aku yang slalu ada buat kamu!” maki Sassy.Damian menghampiri Ace dengan senyum wibawanya. Ace menyebutnya senyuman seorang penjilat yang bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan. Di perusahaan di gunakan untuk merayu atasan dan klien, jika dengan perempuan di gunakan untuk bujuk rayu.Ace sangat mengerti senyum-senyum seperti itu. Dia sudah berpengalaman dari usia dua puluh lima tahun sebelum bertemu Natasha yang mengubah dunianya menjadi lebih baik.Ace membalas uluran tangan Damian. “Senang bertemu dengan Pak Dam hari ini. Apa kabar?”‘Buruk, sudah jelas!’ batin Ace. ‘Kamu akan kehilangan Pamela. Dia sudah di tandai putriku! Sial, ternyata bajingannya ini, orang yang pernah bekerja sama denganku!’Damian menatap lobi rumah sakit seraya menggelengkan kepalanya samar. “Baik.” Ia menatap Berlian yang slalu mengemaskan. Sudah beberapa kali dia melihat putri kesayangan Ace di perusahaan ayahnya dan di sosial media. Celine Berlian Raine, seorang model cilik yang meneruskan bakat ibunya.“Apa kabar cantik?”“Bete.” Berlian menguncupkan bibirnya. “Aku mau mama baru, tapi papa gak mau, padahal aku punya Tante putri duyung Pam—”Ace menggendong Berlian secepatnya hingga menghentikan ucapannya.“Papa kenapa sih?” protes Berlian. “Aku belum selesai ngomong.”“Kami harus cari ayam betutu dulu, Pak Damian. Kami permisi.” Izin Ace.Damian mengizinkan dengan wajah yang nampak berpikir keras. “Aku sudah punya putri duyung Pam—? Pamela? Paman? Pamer? Pam-pam?”Damian mengeram frustasi. “Ngapain aku mikirin putri duyung. Aku ke sini buat cari Pamela. Mel, sayang... Di mana kamu?”Ace menoleh sekilas. “Dia monster yang bisa menculik Tante putri duyung Pamela, Berlian diam saja. Jangan bilang-bilang kalo punya putri duyung. Ini rahasia!”“Siap.” Berlian mengangguk. “Tapi kenapa kita nggak ke mobil papa? Papa mau naik taksi?”-Next-Damian menutup pintu mobilnya seraya menarik Sassy dan mendekapnya. Tak akan lama karena dia langsung menyuruh orangnya untuk menanyakan keberadaan Pamela Khandita Kilmer di dalam rumah sakit. Sassy memukul dadanya, “Bisa nggak sih Pamela nanti lagi!” desaknya. “Aku cemburu!” “Bukannya ini sudah risiko jadi pacar kedua?” Damian menyelipkan sehelai rambutnya ke belakang telinga. Isi kepala Sassy harus di isi dengan realita. Kecemburuannya kadang tidak masuk akal. Slalu menuntut lebih seperti lakonnya menjadi perebut milik orang. Ingin berkuasa. “Sabar dulu. Ngerti dong. Pamela bagaimana pun harus aku cari. Dia bisa menghancurkan hidupku. Jadi sebelum dia melakukan itu, aku akan menghancurkannya dulu!” Damian bersitegang dengan waktu, semakin cepat ketemu, semakin baik. Rumah sakit adalah tujuan utama sejak kehilangan Pamela semalam. Dan rumah sakit saat ini adalah rumah sakit ke lima sejak subuh tadi dia mendatangi lembaga pelayanan kesehatan di Bali.“Mungkin Pamela di klinik-klini
