Share

Diselingkuhi Tunangan, Dinikahi Duda
Diselingkuhi Tunangan, Dinikahi Duda
Author: Skavivi

Tolong!

“Di mana sih kamu mas?” Pamela Kandhita Kilmer berkacak pinggang di belakang villa. Lampu-lampu kecil berwarna-warni di taman memantul di selaput matanya.

Pamela mengedarkan pandang, nihil. Tidak ada orang yang dia cari. Pamela kembali ke aula. Para penikmat pesta membanjir di situ, membawa gelas-gelas anggur merah bergagang panjang sambil berdansa atau membawa piring makanan di kursi dan meja cantik berhias bunga-bunga dengan perpaduan warna putih dan ungu.

Pamela mengerang, hawa perayaan pernikahan itu bercampur dengan kesuraman karena dia tidak menemukan Damian Airlangga atau Sassy di aula villa.

Di antara rekan-rekan satu divisi personalia dan general affair, Pamela menanyakan mereka.

”Aku lihat tadi ke atas, lewat pintu samping!” bisik pria berbadan kurus.

Sambil menggerutu tidak jelas, bayangan sekertaris sang tunangan yang bertubuh elok dan berambut coklat pucat itu menjajah kewarasannya. Sassy, janda tanpa anak itu!

Pamela menarik napas, pertama-tama dia melepas sepatu hak tingginya agar tidak mengeluarkan suara saat melangkah. Yang kedua, dia ingin mengintip apa yang di lakukan Damian dan Sassy di tempat berbeda dengan tamu undangan lainnya.

Pamela mengendap-endap dari bawah anak tangga. Di ujung anak tangga paling atas, dia mengangkat kepala sekilas lalu merunduk lagi. Ada ruangan-ruangan yang di peruntukkan untuk pertemuan private dan bar kosong tanpa pelayan.

“Mereka sembunyi. Kurang ajar!” batin Pamela. Dia kembali mengendap-endap tanpa suara ke ruangan paling dekat. Tubuhnya menempel di dinding ketika terdengar kursi bergeser dari ruangan itu. Detak jantung Pamela meningkat.

“Miranti gak tau kalo uang perusahaan yang aku lobi berhasil aku ambil setengah m. Sy, kamu ingat nilai saham dari perusahaan minyak di timur tengah? Aku rekayasa sebisa mungkin. Miranti bakal pusing tuh habis pesta nikahannya.” ucap Damian dengan nada jumawa.

Pamela terpukau begitu pun wanita yang merangkul lehernya. Pamela merangkak semakin dekat ke ambang pintu.

“Jadi kamu banyak uang dong sekarang, sayang?” tukas Sassy, badannya bergelayut manja pada tubuh pria yang mengenakan pakaian gelap, bermata halus berbentuk almond dan rambut gelap yang di tarik ke belakang.

Sassy membelai wajah nakal Damian dengan tangannya yang menggunakan sarung tangan renda.

“Lupain Pamela, Damian. Ada aku yang siap memujamu setiap hari!” rayu Sassy.

Jarak yang sebegitu dekat, memudahkan Damian melingkarkan lengannya di pinggang Sassy lalu merapatkan diri gadis itu kepadanya. Damian menciumnya dengan lembut dan hati-hati, tapi bukan kelembutan yang Sassy inginkan. Sassy membalasnya dengan ciuman sensual, membuat mulut Damian terbuka agar memberikan keseluruhan nikmat yang dapat dirasakan.

Damian mengerang rendah di tenggorokannya. Mereka berciuman begitu mesra sampai terjatuh bersama di meja yang menjadi sandaran tubuh Damian. Sassy tertawa sambil menepuk dada Damian dengan gemas. “Mau sewa hotel aja, Babe?”

Dada Pamela bergemuruh. Amarah membakar nyalinya dengan cepat. Pamela membanting pintu seraya menampakkan dirinya di hadapan bedebah yang terkejut melihatnya hadir di tengah suasana mesra mereka.

“Apa yang kalian lakukan?” bentak Pamela berapi-api.

Sekonyong-konyong Damian dan Sassy bertatapan di atas meja setelah melepas ciuman mereka.

Damian mendorong tubuh Sassy seraya gegas bangkit dari meja. “Mel... Mel... Aku bisa jelasin!” serunya dengan nada gugup.

“BASI!” maki Pamela. Tatapannya beralih pada Sassy yang berusaha merapikan gaunnya. Pandangan jijik dan tidak percaya mengacaukan serangkaian perasaannya yang sudah kalang kabut sejak Damian memilih Sassy sebagai sekretarisnya dan membuang sekretaris-sekertaris lain yang lebih berkompeten.

