Aldi segera membuang muka setelah mendengar pertanyaan Reno. Pria itu juga balik mendorong Reno agar menjauh darinya. “Jangan pernah menyebutku seperti itu. Aku selalu merasa jijik setiap mendengarnya,” jawab Aldi dengan nada ketus.
Reno tertawa kecil demi mendengar jawaban Aldi. “Apa aku sedang ditolak oleh kakakku sendiri?”
“Sudah lama kita tidak bertemu, ya. Apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu repot-repot mendatangiku ke sini?” tanya Reno sembari mendekat dan menggerakkan tangannya ke arah ponsel Aldi.
Grab!
Dalam sekejap, Aldi menghentikan gerakan tangan Reno yang hendak mengambil ponselnya dan menatap pria di depannya dengan wajah datar. Di depannya, Reno menyeringai pelan mendapati perlakuan dingin dari pria yang disebutnya sebagai kakak.
“Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mengganggu kehidupanku, meskipun orang itu adalah keluargaku sendiri,” ucap Reno dengan penuh penekanan. Tangan kekarnya terangkat perlahan dan menarik kerah kemeja yang dikenakan Aldi.
Meski napasnya sedikit tertahan, ekspresi wajah Aldi tidak banyak berubah. Pria berambut ikal itu membalas tatapan tajam Reno dengan sangat percaya diri. Tidak hanya itu, Aldi terlihat sangat muak menghadapi pria di depannya.
“Aku justru akan merasa heran kalau kamu tidak berpikir seperti itu. Apa yang mau diharapkan dari seorang anak yang terlahir dari perempuan gatal yang suka merebut suami orang?” Aldi mengangkat ujung bibirnya dan menatap Reno dengan jijik.
Bruk!
Cengkraman tangan Reno terlepas dengan cukup keras, membuat Aldi yang tidak siap terhuyung dan jatuh tepat di hadapan Reno dengan wajah menunduk.
“Sepertinya kamu jadi lebih berani setelah tinggal di jalanan ya, kak?” tanya Reno setengah berbisik. Pria itu seperti sengaja menekankan kata ‘Kak’ yang membuat Aldi menatapnya tajam.
“Biar kuperingatkan, jangan mencari masalah denganku! Kalau sampai apa yang terjadi di ruang tunggu diketahui orang lain, aku tidak akan segan-segan menghabisimu. Bersikap baiklah kalau tidak ingin apa yang terjadi pada ibumu menimpamu juga!” Reno menepuk pelan punggung lawan bicaranya.
“Ah, hampir lupa! Aku turut berduka cita atas kepergian ibumu, kak.” Ekspresi Reno yang tampak meledek sangat tidak sesuai dengan ucapan belasungkawa yang baru saja dia katakan.
Aldi mengepalkan tangan dan hendak melayangkan tinjunya ketika terdengar suara langkah kaki mendekat. Reno segera membalikkan tubuh dan memberi isyarat pada Aldi untuk segera bangun dan berdiri di sebelahnya.
“Pak Reno, sudah ditunggu di ruangan. Acaranya akan segera dimulai,” ucap seorang pria bertopi hitam yang menatap Reno sembari tersenyum kecil.
Wajah pria itu berubah kaget ketika melihat siapa yang berada di sisi Reno. “Ah, selamat siang, pak.”
Tangan Aldi segera menghentikan gerakan pria bertopi hitam yang hendak membungkukkan tubuhnya itu. Aldi menoleh singkat pada Reno sebelum berjalan meninggalkan keduanya.
“Ada apa denganmu? Tidak biasanya kamu bersikap sesopan itu, pak manajer?” tanya Reno sembari merangkul pundak pria di depannya dan mengajaknya berjalan menuju ruangan tempat konferensi pers film terbarunya dilaksanakan. Sementara manajernya hanya bisa terdiam sembari mengingat-ingat wajah yang baru saja dia lihat.
“Reno!” Suara teriakan para penggemar sontak bergemuruh begitu Reno dan Aldi memasuki ruangan. Tidak dapat dipungkiri, nama besar Reno sebagai aktor tersohor membuat film yang tengah dibintanginya selalu melejit.
“Nah, bintang utama kita sudah hadir di sini. Selamat datang, Mas Reno,” sapa pembawa acara yang mengenakan pakaian putih-putih sembari menatap Reno dengan wajah takjub.
Reno menganggukkan kepala dan membalas senyum wanita itu dengan tulus. “Terima kasih atas sambutan yang luar biasa. Tetapi saat ini, bintang utamanya bukan hanya saja, para pemain yang lain juga merupakan bintang utama dari film ini. Tanpa mereka, saya juga tidak akan mungkin berdiri sendiri,” ujar Reno sembari menatap wajah-wajah lawan mainnya yang duduk bersebelahan.
Tiga orang aktris dan seorang aktor yang berada di meja yang sama tersenyum ramah menanggapi ucapan Reno, tetapi satu orang aktor muda yang berada di ujung barisan hanya menatap Reno dengan tatapan datar.
“Mas Reno, boleh diceritakan tentang peran di film ini? Kita semua sudah mengetahui kalau Mas Reno ini adalah sosok suami yang sangat menyayangi istri dan family man banget nih, peran Mas Reno di film ini juga memiliki karakter yang sama, jadi bagaimana menurut Mas Reno sendiri tentang hal ini?” tanya pembawa acara dengan wajah ramah itu.