Pamela memperhatikan Asih untuk merespon pernyataannya. “Mungkin takdir.” Pamela tersenyum getir. Mungkin begitu, tak dipungkiri apa yang sudah ditakar tidak akan tertukar. Pamela tahu itu, dia tidak akan mengeluh mengapa harus ia yang mengalami kehilangan. Kematian mutlak terjadi kepada setiap nyawa dalam kehidupan. Hanya saja saat-saat seperti ini muncul rasa rindu tanpa peringatan.“Mamaku meninggal karena gagal ginjal. Namanya Joice Elizabeth Kilmer, dan Bali adalah rumah masa kecilku sebelum pindah ke Jakarta.” Pamela mengusap-usap gips tangannya. “Aku masih tahu persis harinya, dan aku sudah mengulang peristiwa itu ribuan kali di kepalaku.”Asih menarik selembar tisu untuk Pamela yang sudah berkaca-kaca matanya.“Setelah kehilangan mama, hidupku hancur.”Selama beberapa detik ruangan itu sunyi. Ace bergeming memandangi Berlian yang mendadak enggan menerima nasi ayam betutu darinya.Berlian menunduk, menarik serat kain rok tutunya yang kecantol paku di pos satpam tadi. Bibirn
“Pamela Kandhita Kilmer?”Ace memandangi Armando yang mengulangi ucapannya di lorong rumah sakit seraya menganggukkan kepala.“Siapa dia, Pak? Calon karyawan baru atau—” Armando–sekertaris Ace yang menyusul secepatnya ke Bali untuk menyokong kegentingan bosnya itu meringis.“Pacar baru ya?” tukasnya tidak segan.Ace memandangi pria bersetelan klasik, kumisan, dan berambut panjang yang di ikat rapi itu dengan sorot mata tajam.Armando langsung tahu, Ace tidak suka dengan candaannya. “Siapa Pamela? Jangan sampai aku jauh-jauh untuk mengurangi urusan nggak penting! Istriku ngambek, ngancam bakal baby blues kalo pulang-pulang gak bawa duit dan oleh-oleh!” Armando ganti memandangi Ace dengan sorot mata tajam. “Ini serius, Pak. Baru kemarin kami keluar dari rumah sakit, harusnya aku hari ini sedang menimangnya bukan datang ke rumah sakit lagi. “Siapa yang sakit? Oh, astaga, buset. Aku paham. Bapak nabrak orang yang bernama Pamela Kandhita Kilmer dan wanita itu minta tanggung jawab?” “Ken
Pamela meringis mendengar lelucon murahan Armando yang terdengar tidak pada tempatnya.Bagaimana tidak, laki-laki itu memamerkan kemampuannya mengurusi istrinya melahirkan di tengah suasana muram hatinya dan hati Ace, pastinya. Oke, Pamela mengerti Armando sedang bahagia. Tapi pamer kemesraan sebuah kesempurnaan keluarga kecil membuatnya bahkan Ace yang sudah mencecap campuran rasa berumah tangga tidak percaya diri kembali membangun sebuah hubungan baru.Pamela tidak bisa membayangkan lagi kisah sempurna bersama pria baru setelah kisahnya hancur demi kisah lain yang lebih panas dan mendebarkan jantung dan pikiran.Lain halnya dengan Pamela, Ace sendiri tidak percaya diri karena dia gagal menjaga Natasha. Seratus persen gagal.Pekerjaan lebih penting dari perhatian. Sebagai eksmud yang sedang naik daun, dulu Ace begitu tergila-gila untuk memberikan yang terbaik demi sanjungan, uang dan kedudukan. Kini semua itu sudah ada di genggaman tangannya. Alih-alih bahagia, Ace justru kehilangan
Pamela sedang merasa agak jahat dengan Berlian semenjak ia duduk bersamanya dan Asih di mobil sewaan. Pamela diam saja saat bocah itu berceloteh tentang tempat-tempat rekreasi yang ingin dia kunjungi bersama-sama. Meski begitu dia lumayan bersyukur bisa lolos dari pantauan orang suruhan Damian yang menjaga ketat mobil Ace setiap hari.Pamela bergidik. Membayangkan betapa getol Damian mencarinya, seratus persen ia yakin Damian ketakutan rahasianya terbongkar dan Damian rela melakukannya apa saja untuk mendapatkan dirinya kembali. Hati Pamela mengkerut. Takut, iya, bagaimana nasibnya nanti jika Damian menangkapnya dan mencincangnya hidup-hidup?Pamela panik. Kadar cemasnya meningkat, hatinya retak membentuk puzzle-puzzle berantakan. Susah kalau harus di satukan lagi pakai lem, butuhnya perhatian dan kasih sayang yang tulus dan cinta banget. Tapi siapa yang akan memberi itu semua? Pamela cemberut. Hidup macam apa yang menyambut kepulangannya dari rumah sakit?Taruhlah ia di atas pecah