“Jadi bener ya kabar yang beredar di kantor! Kalian selingkuh di belakangku! Kalian ada main. Jahat banget sih.” Pamela mendekati Damian seraya melayangkan tamparan keras di pipinya.

“Kita udah tunangan, bodoh. Kamu gak mikir apa perasaanku gimana? Orang tua kita?”

“Kamu bilang aku bodoh, Mel?” Damian mencekal pergelangan tangan Pamela seraya menatapnya dengan sorot mata terluka. Marah.

“Sebagai tunangan dan atasanmu, aku gak terima kamu bilang aku bodoh! Kamu yang bodoh, Mel. Kamu yang bodoh karena selama ini aku tipu!”

“Kamu yang bodoh Damian!” maki Pamela dengan emosi.

Damian yang kalap langsung menampar balik Pamela. Pamela tersentak, pipinya terasa panas.

Alih-alih menangis, kemarahan memberinya kekuatan untuk melawan. Dia menatap Damian lalu Sassy. Kesabaran mulai menipis seiring dengan pergerakan kedua manusia laknat yang saling mendekat itu. Sebuah senyuman menertawakan terukir di bibir Sassy.

“Aku bakal laporan ke Bu Miranti kalo kamu menggelapkan uang perusahaan!” Ancam Pamela.

Mendengar nada mengancam itu, Damian dilanda kepanikan. Karir, kedudukan dan penjara terbayang-bayang dibenaknya.

Pamela tersenyum sedih melihat reaksi di wajah Damian yang berubah.

“Kalian jahat, kalian bakal kena karma!” ungkapnya sebelum pergi.

Damian mengejar Pamela dan menarik tangannya yang hendak menuruni anak tangga. Tubuh Pamela berputar dengan gerakan cepat sebelum terpelanting ke lantai dengan keras. Pamela memekik keras bersamaan dengan suara retakan tulang.

Damian mengangkang di atas tubuhnya seraya menarik Pamela agar berdiri. Damian menggeram. “Kamu bakal nyesel seumur hidup kalo sampai Miranti tahu perbuatanku!”

Pamela berusaha memberontak. “Lepasin, mas. Lepasin! Kamu jahat banget. Mas, jahat!” serunya lalu melolong meminta tolong.

Sassy mendekat. Dia menjambak rambut panjang nan hitam milik Pamela. “Kamu gak denger di bawah lagi pada dugem? Sekalinya goblok tetap goblok!”

Pamela merasakan kulit kepalanya tertarik samlia lehernya mendongak ke belakang. Pamela kesusahan bernapas. Matanya menoleh, memandang wajah-wajah orang yang menyakitinya. Damian dan Sassy tampak klop, tampak sama-sama jahatnya.

“Kaget ya, baru tau kalo kita selingkuh?” cibir Sassy. “Kasian banget si!”

Tarikan tangan Sassy semakin mencengkeram kuat di rambutnya. Rasa sakit semakin merajam tubuhnya, Pamela menangis.

Damian dan Sassy tertawa, “Nggak ada yang bakal tolong kamu, Mel. Sekarang ikut kita!”

Damian menarik Pamela menuruni anak tangga dengan cepat. Dengan kondisi patah tulang yang lebih menyakitkan dari patah hati, Pamela tidak kuasa menangis.

“Aku gak akan tinggal diam dengan perbuatanmu, Dam. Kalian patut di penjara!”

“DIAM!” bentak Damian dan Sassy bersama-sama.

Damian melihat kondisi sekeliling, situasi aman karena seluruh penikmat pesta dan pengantin sedang menikmati puncak kemeriahan pesta, Damian menyuruh Sassy mengambil mobilnya.

Sebelum pergi, Sassy menuding Pamela dengan wajah bengis. “Sampai Miranti tahu skandal kita, kamu bakal semakin tersiksa!”

Pamela meraung. “Lepasin aku, Dam. Lepas!”

Damian membekap mulut Pamela dan menariknya ke lobi. Tak ingin menarik perhatian para petugas kemanan villa, Damian melingkarkan tangannya di pinggang Pamela.

“Kamu diam, kamu bakal selamat!” bisiknya sebelum mengigit kecil telinga Pamela.

“Aku slalu menginginkanmu, Pamela. Tapi kamu slalu jual mahal dan menolak. Jadi terima saja akibatnya. Aku selingkuh!”