Reno menundukkan sedikit kepala dan menggeleng pelan mendengar pertanyaan yang cenderung bernada pujian untuknya. “Ah, sebelumnya terimakasih banyak kalau orang-orang menilai saya seperti itu. Sebaliknya, saya justru merasa sangat beruntung karena memiliki Luna sebagai istri saya, karena itu saya malah merasa bersalah kalau tidak memperlakukannya dengan baik.” Reno menghentikan ucapannya sejenak sembari menikmati tatapan kagum yang ditunjukkan oleh penggemar yang berada di depannya.
Aldi yang sengaja datang dan melihat semua itu hanya memutar bola matanya. Pria tampan yang berada sekitar sepuluh meter di depannya itu benar-benar pandai bermain peran.
“Nah, mengenai peran saya dalam film ini, tentunya bukan tanpa kesulitan ya. Bagaimanapun, saya tetap perlu melakukan penyesuaian terhadap peran yang akan saya bawakan. Tidak hanya mendalami peran, saya juga harus melakukan penyesuaian dengan lawan main, lokasi dan suasana saat syuting, dan segala faktor yang mempengaruhi pengerjaan film ini. Dan sekali lagi, peran Luna sangat membantu memberikan semangat bagi saya untuk menjalani hari-hari saya, terutama ketika saya syuting. Luna banyak membantu memberikan pendapat dan juga menyemangati saya, jadi, saya sangat berterimakasih pada Luna,” ujar Reno dengan senyum lebar dan tatapan mata yang menatap lurus ke arah kamera, seolah ingin memastikan seluruh dunia melihat dan mendengar apa yang baru saja dia ucapkan.
Gemuruh tepuk tangan seketika memenuhi ruangan tempat konferensi pers berlangsung. Tidak sedikit wartawan dan penggemar yang menatap Reno dengan takjub, bahkan salah satu aktris yang menjadi lawan mainnya juga tampak terpesona dengan ucapan Reno.
Pria tampan yang tengah menjadi sorotan utama itu hanya tersenyum kecil dan menundukkan kepala mendapati reaksi orang-orang di depannya.
Konferensi pers berlangsung dengan lancar hingga tiba di penghujung acara, yaitu foto bersama.
“Sebelumnya, apa saya boleh memanggil istri saya Luna untuk hadir di antara kita saat ini?” Pertanyaan Reno disambut sorak sorai penonton, sementara Aldi yang mendengarnya hanya menggelengkan kepala. Aldi berjalan pelan mengikuti pria bertopi hitam yang memberi isyarat pada Reno kalau dia akan pergi untuk memanggil Luna setelah permintaan Reno disetujui oleh rekan kerja dan penonton yang berada di ruangan.
Pria bertopi hitam itu menghentikan langkahnya di tengah lorong dan menoleh pada Aldi yang hanya melambaikan tangan dan tersenyum kecil.
“Itu benar anda ‘kan? Pak Presdir?” tanya pria itu dengan nada canggung.
Aldi hanya tertawa kecil melihat ekspresi pria bertopi hitam itu. Aldi mendekat dan menepuk pelan punggung pria di depannya.
“Siapa nama anda?” Bukannya menjawab pertanyaan, Aldi justru bertanya balik. Pria berambut ikal itu juga memberi isyarat untuk kembali berjalan.
“Angga, pak,” jawab pria bertopi hitam itu pelan.
“Nah, Angga, bisakah anda menjaga rahasia ini? Terutama di depan Reno, bersikap seperti biasa saja ketika bertemu saya,” ucap Aldi sembari menatap lawan bicaranya dengan tatapan lurus.
Angga mengangguk yakin dan balas menatap Aldi dengan ekspresi kagum. “Kalau begitu, apa saya boleh minta bantuannya? Bisa saya bicara dengan Bu Luna sebentar?” tanya Aldi ketika mereka sudah berada di depan ruang tunggu.
Angga menatap ragu pada pria yang sangat dia hormati itu, tetapi akhirnya mengangguk pelan dan mengangkat kelima jarinya. “Saya hanya bisa memberi waktu lima menit,” ucapnya pelan.
Aldi menghela napas panjang tepat di depan pintu. Potret Reno yang menghajar Luna karena alasan sepele itu masih terus membayangi benak Aldi. Tangannya terangkat pelan mengetuk pintu ruang tunggu yang langsung mendapat jawaban dari dalam.
“Masuk saja,” ucap Luna setengah berteriak.
Aldi membuka pintu perlahan dan mendapati Luna yang tengah merapikan pakaiannya. Wanita itu terlihat sedikit berbeda dengan beberapa saat lalu. Aldi yakin telah melihat beberapa luka lebam di sekitar wajah Luna yang tampaknya sudah ditutupi dengan riasan oleh wanita yang mengenakan blouse coklat tersebut.
“Siapa anda? Di mana Pak Angga? Dia datang untuk memanggilku ‘kan?” tanya Luna dengan raut terkejut.
Aldi hanya mengangguk pelan dan bergerak mundur, tetapi gerakan Luna yang terhenti ketika akan berdiri membuat Aldi justru mempercepat langkahnya dan bermaksud membantu Luna yang tampak kesakitan.
“Jangan mendekat! Atau saya akan memanggil security!” ancam Luna dengan tatapan tajam.
Mendapati ancaman seperti itu, Aldi justru mendekati Luna hingga jarak wajah mereka hanya terpaut beberapa sentimeter.
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."