Ace menyesali keputusannya untuk duduk manis sambil menelepon Armando. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Dengan niat yang sudah paten dalam hati sejak skenarionya matang, ia bertanya bagaimana hasil dari pembobolan kamar hotel Pamela. Armando menghirup rokok elektriknya di serambi bungalow beratap jerami. Semilir angin di pedesaan dengan sawah yang menghijau membawa asapnya menghilang dengan cepat.“Orang resepsionis ngomong si brengsek itu kemarin datang. Damian udah ambil semua barang Pamela. Aksesnya lebih gampang!” ujar Armando sembari melangkah ke parkiran. “Usahamu gagal buat mengamankan Pamela, mau apa sekarang, Pak?”Ace terdiam, lalu menarik napas. “Cari Damian. Jangan sampai data pribadinya digunakan untuk macam-macam! Pamela udah jadi anggota geng anakku! Dia tidak akan lepas dariku.” Armando mencibirnya dengan terang-terangan sambil bersandar di badan mobil. “Jangan menggunakan Berlian sebagai alat, Pak!”“Maksudmu apa?” Ace berdiri, meninggalkan gelasnya yang masih
‘Apa aku harus menjilat atasan biar dia mau melindungi ku? Hm... Repotnya. Pak Es kenal Damian, sewaktu-waktu aku bisa di lempar ke dia kalo aku bikin salah. Gawat. Aku tidak mau!’Pamela mengekori Berlian menuju kamar Ace di lantai dua. Perasaannya campur aduk. Bawaannya takut salah, salah dalam memilih pakaian Berlian. Salah memilih pola asuh dan cemas rambut Berlian tidak rapi sesuai penilaian Ace. “Aku harus bilang papa kalau papa nggak boleh marah-marah terus, Tante. Papa bisa-bisa jadi monster beneran nanti!” keluh Berlian.Pamela mengangguk dan tersenyum geli. “Betul itu, Non. Papa Ace tidak boleh marah-marah, nanti jantungan. Ahli waris masih kecil, kasian.”“Ahli waris itu apa, Tante?” tanya Berlian heran. “Non Berlian tanya saja sama papa, ya. Papa tahu, tapi Non, itu gawat, papa nona harus segera diberitahu biar tidak marah-marah terus.” bujuk Pamela, akal bulusnya bekerja.“Kalo gitu ayo Tante, cepat! Papa harus kita kasih tahu sebelum gawat! Berlian takut.” Berlian mena
Pamela menutup buku ensiklopedia anak seri rahasia samudra ketika Berlian sudah terlelap. Kepalanya menindih tangan kirinya sampai kesemutan. Pamela mengerjapkan mata sewaktu Ace meraih buku itu seraya menyimpannya di rak buku, di samping meja belajar. Deretan buku-buku lain berjejeran, menunggu giliran untuk diceritakan setiap malam atau setiap ada keinginan mendengarnya. Pamela ingin menyumpahi dirinya sendiri karena harus setuju apapun masalah pribadinya sekarang. Ace menuntutnya memberi sisi positif untuk Berlian.Dunia Pamela mengecil seakan kembali ke masa kanak-kanak. Tapi dia senang melihat warna-warni dan gambar-gambar yang kian artistik dan menarik. Hal itu lumayan membuat pikirannya teralihkan.Ace membetulkan posisi tidur Berlian sebelum mengecup keningnya. Ciuman sakral dan paling romantis dari seorang ayah ke anak. Pamela mendengus, mendadak iri dengan Berlian. Bocah itu dipenuhi rasa sayang, kemewahan dan kenyamanan meski tidak punya ibu. Sementara ia tidak pernah me