Sekujur tubuh Pamela merinding semua. Sakit semua. Dalam semalam dia merasakan sakit yang tak terkira. Pengkhianatan, kekerasan, dan luka batin yang membuatnya trauma di kemudian hari. Tapi seakan dewi fortuna masih berpihak padanya, Sassy kesusahan mengeluarkan mobilnya di antara padatnya parkiran villa, sementara dari dalam aula keluar dua orang tamu undangan yang mengenali mereka berdua.

Damian merangkulnya erat seraya membawanya pergi dari tepi lobi seakan tidak mendengar panggilan itu. Clary dan Antoni mengendikkan bahu, tidak mau ikut campur dengan kemesraan Pamela dan Damian yang memang terkenal bucin di perusahaan.

Pamela menoleh ke belakang sebelum rahangnya di cengkeram Damian.

“Diam!” Ancam Damian sebelum mengambil ponselnya di kantong jas.

Pamela menatap sekeliling, villa itu dekat dengan pantai, banyak orang yang akan menolongnya. Pamela spontan merebut ponsel Damian dan melemparkan jauh-jauh saat ponsel itu sedang terhubung dengan Sassy.

Damian menggeram, dua kepentingan di hidupnya mengoyak kebingungannya. Damian menoleh ke sana kemari sementara Pamela sudah lari tunggang langgang tanpa alas kaki.

Pamela memegangi tangannya yang patah sembari melongok ke belakang. Kesedihan menderanya bagai jarum menusuk ujung jemari tanpa di sengaja. Kejutan itu mengagetkan dan menyakitkan.

“Mel... Pamela...” seru Damian. Lelaki tiga puluh lima tahun itu menggunakan lampu senter hp untuk menerangi tempat-tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi.

“Mel... Keluar kamu. Aku tau kamu ada di sini!”

Pamela menempelkan punggungnya di batang pohon kelapa seraya menyeret tubuhnya ke bawah. Sekuat tenaga dia mengurangi isakan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Kemurungan terlihat begitu jelas di wajahnya. Tubuhnya menggigil ketakutan, Damian terus meneriakkan namanya sambil menendang benda-benda di dekatnya sampai-sampai menjadikan jantung Pamela terus berdetak kencang.

“Mel, orang tuamu bakal nyesel kamu putus dariku, Mel. Aku slalu mereka banggakan! Keluarlah, aku gak bakal nyakitin kamu lagi. Aku minta maaf ya. Aku salah. Kita ke rumah sakit ya, kita obati lukanya!” bujuk Damian dengan nada tegas. Alih-alih merayu.

“Bohong, dia cuma bohong. Dia gak nyesel, Damian cuma ngerayu aku buat keluar dan kasar lagi sama aku!” batin Pamela.

Damian menendang tong sampah didekatnya. Spontan kekagetan Pamela semakin menjadi-jadi, tanpa pikir panjang ia berlari ke bibir pantai.

“MEL!” Damian meludah, seringai di bibirnya terlihat. Dia mengejar Pamela dengan semangat.

Pamela menoleh ke belakang, kakinya yang tidak seimbang kontan membuatnya terjatuh di pasir.

Damian meringis lebar. “Udahlah sayang, baikan yuk. Aku minta maaf.” ucapnya sambil mendekat. Matanya terlihat seperti pemangsa.

“Gak akan! Aku gak akan baikan sama kamu.” seru Pamela sambil ngesot ke belakang. “TOLONG....”

Damian berjongkok di depannya. Dengan ekspresi tajam dia mencengkeram rahangnya.

“Teriak aja terus, Mel. Kita baru di private beach! Sepi.”

Pamela melolong permintaan tolong sekuat tenaga lalu melempari wajah Damian dengan segenggam pasir.

Damian kelabakan dengan tubuh tersentak kaget, kesempatan itu Pamela gunakan untuk berlari ke arah pria yang mengendarai ATV. Pria tanpa baju dan berwajah murung.

Pamela mencegatnya hingga membuat Ace Andreas Wiratmaja mengeram.

“Tolong bantu aku, Pak. Aku mau di rudapaksa. Tanganku patah!”

Pamela menunjukkan tangannya yang bengkak di bawah gelapnya langit malam pulau Bali. Dan tanpa persetujuannya, Pamela langsung naik ke atas motor itu.

“Aku mohon tolong aku, Pak. Tolong aku...”

***

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Yuniki
Baru baca mbk Vii ... tapi dah dibikin deg²an. Nggk ngebayangin patah tulang yg dirasain Pamela, q masih trauma walopun yg patah tulang si Abi ... pasti sakita banget itu
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
hhhhhhh....baru mulai baca udah dibikin emosi sama mba vii.
goodnovel comment avatar
Poernama
Nggak tega bacanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status